KESUKAAN

Hati Relin lega melihat mobilnya sudah kembali, meskipun harus menghabiskan uang cukup banyak untuk perbaikan. Beberapa bulan ini, Afdal tidak pernah muncul, Ibu juga jarang keluar rumah.

"Hari ini cerah sekali, pasti banyak orang jalan-jalan," gumam Relin hanya bisa melihat lingkungan dari jendela.

"Mau jalan ke mana?" tanya Ifal yang baru selesai mandi sepulang kerja.

"Tidak tahu, Relin tidak begitu paham lokasi sini."

"Mau keluar tidak, Nia sudah tiga bulan seharusnya sudah boleh." Ifal mengajak menggunakan motornya.

Perasaan Relin sedikit ragu, dia masih belum dekat dengan Ifal layaknya suami istri. Di hati Ifal masih ada Ratna yang selalu ada dalam pikirannya.

"Mbak, ayo pergi," ajaknya sudah siap memakaikan Rania jaket.

Topi dipasang di kepala, langsung dibuang. Relin tidak mengizinkan Nia keluar jika tidak mengunakan topi.

"Pakai atau tidak jadi pergi," ancam Lin memaksa.

"Pakai sayang, nanti Bunda ngambek." Senyuman Ifal terlihat membantu Nia memakai topi.

Senyuman Relin terlihat, dia mengunci pintu rumah. Kebetulan Rahma dan suaminya keluar, Relin melambaikan tangannya menyapa meskipun masih tidak enak soal kejadian ibu.

"Nia mau ke mana, lama tidak terlihat soalnya Bunda Lin sibuk." Rahma tersenyum menatap Nia yang berusaha membuang topinya.

"Kita mau jalan-jalan Tante, Om Tante mau ke mana," ucap Ifal yang menjabat tangan Carlos menyapanya.

"Mau jalan-jalan, Rahma bosan di rumah soalnya dia tidak punya teman."

Kepala Rahma tertunduk, suaminya terlalu jujur. Sebagai wanita yang tidak memiliki anak kesepian pasti dirasakan sesibuk apapun dirinya.

Relin mengajak main bersama, mereka juga tidak tahu ingin pergi ke mana karena bosan di rumah.

"Boleh gabung, di depan sana ada tempat bakso enak," ucap Rahma.

"Relin suka sekali bakso, kita harus mencobanya." Li semangat sekali, dia sudah lama tidak makan bakso.

Senyuman Ifal terlihat, dia pikir Relin wanita kaya yang tidak selera dengan makanan pinggir jalan, ternyata salah. Dia sangat pintar berbaur, bukan pendiam hanya tidak punya teman saja.

Motor Ifal melaju pelan, Relin binggung ingin berpegangan di mana takut jatuh jika tidak berpegangan.

"Fal, takut." Relin menarik baju.

"Pegangan." Tangan Relin digenggam diarahkan ke pinggang.

Jantung Relin berdegup kencang, senyuman kecil terlihat di wajahnya. Dia takut sekali dengan perasaannya yang nyaman bersama adik iparnya.

Saat melewati depan rumah ibu, dia mengintip dari jendela dengan tatapan tidak suka. Saat bersama Ratna tidak sekalipun Ifal membantah, tapi sekarang Relin membuat perubahan yang luar biasa.

"Pengang yang kuat, kamu sedang mengendong Nia."

"Iya, ini sudah." Kedua tangan Relin memegang pinggang, sedangkan Nia berada dalam gendongan terlelap tidur saat angin sore mengenai wajahnya.

Pertama kalinya Relin merasakan jalan-jalan sore mengelilingi kota, ternyata menyenangkan bermotor pelan di sore hari.

"Mbak sering bermotor?"

"Jarang, sejak kuliah hingga kerja aku tidak punya waktu sekedar untuk jalan-jalan," balas Relin yang sebenarnya sangat menyukai berkeliling merasakan angin segar.

"Kenapa, tidak suka atau apa?"

"Tidak ada waktu, aku sibuk bekerja. Terlalu asik bekerja sampai lupa menyenangkan diri sendiri." Lin mengeratkan pegangannya.

Kepala Ifal menunduk melihat tangan putih bersih memeluk pinggangnya, dia tidak tahu cara mengekspresikan sosok Relin.

"Kamu sama Ratna pasti suka jalan-jalan, kalian menghabiskan waktu dengan menikmati," ucapnya merasa bahagia karena adiknya memiliki suami yang baik.

Tidak ada balasan dari Ifal, dia memang banyak menghabiskan waktu bersama Ratna, tapi ada rasa kecewa saat Ratna tidak jujur.

