“Saya akan pindah ke kamar Lusia nanti malam,” ujar Eve saat masuk ke kamar Adam.
Eve masih terpaku di dekat pintu yang sudah tertutup. Usahanya gagal menghindari permintaan mama untuk tidur satu kamar dengan Adam, bukan karena mama menolaknya tapi Adam sendiri yang memberi perintah dan tidak menerima bantahan.
“Tidak ada kamar lain di rumah ini selain kamarku dan kamar papa mama,” sahut Adam.
“Bukannya di ujung sana ada kamar…”
“Sudah tidak ada tempat tidur di sana, itu sebabnya Lusi akan tidur dengan papa dan mama selama kita tinggal di sini.”
“Sampai kapan kita akan menginap di sini ?”
“Bukankah kamu sudah bertanya dan aku sudah menjawabnya ?”
Nada suara Adam terdengar kesal. Pria itu masuk ke kamar mandi dan meninggalkan Eve yang masih bergeming.
Rasanya sedikit janggal masuk ke kamar Adam dan tidur di sini malam ini padahal sekitar 8 tahun yang lalu, Eve sering mondar mandir di kamar ini bahkan saat Adam belum pulang, ia pernah tertidur di ranjang pria itu.
Saat itu Adam hanyalah seorang kakak bagi Eve selain Erlan dan kedua orangtua Adam menganggap Eve sebagai putri mereka sendiri.
Semuanya berubah saat Eve kelas 10, Adam mulai galak padanya dan menolak menjadi guru les privat Eve dengan alasan sibuk mengurus perusahaan rintisan yang dibangunnya bersama Erlan. Hubungan mereka semakin renggang dan seperti tidak berarti apa-apa terutama saat Adam menjadi kekasih Erina.
“Ngapain kamu berdiri aja di situ ?” tegur Adam saat keluar dari kamar mandi dan melihat Eve masih di tempatnya.
“Saya tidak bisa tidur di ranjang orang lain,” ujar Eve sedikit gugup karena harus mencari alasan.
“Yakin ?” sindir Adam sambil tersenyum sinis. “Kamu lupa bagaimana susahnya aku membangunkanmu kalau sudah tidur di sini ?”
“Waktu itu saya terlalu lelah belajar dan bosan menunggu Mas Adam yang sering terlambat pulang,” sahut Eve membela diri.
Adam tidak menyahut, ia mengambil pakaian rumah dari dalam lemari lalu berjalan kembali ke kamar mandi namun sebelum kakinya melangkah masuk, Adam berhenti dan menatap Eve.
“Hanya kamu satu-satunya perempuan yang pernah tidur di situ.”
Eve menautkan alisnya, bertanya-tanya apa maksud ucapan Adam yang seolah bisa membaca pikirannya. Sejujurnya alasan Eve tidak mau tidur satu kamar dengan Adam karena Eve tidak nyaman menempati ranjang pengantin “bekas” perempuan lain meskipun Erina adalah kakak kandungnya.
Satu-satunya perempuan ? Lalu dimana Mbak Erina tidur kalau menginap di rumah ini sementara hanya ada 2 kamar di sini ?
Pernikahan apa yang kalian jalani, Mbak ? Kenapa selalu ada hal-hal tak terduga membuat aku merasa seperti sedang bermain puzzle, mengumpulkan kepingan dan penasaran gambar apa yang akan aku lihat setelah semuanya terpasang ?
***
“Eve, bisakah tenang sedikit ? Kamu nggak tidur sendirian dan aku terganggu karena pergerakanmu itu,” gerutu Adam.
“Maaf.”
Eve buru-buru bangun dan turun dari ranjang. Jarum di jam dinding sudah menunjukkan pukul 1 pagi dan Eve tidak bisa memejamkan mata.
“Mau kemana ?” tanya Adam melihat gadis itu malah berjalan ke pintu.
“Mau ke dapur ambil minuman.”
Adam bergegas bangun dan menghampiri Eve. Tangannya menahan jemari Eve yang sudah berada di gagang pintu setelah memutar kuncinya.
“Lalu lanjut tidur di sofa bawah ?” tanya Adam.
“Percayalah padaku kalau tindakan itu bisa membuat papa dan mama membatalkan niat mereka untuk
pindah ke Belanda dan tidak akan mengijinkan kita pindah ke rumah sendiri.”
“Saya belum ngantuk Mas Adam. Daripada mengganggu, lebih baik saya tidur di tempat lain.”
“Kamu lupa kalau kita sudah menjadi suami istri yang sah ? Tidur di atas satu ranjang adalah salah satu bagian yang harus kamu terima meskipun rasanya tidak nyaman.”
