“Ya Tuhan Mas Adam !” pekik Eve reflek memegang dadanya karena terkejut.
Waktu masih pukul 4.30. Eve sengaja bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan dan bekal untuk Lusia yang mulai bersekolah lagi hari ini. Eve pun harus pergi ke kampus untuk bertemu dengan dosen pembimbing skripsinya.
Dari penampilannya Eve tahu kalau Adam tidak pulang semalam tapi ia tidak peduli. Sebelumnya Eve sempat bertanya tujuan Adam pergi karena pria itu membawa tas ransel dan pakaiannya tidak seperti orang yang ingin berolahraga.
Adam yang baru saja selesai meletakkan gelas di dapur hanya melirik sekilas dengan wajah datar. Ia sudah bersiap-siap menjawab pertanyaan Eve.
Di luar dugaan, gadis itu terlihat acuh berjalan ke arah kulkas yang ada di dapur, mengambil bahan-bahan masakan lalu memakai apron dan mulai menyiangi sayur.
Adam meninggalkan dapur dengan dahi berkerut. Sepertinya Eve masih ngambek karena Adam sempat membentaknya kemarin sebelum ia pergi.
Sampai waktu sarapan, Eve tidak bicara sepatah kata pun pada Adam meski ia tetap melayani suaminya termasuk membuatkan kopi.
“Papi, hari ini Sisi mau pergi ke sekolah sama papi.”
“Memangnya Pak Iman kemana ?” tanya Adam menatap Eve yang malah beranjak bangun.
“Ada. Sisi mau diantar Papi dan Onti.”
Pasti ini semua idenya gadis pembawa sial itu ! umpat Adam dalam hatinya.
“Biasanya kan Sisi pergi sama Pak Iman dan Mbak
Sumi.”
“No..no… Sisi mau sama Papi dan Onti.”
“Sisi !” tegur Adam dengan suara agak tinggi.
Adam semakin yakin kalau putrinya diprovokasi Eve sampai ngotot minta diantar oleh Adam. Sudah 1 tahun Lusia bersekolah di PAUD dan belum pernah sekalipun Adam mengantarnya ke sekolah karena untuk urusan transportasi, Adam sudah menyiapkan 1 mobil plus sopir khusus untuk istri dan anaknya bahkan Erina sudah bisa membawa mobil sendiri.
Eve yang mendengar suara Adam buru-buru kembali ke meja makan. Dilihatnya raut wajah Lusia sudah kemerahan dan matanya berkaca-kaca.
“Kita siap-siap yuk,” Eve tersenyum dan mengulurkan tangannya.
“Kita tunggu di luar,” lanjut Eve menggendong Sisi yang masih bergeming di kursinya.
Adam menghela nafas kesal karena Eve pelan-pelan mulai merubah kebiasaan di rumah ini termasuk putrinya. Sepertinya ia harus mulai bicara tegas dan minta Eve benar-benar membatasi diri atau proses pengesahan pernikahan mereka secara hukum akan dihentikan.
Sampai di teras Adam celingukan lalu menarik nafas lega karena tidak melihat Eve dan Lusia di dekat mobilnya. Bibirnya tersenyum tipis, ternyata bentakannya masih ampuh untuk membuat Eve mengalah.
Namun saat membuka pintu mobil, mata Adam langsung membola karena Eve dan Lusia sudah duduk manis di kursi penumpang belakang.
“Sisi udah siap Papi.”
“Mbak Sumi dimana ?”
“Sisi udah besar, ada ibu guru di sekolah jadi nggak perlu Mbak Sumi.”
Adam melengos dan terpaksa masuk ke dalam mobil. Matanya menatap tajam ke arah Eve yang acuh dan asyik ngobrol dengan Lusia.
Sepanjang perjalanan, Lusia terus berceloteh, bercerita tentang teman-teman sekolahnya namun papinya seperti malas mendengar. Tatapan pria itu malah fokus ke layar handphone dan menanggapi cerita Lusia dengan 3 kata : YA, Ooo dan OH YA.
Eve tersenyum saat melihat wajah Lusia berubah cemberut dan kedua tangannya terlipat di depan dada. Hatinya sedikit sedih, sepertinya Adam kurang memberikan perhatian dan cinta pada putrinya.
”Pak Adam langsung jalan saja. Saya berangkat sendiri ke kampus,” ujar Eve saat tiba di sekolah Lusia.
Dahi Adam berkerut, Eve kembali memanggilnya bapak. Entah kenapa ada perasaan kesal mendengar gadis itu kembali ke mode awal.
“Saya juga harus ke kampus dulu pagi ini.”
Eve sepertinya tidak mendengar ucapan Adam karena gadis itu langsung menggandeng Lusia dan membawanya sampai ke gerbang.
Adam masih menunggu di dalam mobil dan menatap Eve yang sedang berbincang dengan seorang wanita berseragam dengan logo sekolah Lusia. Adam tebak perempuan itu adalah gurunya Lusia.
Wajah Lusia tampak ceria dan bahagia. Bocah itu sempat mengibaskan tangannya, menyuruh Eve pergi. Gadis itu mengangguk-angguk dan melambaikan tangannya namun tidak langsung pergi hanya mundur beberapa langkah. Sepertinya Eve menunggu sampai Lusia hilang dari pandangannya.
