“Maafkan aku, Mas dan terima kasih,” ujar Erina dengan suara serak dan terbata.
Adam hanya diam, menelaah perasaan apa yang sedang menguasai hatinya. Posisinya berseberanban dengan Eve dan di tengah mereka ada Erina yang sedang setengah berbaring di atas ranjangnya. Wanita itu meminta Adam dan Eve berjabat tangan sebagai bentuk janji akan saling menjaga dan menjadi orangtua untuk Lusia.
“Maafkan aku, Eve dan terima kasih.”
Erina menatap adiknya sambil tersenyum lega sedangkan Eve masih menangis tanpa suara.
“Kenapa harus terus mengucapkan maaf, Mbak ? Sudah lebih dari 50 kali Mbak bilang maaf padaku sejak Mbak sadar dan aku tidak membutuhkannya. Aku ingin mbak punya semangat untuk sembuh atau aku akan menyesal seumur hidup karena sudah membuat Mbak celaka seperti yang terjadi pada papa, mama dan Mas Erlan.”
“Semua ini bukanlah salahmu, Eve.” Erina pun mulai meneteskan air mata.
“Suatu hari kamu akan mengerti alasannya dan Mbak harap kamu…”
Erina tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena nafasnya kembali tersengal. Adam langsung melepaskan tangan Eve dan mengusap-usap punggung istrinya. Erina menatap Adam sambil tersenyum sebagai tanda ucapan terima kasihnya.
“Mbak…”
“Aku ingin menyaksikan langsung pernikahan kalian. Tolong kabulkan permintaanku, Eve.”
Eve sudah berniat ingin protes lagi namun tatapan tsjam Adam seolah melarang Eve membantah permintaan kakaknya. Eve mengangguk sambil berusaha tersenyum manis padahal hatinya menangis dan iba saat melihat Erina makin sulit bernafas normal.
Pernikahan dengan Adam sungguh di luar harapan apalagi Eve harus melepaskan Josh, pria yang sudah berhasil membuatnya berani membuka hati dan kembali percaya akan cinta sejak 2 tahun yang lalu.
Tanpa pakaian pengantin dan dandanan ala putri dari negeri dongeng, Eve harus menerima saat pemuka agama menyatakan dirinya dan Adam sudah menjadi suami istri yang sah.
Tidak ada pelaminan dan pesta meriah, pernikahan dadakan ini hanya dihadiri oleh orangtua Adam, Leo dan Pak Herman mewakili universitas tempat Adam bekerja.
Suasana mengharukan itu bertambah sesak saat suara monitor berbunyi nyaring dan terlihat satu garis lurus di layarnya. Erina pergi untuk selamanya dengan wajah tersenyum.
Adam berdiri dengan wajah sendu di samping ranjang saat dokter menyatakan waktu kematian istrinya dan menutupi wajah Erina dengan kain putih.
***
“Saya akan pulang ke tempat kost dulu untuk merapikan barang-barang saya, Pak,” ujar Eve saat mereka sudah berada di mobil, meninggalkan Erina yang sudah terbaring di tempat peristirahatan terakhirnya.
“Besok saja. Kamu tidak lihat bagaimana Lusi hanya mau denganmu. Baru beberapa hari kamu sudah lupa dengan janjimu pada Erina ?” sahut Adam dengan nada ketus.
Eve melirik bocah 4 tahun yang sedang tertidur pulas dalam pelukannya. Lusi terus menangis dan merengek, minta Eve membangunkan maminya yang tertidur dan bertanya kenapa Erina tidur di kotak kayu yang sempit bukan di tempat tidurnya sendiri.
Eve tersenyum getir dan mengusap kepala Lusi hingga bocah itu menggeliat dan merubah posisinya namun kedua tangannya tetap memeluk Eve.
Tidak ada percakapan lain dengan Adam, hanya suara alunan musik instrumental mengiringi perjalanan mereka selama 35 menit.
“Saya tunggu di ruang kerja,” ujar Adam saat mereka baru saja masuk ke dalam rumah.
Eve hanya bisa menghela nafas karena Adam langsung meninggalkannya sebelum ia sempat menjawab.
***
“Masuk !”
Eve membuka pintu ruang kerja Adam setelah pria itu menanggapi ketukan pintunya.
“Duduk !”
