“Mama,” desis Eve saat melihat mobil mertuanya sudah parkir di depan rumah.
Eve baru saja tiba di rumah setelah membawa Lusia jalan-jalan sekalian berbelanja kebutuhan sehari-hari di supermarket. Lusia sendiri masih pulas tidur dalam gendongan Sumi.
“Apa kabarnya, Ma ? Kapan sampai Jakarta ?” Eve menghampiri mertuanya yang duduk di ruang tengah.
Ekspresi wajah mama Ami tampak kesal membuat Eve sedikit tegang dan bertanya-tanya dalam hatinya.
“Tolong bawa Lusi ke kamarnya,” ujar Eve pada Sumi yang langsung mengangguk setelah menyapa mama Ami.
“Mama kapan sampai Jakarta ?” Eve mengulang pertanyaannya saat sudah duduk di dekat mama.
“Kenapa kalian masih tidur terpisah padahal sudah hampir 2 bulan menikah ?”
Eve terkejut mendengar pertanyaan mama namun berusaha bersikap tenang dan tersenyum.
“Apa Adam masih belum bisa menerima kamu sebagai istrinya ?”
“Nggak begitu, Ma. Mas Adam baik pada Eve, tapi semuanya ini begitu tiba-tiba dan rasanya masih canggung dari ipar jadi suami istri. Eve sendiri belum nyaman kalau harus tidur sekamar dengan Mas Adam selain itu kami sedang mencoba memberi pengertian pada Lusi supaya ia bisa menerima Eve sebagai pengganti Mbak Erina.”
“Kenapa kamu harus canggung, Eve ? Kamu sangat dekat dengan Adam jauh sebelum Erina bahkan sudah beberapa kali kamu ketiduran di kamar Adam saat main ke rumah. Mama selalu percaya sama kamu dan sedikit kecewa saat Adam malah memilih Erina.
Sekarang saat kalian bersatu sebagai suami istri, papa dan mama ikut senang, tidak pernah terbersit dalam pikiran kami kalau kamu merebut Adam dari Erina.”
Eve tersenyum getir meskipun ada rasa bahagia menyelinap di dalam hatinya mendengar ucapan mama Ami. Eve tidak lupa bagaimana mama menangis sambil minta maaf saat Eve datang 3 hari sebelum pernikahan pria itu dengan Erina. Saat dimana Eve menunggu Adam keluar di tengah guyuran hujan deras.
“Tapi status Mas Adam sebagai kakak ipar membuat jarak yang begitu dekat itu menjadi sangat jauh, Ma,” gumam Eve.
Mama menggeser duduknya dan memeluk Eve. Dengan penuh kasih sayang, mama mengusap-usap punggung menantunya itu.
“Mama dan papa paham kalau kamu sakit hati dengan keputusan dan sikap Adam 5 tahun yang lalu tapi percayalah kalau sampai saat ini sebagian hati Adam masih dipenuhi olehmu. Kebersamaan kalian selama 15 tahun tidak akan bisa dihapus begitu saja.”
“Eve akan mengingat ucapan mama tapi sekarang sudah ada Lusi yang perlu diberi pengertian.”
“Lusi tidak terlalu dekat dengan Erina seperti yang terlihat selama ini,” ujar Mama sambil tersenyum getir.
“Maksud Mama ?” Eve tampak terkejut.
“Tidak usah dipikirkan, semuanya sudah lewat. Yang penting sekarang adalah hubunganmu dengan Adam sebagai suami istri. Mama ingin punya cucu dari kalian.”
Mata Eve membola dan wajahnya langsung merona tersipu malu apalagi saat tangan mama kembali menggenggam jemarinya seolah ingin mengatakan kalau mama serius dengan ucapannya.
“Masalah Lusi, Mama akan membantu memberikan pengertian pada anak itu. Mama yakin Lusi pasti senang saat tahu kamu akan menjadi maminya.”
“Eve akan membicarakannya sama Mas Adam, Ma. Soal Lusi, Eve sempat bertanya soal posisi ibu pengganti dan Lusi langsung senang kalau Eve menjadi mami barunya.”
“Nah kan ? Mama juga sudah menduga kalau Lusi pasti akan menerima kamu. Papa dan mama juga senang akhirnya kamu yang menjadi istri Adam.”
Eve tersenyum canggung. Hubungan mereka pernah sangat dekat bahkan Eve sering datang ke rumah keluarga Adam dengan alasan les pelajaran.
Sebetulnya Erlan lebih pintar tapi tidak pernah mau membantu Eve yang mulai kesulitan belajar fisika, kimia dan matematika saat kelas 7 Eve pun beralih minta tolong pada Adam yang akhirnya memberikan les cuma-cuma untuk adik sahabatnya.
