“Pak Adam ?” lirih Eve pelan sambil mendongak menatap pria yang wajahnya begitu dekat di hadapannya.
“Bapak ngapain…”
Mata Eve membola karena bibir Adam langsung membungkam mulutnya dengan ciuman yang belum pernah Eve rasakan.
Meskipun sudah 2 tahun berpacaran dengan Josh, Eve belum mengijinkan Josh menciumnya seperti yang dilakukan oleh Adam, Eve merasa belum siap meskipun usianya sudah cukup dewasa.
Ciuman pertamaku, baitn Eve.
Badan Eve yang lemas tidak mampu melawan Adam yang belum mau melepaskan bibirnya hingga tanpa sadar Eve malah menutup mata.
“Kamu tegang banget sih,” ledek Adam sambil tertawa pelan.
Wajah Eve makin memerah tapi bukan karena demamnya melainkan malu saat mendengar ucapan Adam.
Pria itu memberikan sedikit jarak namun posisi wajahnya sejajar dengan Eve di bantal yang lainnya.
“Jangan bilang kalau ini adalah ciuman pertamamu,” ledek Adam sambil tersenyum menggoda.
Eve memejamkan matanya lagi, tidak sanggup membalas tatapan Adam yang begitu dekat. Wangi tubuh pria itu membuat Eve kembali pada ingatan masa lalu dan menggali rasa rindu yang disimpannya dalam-dalam.
“Eve,” panggil Adam lembut sambil merapikan rambut Eve yang terjuntai dan menyelipkannya ke belakng telinga.
Eve tidak menyahut malah ia berusaha bangun tapi tidak bisa karena kepalanya masih terasa pusing. Sepertinya gara-gara semalam Eve terlalu lama berada di bawah pancuran shower sambil menangis lalu tertidur dengan kondisi rambut masih basah dan lupa menggunakan selimut.
“Kamu nggak apa-apa, Eve ?” Adam langsung beranjak dan menggeser posisinya supaya lebih dekat. Eve hanya menggeleng dan memegang kepalanya yang terasa berputar.
“Sarapan bubur dulu biar bisa minum obat. Aku sudah minta Leo mencari dokter yang bisa datang ke rumah.”
Eve yang masih bisa menangkap omongan Adam agak terkejut mendengar pria itu tidak lagi bicara memakai sebutan saya tapi aku dan mulai memanggil namanya bukan hanya kamu atau dia.
Adam turun dari ranjang untuk mengambil mangkuk bubur dan gelas air putih lalu diletakkan di nakas.
“Eve, bangun sebentar untuk makan, biar perutmu nggak kosong banget.”
“Pusing.”
Adam mencari akal dan akhirnya ia duduk menempel pada sandaran tempat tidur baru mengangkat Eve dan menyuruh gadis itu menggunakan bahunya sebagai sandaran kepala.
“Makan Eve, sedikit tidak masalah, habis ini minum obat dulu biar demam kamu turun.”
Eve menurut dan membiarkan Adam menyuapi bubur karena mata Eve masih terpejam menahan rasa pusing yang membuatnya merasa diputar-putar.
“Kenyang.”
“2 sendok lagi Eve, kamu baru makan 5 sendok. Habis ini minum obat terus kamu bobo lagi sambil menunggu dokter.”
Eve tidak membantah dan menerima suapan Adam hingga bukan hanya 2 tapi 3 sendok.
“Udah.”
Adam tersenyum dan tidak mau memaksa Eve lagi, ia mengambil air putih dan mendekatinya ke bibir Eve, membiarkan gadis itu minum sendiri sementara Adam membuka bungkusan obat lalu memberikannya ke telapak tangan Eve yang lain.
“Obat apa ?”
“Hanya parasetamol untuk meredakan demam.”
Setelah minum obat, Adam membantu Eve berbaring kembali. Perlahan mata gadis itu terbuka namun tidak sepenuhnya.
“Terima kasih.”
Tubuh Eve langsung tegang saat Adam tidak menjawab malah mencium keningnya lalu mengusap kepala Eve dengan lembut bahkan sambil tersenyum tipis.
