“Aku ingin minta sesuatu, Mas,” ujar Erina dengan wajah penuh harap menatap suaminya.
“Kamu mau minta apa ? Fokuslah dulu dengan kesembuhanmu. Lusia mulai rewel menanyakan keberadaanmu.”
“Mas Adam.”
“Hmmm”
Erina tidak langsung menjawab karena masih harus mengatur nafasnya yang pendek-pendek. Setelah 2 hari dirawat di ruang ICU, akhirnya dokter mengijinkan Erina dipindah ke kamar perawatan biasa namun wanita beranak satu itu belum bisa sepenuhnya lepas dari alat bantu.
Hari keempat pasca operasi, Erina baru bisa bicara namun tidak bisa mengucapkan kalimat panjang-panjang dan terlalu lama berbicara seperti layaknya orang normal.
“Mas Adam.”
“Kamu mau minta apa ? Akan aku penuhi apapun keinginanmu asalkan kamu sembuh.”
“Janji ?”
Adam langsung menarik satu sudut bibirnya mendengar ucapan istrinya sambil mengangguk.
“Ya, aku akan memenuhi apapun permintaanmu selama masih masuk akal.”
“Pinjam handphone.”
Adam menautkan alisnya karena bingung dengan permintaan Erina namun setelah istrinya mengerjapkan mata beberapa kali sebagai isyarat, Adam pun mengambil handphone miliknya dan memberikan pada Erina.
Sesudah itu Erina minta bantuan Adam untuk merubah posisi tempat tidurnya menjadi setengah berbaring.
Menikahlah dengan Eve.
“Kamu sudah gila ?” suara Adam langsung meninggi usai membaca pesan yang diketik Erina.
“Sampai kapan pun aku tidak akan pernah memaafkan adikmu itu !”
Aku mohon, Mas Adam. Eve akan sebatang kara setelah aku tiada. Aku akan tenang meninggalkannya padamu dan Lusia juga menyayangi Eve, jadi tidak akan sulit baginya untuk menggantikan posisiku.
“Pikirkan saja kesembuhanmu dan jangan pernah minta yang aneh-aneh. Aku akan menyuruh dokter melakukan segala cara untuk menyembuhkanmu.”
Adam langsung menjauh karena tidak ingin berdebat dengan Erina soal permintaannya yang membuat Adam langsung naik darah.
Hanya Erina yang tahu persis alasan Adam membenci Eve namun sekarang ia malah menyuruh Adam menjadikan Eve sebagai istri keduanya dan ibu bagi Lusia.
Adam ragu-ragu untuk keluar karena tidak tega meninggalkan Erina sendirian di kamar. Papa dan mamanya belum datang karena harus mengurus Lusia yang dititip sejak Erika kecelakaan.
Saat mendengar pintu kamar diketuk dan sosok Eve muncul dari balik pintu, Adam memutuskan untuk keluar kamar untuk mencari udara segar.
Eve menganggukan kepalanya sambil teraenyum saat berpapasan dengan Adam dekat pintu. Pria itu tidak melirik sedikitpun membuat Eve yang masih menggunakan kruk hanya bisa tersenyum getir.
“Senangnya melihat Mbak Erina sudah lebih baik hari ini,” ujar Eve saat duduk di samping ranjang Erina.
“Kakimu bagaimana ?”
“Masih agak sakit kalau dipakai berjalan tapi lukanya sudah mulai menutup dan semakih kering. Untuk sementara dokter belum mengijinkan aku jalan tanpa alat bantu supaya kakiku tidak terkilir karena menahan sakit.”
“Kamu sayang Mbak ?”
Mata Eve membola mendengar pertanyaan kakaknya yang tiba-tiba.
“Tentu saja, Mbak. Aku sangat menyayangi Mbak Erina,” sahut Eve dengan mata berkaca-kaca dan kedua tangannya menggenggam jemari kiri Erina.
“Hanya Mbak yang tidak pernah menganggapku sebagai pembawa sial karena selamat dari kecelakaan yang merenggut papa, mama dan Mas Erlan. Hanya Mbak Erina satu-satunya keluarga yang aku miliki. Aku bersyukur karena memiliki kakak sebaik Mbak Erina yang selalu menyayangiku dengan tulus.”
Eve terisak, hatinya sedih sekaligus khawatir mendengar pertanyaan Erina.
“Mbak minta tolong,” lirih Erina.
“Selama aku bisa memenuhinya, apapun keinginan Mbak Erina pasti akan aku penuhi,” tegas Eve di sela-sela isaknya.
