Papa menegakkan tubuh dan tidak lagi bersandar pada sofa supaya bisa memegang lutut Adam dan menepuk-nepuknya.
“Dam, kamu tahu kalau Papa selalu bangga dengan sifatmu yang tekun dalam berusaha dan punya prinsip yang tidak mudah goyah dalam menjalankan bisnismu. Sekali mengambil keputusan meskipun tidak selalu berhasil, kamu tidak pernah menyesalinya apalagi langsung menyerah begitu saja.
Sayangnya semua itu tidak selalu bisa kamu terapkan dalam hidup kita sehari-hari terutama menyangkut hati.
Pernikahanmu dengan Eve mungkin bukan seuatu yang kamu rencanakan tapi terimalah sebagai kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungan kalian yang berantakan entah karena apa, hanya kalian sendirilah yang tahu.
Eve adalah wanita yang baik, berhentilah berpikir negatif tentangnya. Jangan terus menyangkal perasaanmu dengan membencinya karena papa dan mama yakin kalau di hatimu masih tersimpan namanya. Kesabaran manusia ada batasnya, Adam, jangan sampai kamu hanya bisa menyesal saat semuanya tidak bisa lagi diperbaiki.”
“Aku punya alasan mengapa sulit memperbaiki hubungan kami apalagi menerimanya sebagai istriku, Pa. Bahkan aku tidak merasakan sesuatu yang istimewa saat kami…hhmm... Papa pasti tahu maksudku.”
“5.5 tahun yang lalu usia Eve bahkan belum 17 tahun, wajar kalau sikapnya mudah berubah-ubah karena secara emosi, jiwanya masih labil. Usiamu lebih tua 10 tahun, Adam, dan kamu sudah mengenalnya sejak dia masih bayi, seharusnya kamu lebih mengerti tentang Eve.”
“Pa, aku sudah memastikannya dengan Eve sebelum mengambil keputusan.”
Papa menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan lalu tersenyum arif dan menyentuh bahu Adam.
“Kalau memang semuanya terasa sulit bagimu, ceraikan Eve !”
“Pa !” Adam terkejut mendengar permintaan papa Damian.
“Jangan pikirkan soal permintaan Erina, dia hanya khawatir karena Eve akan sebatang kara. Eve sudah 22 tahun jadi Papa yakin dia sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihan dan hidup mandiri.”
“Bukankah Papa mengajarkan aku untuk setia dengan hidup perkawinan ?”
“Itu dulu kalau kamu menikah dengan perempuan yang kamu cintai. Kenyataannya kamu tidak pernah mencintai Erina dan hatimu begitu membenci Eve. Sebagai orangtua Papa dan Mama tidak ingin kamu terus menderita karena menjalani hidup terpaksa hanya demi prinsip yang kami ajarkan.”
Adam terdiam dan menghela nafas panjang.
“Ceraikan Eve sebelum pintu hatinya tertutup untukmu selamanya.”
***
Lusia sibuk bolak balik membantu Sumi memasukkan barang-barang miliknya ke dalam mobil. Masa liburan sekolah sudah tiba dan semalam mendadak Adam memberitahu kalau mereka akan menginap di rumah papa dan mama.
“Memangnya kita mau berapa lama menginap di sana,, Mas ?” tanya Eve sedikit bingung karena Adam sampai membawa koper hanya untuk menginap di rumah mama.
Eve yakin kalau sebagian pakaian Adam masih ada yang ditinggal di kamarnya dan Eve sendiri merasa cukup hanya membawa 1 tas kecil untuk dirinya sendiri.
“Belum tahu. Bisa seminggu, dua minggu bahkan sebulan.”
“Mas,” Eve memegang lengan Adam yang baru saja menutup pintu bagasi.
Adam hanya menoleh dengan wajah datar. Eve menghela nafas. Sejak kedatangan mertuanya, Eve merasa Adam kembali ke mode awal pernikahan mereka malah lebih pendiam dan semakin menghindari Eve.
“Jangan terlalu terbebani dengan permintaan papa dan mama. Saya akan bicara pada mereka saat di sana dan selama di sana, saya akan tidur dengan Lusia.”
Adan tidak menyahut malah meninggalkan Eve dan memanggil Lusia untuk naik ke mobil. Lagi-lagi Eve hanya bisa menghela nafas panjang.
Sepanjang perjalanan, Eve hanya bercakap-cakap dengan Lusia dan sesekali Adam menyahut saat ditanya oleh putrinya. Entah apa yang dipikirkan pria itu, rasanya Eve ingin memiliki kemampuan bisa membaca pikiran lawan bicaranya.