Jika diam demi melindungi Ifal berarti Ratna paling tersakiti, tapi jika diam hanya untuk menutupi keburukan sungguh mengecewakan.

"Ifal, kamu suka makan apa?"

"Apapun suka, Ifal juga suka masakan Mbak," balasnya.

"Suka pedas?"

"Kurang, Mbak Relin suka?" Ifal melihat Relin mengangguk dari kaca spion.

Motor Rahma dan suaminya berhenti di taman kota, dia melambai mengajak Relin bergegas sebelum kehabisan.

Cepat Relin berjalan mengikuti, ada satu gerobak bakso yang cukup ramai, kursinya juga banyak hampir terisi penuh.

"Mas bakso lima," pinta Rahma.

"Ma, Nia belum bisa makan bakso," tolak Relin butuh empat mangkok.

"Tahu, maksudnya satu mangkuk lagi kita bagi dua. Empat pakai mie, satu kering."

"Satu pedes banget, satunya sedikit saja Mas," tambahnya request makanan untuk Ifal.

Ifal mendekat, meminta Relin memberikan Nia padanya, kasihan melihat sesak bersama orang-orang demi makan bakso.

Senyuman Carlos terlihat, dia duduk lesehan karena kursi sudah full orang semua, Ifal memangku Nia yang terbangun.

"Fal, tidak disangka Relin itu orangnya berbaur. Pikir ku dia gadis sombong seperti yang orang bicarakan."

"Iya mas, dia wanita yang baik. Aku juga masih terkejut." Sebenarnya Ifal merasa kasihan dengan Relin waktunya habis untuk bekerja dan mengurus anak.

Wanita yang belum pernah menikah, tiba-tiba menjadi seorang ibu bukan hal yang mudah apalagi dia bekerja.

"Masih sering ingat Ratna, mereka memang bersaudara, tapi jangan ungkit Ratna kasihan Relin," tegur Carlos yang sedari dulu dekat dengan Ifal.

Kepala Ifal mengangguk, dia sebisa mungkin menghargai keberadaan Relin, tidak pernah membayangkan Ratna.

"Sayang, panas." Rahma membawa dua mangkuk bakso.

"Pelan-pelan, nanti kena kaki Nia."

Terlihat Relin berjalan membawa bakso, seorang pria mencoba menghentikan langkahnya mengajak Relin duduk bersama mereka.

"Minggir," bentaknya kasar.

"Sombong, berlagak cantik." Tawa beberapa orang terdengar.

Ifal langsung berjalan mendekati, memukul punggung. Dia menegaskan jika wanita yang mereka bilang sombong sudah bersuami.

"Fal, jangan buat ribut." Relin mengikuti ifal yang membawa bakso dari tangan Relin.

Senyuman Rahma terlihat, dia mengakui jika Relin memang cantik. Kulitnya begitu terawat, putih bersih dan segar.

"Lain kali jika digodain siram dengan baksosnya," tegur Ifal kesal.

"Tidak mau, Relin rugi dua kali lipat. Harus memesan bakso lagi menunggu lama, ditambah lagi harus ganti rugi." Kepala Relin menggeleng, dia lebih penting secepatnya bisa makan.

Tawa Rahma dan Carlos terdengar, Relin begitu mementingkan makanannya daripada harus membuat masalah.

"Apa bakso begitu penting?"

"Banget, Relin suka bakso." Senyuman terlihat mengunyah bakso yang rasanya luar biasa tidak kalah dengan bakso di restoran.

"Bagiamana, coba yang kering juga." Rahma memberikan jempol melihat Relin mengangguk suka.

"Besok kita ke sini lagi, Relin masih kurang. Boleh cicip tidak?" senyuman Relin terlihat mengambil satu bakso kecil milik Ifal.

Tawa Rahma terdengar, hatinya senang memiliki teman pencinta bakso. Mulut Relin dibersihkan, Ifal memintanya makan pelan.

"Besok pulang kerja langsung aku belikan, jadi kamu tidak perlu antri apalagi jadi pusat perhatian banyak orang." Ifal mengunyah miliknya, dia tidak pernah bersikap posesif seperti saat ini.

Saat bersama Ratna, segala sesuatu Ifal yang mengambil sedangkan Ratna duduk menunggu sambil menikmati pemandangan, sedangkan Relin sibuk penuh semangat demi bakso.

"Ya Allah, kenapa tiba-tiba aku membandingkan," batin Ifal tidak enak.

***

follow Ig vhiaazaira

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

gak usah banding bandingkan ya fall

2024-01-26

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

setuju Rin 🤣🤭

2024-01-26

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

🥺🥺

2024-01-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!