”Papa dimana, Ma ? Masih di Belanda atau ikut pulang ke Jakarta ?”
“Papa lagi ke kantor Adam. Sebetulnya om Benny dan tante Lia mengajak kami menetap di sana karena hanya tinggal papa, satu-satunya kakak yang om Benny punya, dan papa bermaksud menemui Adam untuk berdiskusi, tapi tadi mama sudah telepon papa supaya menunda rencana itu. Mama mau masalah kalian tuntas dulu, baru mama bisa tenang tinggal jauh dari kalian.”
“Ma, semuanya butuh waktu. Semuanya bukan kesalahan Mas Adam saja, Eve juga agak susah menerima kenyataan dan menempatkan diri sebagai istri Mas Adam. Kalau Mama dan Papa ingin pindah nggak masalah, Eve dan Mas Adam pasti akan baik-baik saja.”
“Maaf kalau kamu harus mendapatkan Adam sebagai bekas kakakmu,” ujar mama dengan wajah sendu dan menggenggam jemari Eve.
“Padahal sejak dulu, kami terutama mama selalu mendoakan supaya kalian berjodoh dan menjadi satu-satunya pasangan dalam hidup kalian.”
“Ma, kenyataan yang Eve maksud bukan masalah Mas Adam bekas atau baru, tapi dari kakak ipar jadi suami,” ujar Eve sambil tertawa pelan.
“Mama harus ketemu Adam langsung. Rasanya mulut mama sudah gatal mau memarahi anak itu dan menjewer telinganya. Nggak malu sama umur yang sudah di atas kepala 3 dan lupa kalau sudah jadi papapa. Kelakuan masih kayak bocah, diberi kesempatan kedua bukannya dimanfaatkan sebaik-baiknya malah kamu diacuhkan begitu saja,” omel mama dengan wajah kesal.
Eve hanya tertawa pelan dan mengeratkan genggamannya. Ada rasa bahagia karena kasih sayang orangtua Adam tidak pernah berkurang apalagi berubah padahal setelah Adam menikah dengan Erina, Eve tidak pernah lagi datang ke rumah Adam karena perubahan sikap Adam yang drastis dan demi menjaga perasaan kakaknya.
***
“Papa ? Kapan sampainya ?”
Adam terkejut melihat papa Damian duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Adam baru saja kembali ke ruangan setelah rapat internal bersama para Kepala Divisi.
“Kemarin siang.”
“Kenapa nggak kasih kabar sebelumnya ? Aku bisa menjemput di bandara. Papa pulang sendiri atau sama mama ?”
“Mama sengaja tidak mau memberi kabar padamu atau Eve, mau kasih kejutan katanya. Sekarang mama ada di rumahmu bertemu Eve dan Lusi dan sepertinya Mama mendapatkan sedikit kejutan di sana.”
“Papa kenapa nggak minta aku datang ke rumah atau menunggu di rumahku ? Aku pasti akan langsung pulang kalau tahu Papa dan Mama sudah di Jakarta.”
“Sebetulnya Papa ingin ngobrol santai denganmu karena ada hal yang ingin Papa diskusikan, tapi sepertinya rencana ini harus Papa tunda sampai Mama memberi lampu hijau.”
“Masalah apa, Pa ?”
“Om Benny mengajak Papa pindah dan menetap di Belanda supaya bisa dekat dengannya. Setelah 2 bulan mencoba tinggal di sana, sepertinya papa dan mama cocok menghabiskan masa tua di sana apalagi kami berpikir kamu sudah menikah dengan Eve. Mama sudah lega dan percaya kalau hidupmu akan lebih bahagia bersama Eve, tapi….”
Papa Damian sengaja tidak melanjutkan kalimatnya. Ia menghela nafas panjang dan menatap putra semata wayangnya dengan mata menyipit.
“Mama minta papa memberi kabar pada om Benny kalau kami berdua menunda rencana itu karena ternyata kamu masih saja bersikap keras pada Eve bahkan kalian masih tidur di kamar yang berbeda.”.
“Pasti Eve langsung laporan ke mama,” gumam Adam sambil menarik satu sudut bibirnya. Wajahnya terlihat kesal karena yakin dengan tebakannya.
Papa teesenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya.
“Sampai kapan kamu akan menjadikan Eve sebagai kambing hitam ?”
Adam tidak langsung menjawab, hanya menarik nafas panjang karena ia sendiri tidak tahu jawabannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Lilik Juhariah
knp benci banget sama eve
2023-12-22
1
Tri Handayani
gmna adam,,orang tua kamu aja begitu care dn sayang dg eve,,msa kamu diam d tmpt dg kesalahpahaman
2023-12-12
3