(Flashback)
Adam bergegas turun karena ingat dengan kondisi tubuh Eve yang lemah dan mudah demam apabila terkena hujan.
Tanpa pikir panjang, Adam berusaha mengejar Eve dengan mobilnya tapi sampai 30 menit Adam menyusuri jalan keluar dari komplek rumahnya, tidak ada tanda-tanda Eve sedikit pun.
Adam sempat menghubungi Erlan yang langsung menjawab kalau Eve pamit menginap di rumah temannya namun tidak tahu siapa namanya.
Adam yang bingung akhirnya pulang ke rumah setelah 2 jam berkeliling mencari Eve. Dari pembantu di rumah, Adam baru tahu kalau Eve datang membawa motor maticnya. Pantas saja Adam tidak berhasil mengejar Eve yang pasti memutuskan untuk menerobos hujan meskipun cukup deras.
“Kalau begitu biar Parmin yang membawa mobil,” ujar Adam meminta kunci mobil pada Erlan.
“Nggak usah Bro, gue masih bisa setir sendiri. Parmin juga sama capeknya kayak kita. Dia udah menjemput Erina jam 2 pagi untuk ke salon dan bolak balik kesana kemari hampir nggak ada stop-nya.”
“Udah nggak apa-apa, rumah dia juga searah dengan rumah elo. Gue akan kasih uang buat dia naik taksi.”
“Bro…”
“Nggak ada penolakan !”
Erlan tertawa dan menyerahkan kunci mobil pada Adam yang langsung memanggil Parmin, sopir keluarganya.
“Ma, aku bisa pulang sendiri,” rengek Eve saat melihat kedua orang tua dan kakaknya malah bersiap-siap pulang.
“Mau digendong peluk atau belakang ?” ledek Erlan merangkul adik bungsunya yang baru saja genap berusia 17 tahun beberapa bulan yang lalu.
“Memangnya masih kuat ?” Eve mencibir namun kepalanya bersandar pada dada Erlan.
“Masih, habis kamu kayak kue bantet padahal udah umur 17 tahun.”
“Tanya sama mama dan papa kenapa bikin anak bantet kayak aku.”
Erlan tergelak dan mengeratkan pelukannya lalu mencium pelipis Eve dengan penuh cinta. Erlan senang menggoda Eve yang gampang cemberut namun tidak benar-benar ngambek apalagi marah.
“Eve, kamu kok nggak pamit ?” Mama mengingatkan Eve yang sudah mengajak Erlan keluar.
Eve hanya menoleh dan melambaikan tangannya tanpa mengucapkan apa-apa pada Erina yang masih kesal dan Adam yang berwajah datar.
Mama sudah mau menegurnya lagi, tapi Erlan menggelengkan kepala, memberi isyarat pada mama. Erlan tahu suasana hati Eve sedang buruk dan penyebabnya adalah Adam, sahabat baik Erlan yang sekarang menjadi adik iparnya.
Hujan sempat reda saat mobil meninggalkan hotel. Adam pun mengantar mereka sampai ke lobby. Biarpun sudah dekat dengan keluarga Erlan, statusnya sekarang adalah mertua bukan sekedar oranhtua sahabatnya.
Tidak biasanya Eve duduk di kursi penumpang depan atas perintah Erlan. Kakaknya berpikir Eve akan lebih nyaman duduk sendiri dan kalau sampai tertidur, akan lebih mudah Erlan menggendongnya ke kamar.
30 menit kemudian, Adam menerima kabar buruk, mobil yang membawa keluarga istrinya mengalami kecelakaan. Adu banteng dengan truk yang melaju kencang dari arah berlawanan dan tergelincir hingga pindah jalur karena kondisi di lokasi sedang hujan deras.
Kondisi mobil rusak parah bahkan sebagian terjepit badan truk. Parmin, papa dan mama meninggal di tempat sedangkan Erlan sempat dibawa ke rumah sakit namun nyawanya tidak bisa tertolong. Hanya Eve yang selamat. Rupanya Eve tanpa sadar melepas sabuk pengamannya hingga saat tabrakan terjadi, tubuhnya malah terlempar keluar dan jatuh di atas rerumputan.
Erina langsung histeris dan sempat menyalahkan Eve sebagai penyebab kematian orangtua dan kakaknya. Eve memang tidak pernah mendengarnya langsung karena ia sempat tidak sadarkan diri selama 3 hari.
Saat Eve sadar, Erina susah bisa menenangkan diri karena Adam tapi dari tatapan matanya Eve tahu kalau Erina marah dan menyalahkan dirinya.
Seandainya malam itu Eve tidak ngotot ingin pulang dan menginap di hotel, kecelakaan mematikan itu tidak akan membuat Erina dan Eve menjadi anak yat piatu.
(Flashback End)
****
“Kok Lusi sendirian ?” tanya Adam saat masuk ke ruang makan dan melihat putrinya duduk sarapan ditemani Sumi.