Tanpa sadar Adam tersenyum. Ada satu kehangatan di hatinya melihat Lusia masih bisa tersenyum dan berceloteh meski baru beberapa hari kehilangan maminya.
Adam langsung menaikkan kaca mobil saat membaca pergerakan tubuh Eve, ia tidak mau gadis itu melihatnya sedang memperhatikan interaksi di depan gerbang sekolah.
“Jalan sekarang, Pak ?” tanya Agus yang melihat Eve sudah naik ojol.
“Tunggu dia.”
“Non Eve baru saja naik ojek, Pak.”
“Beneran Gus ?”
“Iya Pak.”
Adam menggerutu, ternyata Eve bisa juga ngambek panjang begini padahal ia tidak keberatan seandainya Eve mau ikut sampai ke kampus.
Tidak masalah orang-orang melihat mereka turun berdua dari mobil yang sama karena sudah banyak yang tahu kalau keduanya memiliki hubungan saudara ipar.
“Ke kampus, Pak.”
Adam menghela nafas sambil menatap ke jendela samping. Bingung dengan perasaannya sendiri. Hidupnya seperti kembali diseret ke masa lalu saat hatinya dibuat nano nano karena terlalu sering menghabiskan waktu dengan Eve.
***
“Eve, kamu kok naik ojol ?”
Josh yang tidak sengaja melihat Eve di lampu merah langsung mengikuti kekasihnya dan menepi saat motor yang ditumpangi Eve berhenti di depan kampus.
“Belum sempat ambil motor di tempat kost. Kemarin barang bawaanku lumayan banyak jadi fokus kosongin kamar dulu karena minggu depan sudah ada penghuni baru.”
Tanpa bertanya, Josh langsung menarik tangan Eve dan menyuruh gadis itu masuk ke dalam mobilnya.
“Nggak usah Josh, udah di depan gerbang juga. Aku jalan kaki aja.”
“Masuk !”
Eve memutar bola matanya lalu tertawa. Suara tegas Josh tidak segalak Adam dan Eve tidak pernah menanggapinya dengan serius.
Eve menurut daripada harus berdebat di pinggir jalan. Dia tidak sadar kalau Adam melihat semuanya itu dari dalam mobil yang melintas di samping mobil Josh.
“Kamu beneran jadi pindah selamanya ke rumah itu ? Nggak canggung serumah dengan kakak iparmu yang sekarang berstatus duda ?”
Eve tersenyum tipis, sedih karena Josh belum mengetahui keadaan yang sebenarnya.
”Nggak !” jawab Eve dengan yakin.
“Bagaimana kamu seyakin itu ?”
Karena kalau dia macam-macam pun aku tidak bisa menolaknya karena dia suamiku, batin Eve.
Eve membuka pintu mobil yang sudah berhenti sempurna. Hatinya benar-benar kacau karena merasa telah membohongi pria yang sudah 2 tahun ini tulus mencintainya.
“Bisakah kita membahas yang lain ? Aku sudah cukup tegang memikirkan apakah tulisanku akan lolos atau masih banyak perbaikan.”
Eve mengomel sambil berjalan duluan. Josh bergegas menyusulnya dan tertawa saat melihat bibir Eve sudah mengerucut dan wajahnya cemberut.
“Maaf, aku hanya khawatir Pak Adam khilaf,” ujar Josh sambil merangkul bahu Eve hingga merapat padanya.
“Aku duluan Josh, mau ketemu Lisa dan Hani dulu.”
Spontan Eve melepakan rangkulan Josh saat tidak sengaja matanya bertemu dengan Adam yang sedang menatap tajam ke arahnya dari samping mobil.
Baru sekitar 5 langkah, Eve berhenti dan berbalik berhadapan dengan Josh lagi.
“Josh, bisakah kita keluar sore ini ?”
“Bisa. Mau dating kemana ?” Josh tersenyum menggoda Eve.
“Aku hanya ingin ngobrol tanpa nonton dan jalan-jalan di mal. Terserah dimana tempatnya, yang penting enak untuk berbicara dari hati ke hati.”
“Oke, mau aku jemput dimana ?”
“Tidak usah dijemput, kirimi aku nama tempat dan lokasinya saja, jangan lupa jamnya juga.”
“Tapi Eve…”
“Sampai ketemu nanti sore Josh.”
Eve langsung berbalik dan bergegas pergi meninggalkan Josh yang sedikit bingung. Perasaannya sedikit tidak enak namun Josh masih berusaha untuk berpikir positif.
Josh yakin kalau Eve pasti masih terpukul karena baru saja kehilangan kakak satu-satunya dan kini ia tinggal sebatang kara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Sweet Girl
Eve mau jujur sama Josh.
emang mesti secepatnya Josh tau Ve.
biar Ndak jdi dosa...
2024-02-08
1
Sweet Girl
Hadeh ruwet koe Dam...
2024-02-08
1
Sweet Girl
Udah nunggu di dalam mobil, Mas Adam....
2024-02-08
0