Eve langsung menarik kursi yang ada di hadapan meja kerja Adam. Meskipun sudah beberapa kali menginap di rumah ini saat Erina masih ada, namun baru 2 kali termasuk saat ini, Eve masuk ke dalam ruang kerja Adam.
“Saya ingin memastikan kalau kamu paham tentang kondisi pernikahan kita.”
“Ya, semacam pernikahan kontrak maksud Pak Adam ?”
“Pernikahan kontrak hanya untuk jangka waktu tertentu tapi janjimu pada Erina adalah seumur hidup.”
“Maksud Pak Adam ?” Suara Eve sedikit meninggi dan menatap Adam dengan dahi berkerut.
“Sama seperti dirimu, saya sudah berjanji pada Erina kalau hanya kamu yang akan menjadi maminya Lusi, tidak akan ada wanita lain yang bisa menggantikan posisinya. Tapi harap kamu ingat baik-baik kalau saya tidak akan pernah menjadikanmu sebagai istri yang sesungguhnya. Jangan bermimpi atau berharap keputusan saya akan berubah !”
Eve menarik satu sudut bibirnya melihat tatapan Adam yang sombong dan penuh dengan kebencian.
“Jadi Pak Adam berniat berpoligami ? Mencari wanita lain untuk dijadikan istri dan mengikat saya hanya sebagai ibu pengganti bagi Lusi ?”
“Terserah apa istilahmu,” sahut Adam sambil tersenyum sinis.
“Kalau begitu kita bercerai saja setelah Mbak Erina 100 hari. Saya akan membawa dan membesarkan Lusi sebagai anak kandung bahkan setelah saya menikah lagi dan memiliki anak sendiri.”
“Kamu pikir saya rela ada laki-laki lain dipanggil papi oleh putri kandung saya ?”
“Lusi bisa memanggil suami saya dengan sebutan papa dan tetap memanggil papi pada bapak,” sahut Eve tidak mau kalah sinis dengan Adam.
“Jadi kamu berniat mempertahankan hubungan dengan kekasihmu itu ?”
“Bapak pikir saya pernah bermimpi menggantikan posisi Mbak Erina ?” Suara Eve mendadak tinggi membuat Adam sedikit terkejut.
“Saya memang pernah menjadi penganggum Bapak tapi semuanya malah berakhir dengan situasi yang sangat menyakitkan hati. Saya sempat terpukul dan frustasi karena Bapak hanya bisa membenci tanpa memberikan saya kesempatan untuk mendengar alasannya.”
“Kenapa malah menyalahkan saya ?” Adam balik bertanya dengan nada tinggi juga.
Eve menghela nafas dan meremas bantalan kursi kuat-kuat. Adam pasti belum lupa kalau sudah emosi begini, air mata Eve gampang keluar tanpa permisi tapi saat ini Eve menahannya sekuat tenaga. Dia tidak ingin Adam semakin congkak dan memandang rendah dirinya.
“Untuk sementara saya akan bertahan dengan janji saya pada Mbak Erina untuk menjadi istri dan ibu yang baik di rumah ini. Suka atau tidak, saat ini saya sudah menjadi istri sah Pak Adam.”
Eve beranjak bangun, dadanya bergemuruh menahan emosi yang ingin keluar seperti lahar gunung berapi yang meletus.
Sudah 6 tahun Eve menantikan Adam mengatakan alasannya membenci Eve, Kedekatan mereka sejak Eve masih kecil seolah tidak ada arti sedikit pun dalam hidup Adam.
Apakah kamu pikir aku tidak akan membiarkanmu memilih Mbak Erina sebagai istrimu kalau hubungan kita masih baik-baik saja ? Aku memang sempat kecewa dan sedih tapi kalau cintamu bisa membuat kakakku bahagia, aku akan tetap tersenyum dan menjadi adik kecilmu.
“Jadi kamu akan mempertahankan hubunganmu dengan pria itu ?”
Adam mengulang pertanyaannya saat tangan Eve sudah memegang gagang pintu. Eve tidak langsung membalikkan badan. Alisnya menaut karena suara Adam tidak sekeras tadi.
“Bapak lebih mengenal saya dari siapapun bahkan lebih dari Mas Erlan dan Mbak Erina. Saya yakin bapak sudah tahu jawabannya tanpa perlu mendengar dari mulut saya langsung.”
Eve membuka pintu dan langsung keluar tanpa menunggu ucapan Adam selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Sweet Girl
Aku belum tau alasannya lho Ve...
2024-02-08
1