Adam melirik kursi di samping putrinya yang selalu diduduki Eve. Pagi ini tidak ada tanda tempat itu digunakan pemiliknya.
“Papi nakal !” omel Lusia sambil melotot pada Adam.
“Memangnya papi salah apa ?”
“Papi marah-marah sama onti sampai sakit.”
Adam menautkan alisnya, tidak yakin kalau Eve sakit hanya karena pertengkaran mereka semalam.
“Sisi dengar Papi marahin onti semalam.”
Adam menghela nafas karena bingung bagaimana menjelaskan pada putrinya.
“Gimana kalau onti pergi jadi pompong lagi kayak mami.”
“Pompong ?” tanya Adam sampai mengerutkan dahinya.
“Kepompong maksud Sisi, Tuan.”
“Kepompong ? Siapa yang bilang mami jadi kepompong.”
“Onti bilang.”
Adam kembali menatap Sumi minta penjelasan, tapi pengasuh Lusia itu menggelengkan kepala karena ia tidak tahu persis ceritanya.
“Lusi mau kemana ?” tanya Adam saat melihat putrinya beranjak dan meninggalkan meja makan dengan wajah cemberut.
“Sekolah tapi ndak mau sama papi. Papi nakal !”
Sumi mengejar Lusia yang keluar setengah berlari sedangkan Adam masih duduk di meja makan sambil memikirkan ucapan putrinya.
Tidak lama Lusia kembali lagi dan langsung membuka kedua tangannya. Adam bingung harus bagaimana hingga Lusia yang mendekat dan memeluk papinya dari samping.
“Onti bilang ndak boleh pergi kalau ndak pamit sama papi. Sisi sekolah dulu.”
Adam tersenyum dan mencium pucuk kepala Lusia. Sebelum bocah itu melepaskan tangannnya, Adam balas memeluknya dengan erat. Tentu saja sikap Adam membuat Lusia terkesima karena papinya tidak biasa melakukan hal semacam ini.
“Belajar yang pintar, ya. Pulang sekolah bantuin papi jaga onti.”
Wajah Lusia langsung berbinar dan mulutnya tidak berhenti tersenyum.
”Papi jangan marahin onti lagi.”
“Iya Papi janji.”
Begitu Lusia pergi, Adam langsung mengirimkan pesan pada Leo, minta supaya asistennya menjadwal ulang semua kegiatannya hari ini karena Adam ingin fokus merawat Eve yang sedang sakit.
Leo sempat mengerutkan dahi saat membaca pesan dari bossnya. Apa mungkin Adam sudah terpanah dengan pesona Eve ?
“Mau dibawa kemana, Bi ?” tanya Adam saat melihat pelayannya membawa nampan berisi bubur, jus dan air putih.
“Tadi Non Eve sempat bikin bubur sendiri sekalian membuatkan sarapan untuk Tuan dan Non Lusi tapi Non Eve sendiri belum sempat makan. Wajahnya kelihatan pucat dan Non bilang kepalanya pusing.”
“Kalau begitu biar nanti saya yang bawa masuk.”
Adam mendahului Bik Asih naik ke lantai 2 dan minta pelayannya yang mengetuk kamar Eve karena khawatir gadis itu tidak mau membuka pintu kalau tahu Adam yang datang.
Sampai beberapa kali bibi mengetuk, pintu masih belum juga terbuka hingga perlahan Adam membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.
Eve ternyata sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Adam pun mengambil nampan yang dibawa bibi dan menyuruh pelayan itu kembali bekerja.
Adam meletakkan nampan di atas meja belajar dan duduk di tepi ranjang memperhatikan Eve yang mulai gelisah. Wajah Eve agak memerah dan dahinya berkerut-kerut meskipun matahya terpejam. Adam mengulurkan tangannya dan menghela nafas saat menyentuh kening Eve yang terasa panas.
Adam keluar kamar berniat mengambil termometer dan parasetamol untuk menurunkan demam, ia pun memghubungi Leo kembali dan meminta asistennya mencarikan dokter yang bisa datang ke rumah.
Kenapa rasanya begitu banyak de javu tentang kita, Eve ? Terakhir kali kamu demam, sekuat tenaga aku menahan diri untuk tidak peduli padamu dan sekarang aku seperti dilemparkan ke situasi yang sama lagi. Tapi kali ini aku tidak akan membiarkanmu, Eve.
Adam meggenggam Eve yang tiba-tiba menangis dan mulai mengigau.
“Maafkan aku Ma. Maafkan aku Pa. Mas Erlan, maafin Eve. Maaf.”
Adam membaringkan tubuh di samping Eve dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Berada di dalam satu selimut membuat Adam bisa merasakan bukan hanya kening dan leher Eve yang panas tapi seluruh kaki dan tangannya juga hangat.
Maafkan aku juga, Eve. Seandainya aku bisa mengulang waktu lagi…..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Tri Handayani
hilangkan egomu adam,,belajarlah menerima eve'sblm kamu nyesel eve d rebut josh lagi.
2023-12-08
2