Hingga 45 menit kemudian, mobil Adam sudah masuk ke halaman rumah orangtuanya.
“Oma !” Lusia langsung berlari ke teras, memeluk mama Ami yang sudah menunggu mereka.
“Bagaimana raportnya ? Nilainya bagus ?” Lusia mengangguk dengan wajah ceria.
“Sisi naik kelas, Oma, sudah bukan anak TK A lagi”
“Cucu oma memang pintar.”
“Pagi, Ma,” sapa Eve yang menyusul bersama Adam.
“Pagi sayang. Bagaimana skripsimu ?”
“Ada sedikit perbaikan dan semoga bulan depan sudah ada hasilnya. Doakan Eve bisa segera diwisuda, Ma.”
“Kamu pasti bisa dan doa Mama selalu bersamamu setiap waktu,” sahut mama mengusap punggung Eve dengan tatapan penuh kasih sayang.
“Mama tidak lupa dengan prinsip hidupmu, tidak ada yang tidak mungkin selama kita punya keyakinan dan terus berusaha.”
“Ternyata meski usia bertambah, ingatan Mama tidak pernah berubah,” sahut Eve sambil tertawa dan merangkul pinggang mama.
“Mama selalu ingat semuanya yang berhubungan denganmu, Eve sayang.”
Tapi Mas Adam tidak begitu, Ma. Sebisa mungkin ia ingin membuang kenangan tentang kami dari hidupnya.
“Terima kasih, Mama memang ibu yang terbaik seperti mama Lita.”
“Pagi Ma,” Adam yang baru selesai mengurus barang-barang bersama pelayan menyapa belakangan.
“Pagi juga sayang.”
Lusia yang sudah tidak sabar ingin mencari opanya, menarik lengan mama masuk ke dalam rumah, disusul Adam dan Eve.
Melewati ruang tamu, Eve sempat berhenti, mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan sementara Adam sudah berjalan duluan.
Hampir tidak ada perubahan, suasananya masih sama seperti 5 tahun yang lalu saat Eve terakhir datang dan gagal menemui Adam.
Kedua orangtua Adam bukan dari keluarga kaya raya tapi termasuk berada. Papa Damian bekerja di bank dengan posisi yang cukup tinggi. Dibandingkan dengan keluarga Eve, kondisi ekonomi keluarga Adam berada 3 level di atasnya tapi mama Ami dan Papa Damian adalah pasangan yang rendah hati dan tidak pernah memandang teman-teman Adam berdasarkan status sosialnya.
Tanpa sadar, kaki Eve melangkah ke arah meja bufet yang menempel ke dinding dekat ruang keluarga. Tangannya menyusuri tepi lemari sambil menatap foto-foto yang terpajang di sana. Koleksinya kurang lebih masih sama hanya ada tambahan foto-foto Lusia dari bayi hingga saat ini.
Eve mengerutkan dahi saat tidak menemukan satu pun foto Erina bersama keluarga kecilnya atau kedua orangtua Adam. Eve juga baru sadar kalau foto keluarga yang terpampang di ruang tamu adalah foto lama, tanpa Erina dan Lusia di sana.
Kenapa nggak ada jejakmu di sini Mbak Erina ? Seolah-olah mbak nggak pernah jadi bagian keluarga ini atau mama sengaja menyimpannya untuk menjaga perasaanku semata ? batin Eve.
Mata Eve mengerjap seolah tidak percaya melihat satu foto yang agak tertutup dengan foto-foto lainnya.
Foto dirinya berdua dengan Adam di hari kelulusan SMP Eve. Sisa-sisa kenangan indah sebelum Adam membangun benteng kebencian tanpa sebab yang jelas. Eve mengusap sudut matanya, ia selalu sulit menahan air mata saat teringat dengan masa-masa indah bersama Adam.
Tidak ada orang di dekat Eve karena kedua mertuanya sedang menemani Lusia bermain di halaman belakang dan Adam entah dimana.
Setelah yakin tidak ada jejak air mata, Eve berjalan ke halaman belakang untuk menyapa papa Damian. Eve tidak sadar kalau Adam memperhatikan semuanya dari ujung tangga di lantai 2.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Goresan Receh
tdk cinta erina, tp ada anak
2025-02-06
1
Sweet Girl
Bo'ong kali...
2024-02-09
0
Tri Handayani
sblm kamu menyesal adam,,buanglah egomu'perbaiki hubunganmu dg eve sblm eve lelah dg sikapmu dn pergi jauh.
2023-12-12
0