“Bukan karena itu juga, tapi…”
“Kamu nggak percaya dengan ucapanku ? Tidak ada perempuan lain pernah tidur di sana selain kamu, bahkan Erina sekalipun.”
“Tapi kalian suami istri dan Mas Adam bilang di rumah ini hanya ada 2 kamar, lalu….”
“Bisakah kita tidak membahas soal Erina ? Bukankah seharusnya kita fokus dengan masalah kita sendiri contohnya saat ini bagaimana membuatmu bisa tidur karena bukan sudah terlalu malam lagi tapi hampir menjelang subuh.”
Adam menatap Eve sambil mengangkat alisnya sebelah, menunggu tanggapan Eve yang akhirnya memilih kembali ke ranjang dan Adam mengunci pintu kamar.
“Apa harus dikunci ?”
“Jangan ge-er. Aku sudah terbiasa mengunci kamar setiap kali tidur malam bukan karena ada kamu di sini.”
Wajah Eve merona malu mendengar jawaban Adam. Ia pun langsung merebahkan tubuhnya di dalam selimut dengan posisi memunggungi Adam.
“Eve.”
“Ya.”
“Eve.”
“Ya.”
”Eve !”
Eve membalikkan badan hingga berhadapan dengan Adam yang sudah melotot karena kesal.
“Aku memanggil namamu karena tidak mau berbicara dengan punggungmu,” omel Adam.
“Nggak usah kepanjangan ngomelnya, sekarang saya sudah menatap Mas Adam,” sahut Eve dengan sedikit ketus.
Adam tidak menyahut malah menarik Eve ke dalam pelukannya.
“Mas Adam mau ngapain ?” Eve berusaha melepaskan diri dari pelukan Adam.
“Jadi perempuan jangan gampang ge-er,” ketus Adam.
“Saya nggak ge-er, hanya bertanya Mas Adam mau ngapain peluk saya begini ?”
“Kenapa ? Kamu takut aku minta hakku malam ini karena sudah sah menjadi suami kamu ?”
“Iya,” sahut Eve spontan.
“Ide yang bagus untuk mencobanya malam ini,”goda Adam sambil tersenyum tipis dan tentu saja tidak terlihat oleh Eve.
”Selama Mas Adam belum mau memberitahu alasan membenci saya, jangan harap saya bersedia menjalankan kewajiban sebagai istri dalam urusan ranjang.”
“Aku akan memaksamu dan tidak akan ada yang bisa melarang karena aku adalah suamimu. Kalau malam ini kamu berteriak minta tolong, semua penghuni rumah ini hanya akan mengartikannya sebagai bentuk kenikmatan.”
Mata Eve membola saat posisi Adam sudah berada di atas tubuhnya dan kedua tangan Eve dipegang kuat-kuat.
“Aku lelaki normal, Eve dan bersedia membuktikannya kalau kamu tidak percaya.”
“Tapi tidak malam ini,” suara Eve mulai panik saat Adam semakin mendekatkan wajahnya.
Hembusan nafas Adam semakin terasa di wajah Eve hingg membuat gadis itu memejamkan mata sambil mengernyit, menahan rasa takut.
Cup.
Adam hanya mencium keningnya dan kembali pada posisi semula, berbaring di samping Eve sambil tertawa.
Eve langsung cemberut, merasa lagi-lagi Adam membuatnya malu karena berpikir pria itu akan menciumnya lalu menuntut haknya malam ini juga.
Tangan Adam kembali memeluk tubuh Eve dari samping dan satu tangannya mengusap-usap kepala Eve.
“Tidurlah ! Aku yakin kebiasaanmu masih sama, suka dielus rambutnya kalau susah tidur.”
Eve terkesima dan tidak lagi memberontak dalam pelukan Adam. Ada rasa nyaman saat tangan kekar itu mengelus kepalanya. Eve tersenyum tipis karena bahagia saat mendengar kalimat Adam yang masih belum lupa dengan kebiasaannya.
Aku tidak tahu bagaimana memperbaikinya, Eve. Aku takut saat membuka masalah itu, hatiku bukannya sembuh malah semakin terluka karena pengakuanmu, batin Adam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
𝘛𝘳𝘪𝘚
masih teka teki /Hey/
2023-12-12
1
Hasan Habibi
sebenarnya masa lalu seperti apa yang membuatmu begitu membeci Eve,jujurlah Adam..
2023-12-12
1
Luh Kertiasih
makin seru..bkin tambah pnasaran...lnjut Thor..👍
2023-12-12
1