“Istirahatlah. Nanti bangun lagi saat dokter datang. Aku tinggal sebentar.”
Eve bergeming membuat Adam yang sudah beranjak makin melebarkan senyum. Jantung Adam berdebar, ada rasa bahagia karena bisa menunjukkan perasaannya pada Eve.
Adam menghela nafas, bersandar di luar pintu kamar sambil memegang dadanya. Antara bahagia dan takut, Adam tidak tahu mana yang harus dipilihnya. Adam tidak bisa membantah kalau kehadiran Eve sebagai istrinya membuat Adam seperti mengulang masa-masa indah bersama gadis itu tapi ia takut ujungnya akan sama seperti 5 tahun yang lalu. Sangat menyakitkan.
Adam baru sampai di pertengahan tangga saat mendengar suara pria sedang bercakap-cakap. Matanya langsung membola saat melihat Leo datang bersama Romi, sahabat Adam yang berprofesi sebagai dokter.
“Kenapa kamu ajak dia kemari ? Romi kan dokter kandungan dan saya butuhnya dokter umum.”
“Hanya dokter Romi yang saya kenal dan bersedia datang ke rumah, Pak. Lagipula siapa tahu Ibu sedang hamil juga. Biasanya kan…”
“Ibu, ibu,” omel Adam menatap Leo dengan wajah kesal sementara Romi yang kebingungan menatap Adam dan Leo bergantian.
“Otak kamu lagi kesumbat ? Baru seminggu saya nikah masa udah hamil aja.”
“Tunggu.. tunggu,” Romi menengahi. “Jadi beneran gue disuruh datang untuk memeriksa istri elo selain Erina ? Dan baru seminggu nikah ? Bukannya Erina baru meninggal seminggu yang lalu ? Jadi selama ini elo poligami ?”
“Ceritanya panjang. Sekarang ada yang lebih penting. Eve demam, tadi gue ukur suhunya sampai 39 tapi gue nggak yakin…”
“Eve… Evelyn Putri adiknya Erina ?” tanya Romi dengan mata membola karena terkejut. Adam menghela nafas panjang sebelum mengangguk.
“Selamat Bro !” Adam langsung melotot saat Romi memeluknya ala pria.
“Akhirnya elo bisa mendapatkan dia setelah sekian bulan purnama berlalu. Tapi gimana ceritanya ?” tanya Romi sambil senyum-senyum dan menaik turunkan alisnya.
“Udah gue bilang ceritanya panjang dan kedatangan elo kemari buat periksa Eve bukannya mendengarkan kisah kasih hidup gue.”
Leo menutup mulutnya karena sudah tidak bisa menahan diri untuk tersenyum melihat wajah Adam yang kesal karena kekepoan Romi.
“Ya udah Eve-nya ada dimana ? Gue periksa sekarang.”
“Tunggu !” Adam menahan lengan Romi. “Elo biasa ngurusin masalah hamil menghamili dan kondisi Eve saat ini demam bukan karena hamil. Elo yakin bisa ngobatin dia ?”
Romi memutar bola matanya dan melengos kesal. Pertanyaan Adam sungguh tidak masuk di akal.
“Elo lupa kalau sebelum jadi spesialis gue lulus sebagai dokter umum dulu ? Kalau cuma panas, batuk pilek atau diare, gue masih bisa ngobatin dan buka resep. Penyakit yang nggak bisa gue sembuhin cuma cinta lama yang bersemi lagi.”
Adam sempat melirik Leo dengan tatapan tajam seolah berkata : Urusan kita belum selesai !
“Gimana ? Kalau nggak mau gue mau balik ke rumah sakit, siapa tahu aja ada ibu-ibu yang mendadak mau melahirkan dan perlu di caesar pula. Bayarannya lebih gede, lumayan buat nambah tabungan gue beli lamborghini.”
“Eve ada di atas,” ujar Adam dengan nada kesal.
Kalau tidak ingat demam Eve cukup tinggi dan kepalanya pusing sampai susah membuka mata, rasanya Adam ingin mengusir sahabatnya keluar dari rumah.
“Kamu nggak usah ikutan naik !” tegas Adam menatap Leo dengan galak.