Erina melepaskan genggaman Eve dan mengambil handphone milik Adam lalu kembali mengetikkan sesuatu.
Menikahlah dengan Mas Adam dan jadilah ibu untuk Lusia. Aku memang tidak berhak menentukan dengan siapa Mas Adam akan menikah lagi saat aku tiada tapi aku tidak rela membiarkan perempuan lain menggantikan posisiku menjadi maminya Lusia.
Sama seperti Adam, Eve langsung membelalakan mata saat membaca tulisan Erina di layar handphone.
“Kakak pasti sembuh dan tetap menjadi istri Kak Adam dan maminya Lusia,” tolak Eve sambil menggelengkan kepala. Air matanya kembali mengalir.
Dokter sudah menyerah dan aku pun sudah rela jika harus pergi meninggalkan dunia ini tapi hatiku tidak tenang karena kamu akan sendirian. Aku yakin Mas Adam akan menjagamu dengan baik dan menerimamu sebagai istrinya. Kalian pernah sangat dekat jadi tidak akan sulit untuk menerima satu sama lain.
“Aku pun yakin Mbak Erina akan sembuh kembali, jadi tidak usah berpikir terlalu jauh. Mbak harus semangat karena ada Mas Adam dan Lusia yang selalu mencintai Mbak Erina.”
“Aku mohon, Eve,” pinta Erina dengan senyuman getir.
“Kalau sekedar menikah supaya Mbak tenang karena sudah ada orang yang bertanggungjawab atas hidupku, aku akan minta Josh mempercepat rencananya untuk menikahiku.”
Erina menggelengkan kepalanya dengan air mata yang mulai berderai, derik berikutnya Eve dibuat kaget saat melihat tubuh Erina mendadak kejang-kejang.
Eve yang panik langsung menekan tombol panggilan sampai berkali-kali dan memanggil nama Erina yang mulai hilang kesadarannya.
Tidak lama bukan hanya 2 orang perawat yang masuk tapi Adam dan Leo menyusul di belakangnya.
Eve menjauhi tempat tidur Erina atas permintaan perawat. Suasana berubah tegang karena bunyi-bu yian dari monitor alat bantu yang ada di samping ranjang.
“Apa yang kamu lakukan padanya ?” bentak Adam dengan suara yang cukup keras.
“Saya tidak melakukan apa-apa,” sahut Eve sambil menggelengkan kepalanya.
“Bohong ! Kondisi Erina baik-baik saja saat saya meningglkannnya bersamamu !”
“Demi Tuhan saya tidak melakukan apapun pada Mbak Erina, Pak. Dia kakak saya dan hanya tinggal Mbak Erina yang saya punya di dunia ini, jadi mana mungkin saya berniat mencelakainya.”
Adam mengepalkan kedua tangannya di samping dan rahangnya mengeras menahan emosi. Ia bergegas mendekati ranjang Erina dan mengambil handphone yang diletakkan perawat di meja kecil yang ada di samping tempat tidur.
“Maaf Pak, bisakah anda menunggu di luar ?” pinta seorang perawat yang baru saja masuk bersama 2 orang dokter.
Adam tidak menjawab namun bergerak ke arah pintu. Leo menatap Eve dengan iba dan mengajaknya keluar bersama Adam. Gadis itu masih menangis bahkan mulai terisak dan ia sempat menoleh sebelum keluar dari kamar.
Sampai di luar, Leo langsung membawa Eve untuk duduk di ruang tunggu yang ada di dekat lift sementara Adam masih bertahan di depan kamar Erina.
Tangannya menggerakan layar handphone membaca tulisan Erina yang diketik sebagai pesan wa dan dikirim ke nomor tidak bernama di handphone Adam.
Pria itu menghela nafas saat mengeja nomor yang menerima pesan wa dari Erina. Meskipun tidak tersimpan di handphonenya tapi Adam masih ingat nomor itu. Eve sudah menggunakannya sejak 8 tahun yang lalu saat Erlan membelikannya handphone sebagai hadiah kelulusan SMP.
Adam menghela nafas beberapa kali saat membaca tulisan Erina untuk adiknya. Isinya kurang lebih sama dengan kalimat yang Erina ketik untuk Adam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Anonymous
aihhhh beneran sebatang kara ini kalo erina ikut pergi
2024-03-30
1
Sweet Girl
OOO sudah meninggal semua.
2024-02-08
1
Sweet Girl
Emang Kakak pertama ke mana ...?
kok sebatang kara?
2024-02-08
1