“Masih aja posesif kalau urusan Eve,” ejek Romi sambil mencibir dan mengikuti Adam yang sudah duluan naik ke lantai 2 sementara Leo menunggu di bawah.
Sampai di depan kamar Eve, Adam menyuruh Romi menunggu dulu di luar karena ia ingin memastikan kalau pakaian Eve cukup sopan, tidak terlalu terbuka atau tipis.
“Masuk !”
Romi melengos dan mengikuti perintah Adam lalu menghampiri Eve yang masih berbaring di ranjang.
Adam terus mengawasi Romi yang melakukan pemeriksaan membuat dokter itu malah tambah semangat ingin meledek Adam yang selalu posesif pada Eve.
“Nggak usah periksa ke situ-situ !” tegur Adam saat Romi mengarahkan stetoskopnya ke dada Eve yang tertutup kaos.
“Terus gimana caranya gue tahu kondisi pernafasan dan jantung Eve ?”
“Itu urusan dokter jantung. Lagian Eve nggak sesak nafas dan detaknya baik-baik aja.”
Romi terkekeh karena wajah Adam cemberut seperti anak kecil.
“Udah dikasih obat apa ?”
“Panasnya baru ketahuan pagi ini dan kira-kira 30 menit yang lalu gue kasih parasetamol.”
Eve membuka matanya pelan-pelan karena mendengar suara asing di dekatnya. Adam langsung mendekat dan duduk di pinggir ranjang.
“Masih pusing ?” tanya Adam sambil mengusap kepala Eve.
“Sedikit.”
“Gimana kondisinya Rom ?”
“Hanya demam biasa karena terlalu lelah atau stress ditambah masuk angin. Kalau masih panas, kasih parasetamolnya lagi setelah 4-6 jam dan boleh diulang sampai 2 atau 3 kali. Lihat sampai besok, kalau demamnya nggak juga membaik, elo langsung bawa aja ke rumah sakit.”
Adam mengangguk, tangannya tidak lepas menggenggam jemari Eve membuat Romi tersenyum melihatnya.
“Cepat sembuh ya Eve. Banyak istirahat dan usahakan makanan tetap masuk biarpun sedikit. Jangan mau diajak Adam lembur dulu,” ledek Romi sambil tertawa pelan.
Adam langsung melotot menatap sahabatnya sedangkan Romi malah mengedipkan sebelah matanya pada Eve yang tersenyum sambil mengucapkan terima kasih dengan suara pelan.
“Aku antar Romi sebentar.” Eve hanya mengangguk saat Adam pamit meninggalkannya.
“Elo beneran udah nikah sama Eve ? Erina tahu soal ini ?” tanya Romi saat mereka ada di ujung tangga.
“Baru nikah agama. Erina malah yang maksa kita berdua nikah sebelum dia meninggal.”
“Sepertinya Tuhan sudah berbaik hati memberikan elo kesempatan kedua, Bro, jangan sampai elo sia-siakan lagi.”
“Gue masih belum yakin,” ujar Adam.
Romi menghela nafas sambil tertawa pelan. Sepertinya hanya dia yang tahu bagaimana kehidupan cinta Adam yang sebenarnya.
“Elo hutang penjelasan. Kapan-kapan kita ngobrol lagi. Gue harus balik ke rumah sakit sekarang,” ujar Romi sambil menepuk bahu sahabatnya.
“Thanks udah datang, Rom.”
“Sama-sama. Eve terlalu capek dan stress jadi tanyakan sama diri elo, mau dibawa kemana pernikahan kalian. Nggak usah membebani diri dengan janji pada Erina kalau ujung-ujungnya kalian hanya bisa saling menyakiti.”
Adam tersenyum tipis dan menganggukan kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Sweet Girl
Ada apa tho Dam... 5 th yang lalu...???
2024-02-09
1
Lilik Juhariah
pinisirin kisah cinta mereka
2023-12-22
0
Tri Handayani
cinta lama yg belum kelar y dam'cieeee...udh mlai berani cium"nich adam,,cinta yg mengalahkan kebencian y dam
2023-12-08
2