“Ada apa, Pak ?”
Adam bergeming sambil menatap mata Eve lekat membuat debar jantung Eve makin tidak karuan.
“Eve, mulai sekarang berhentilah memanggil saya bapak. Saya sudah bukan lagi seorang dosen dan kita berdua adalah suami istri.”
“Bapak mau saya panggil apa ? Bukannya bapak pernah bilang kalau sampai kapanpun saya tidak akan pernah menjadi istri sungguhan ?”
Eve memberanikan diri membalas tatapan Adam yang terlihat canggung sampai mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Tidak mungkin kamu menjadi maminya Lusi tanpa menjadi istri saya,” sahut Adam sambil mengusap tengkuknya sendiri.
“Dan soal panggilan enaknya kamu aja, Mas Adam juga boleh.”
Terserah tapi langsung nentuin sendiri, gengsi dipelihara, gerutu Eve.
”Lalu bagaimana ceritanya saya jadi istri sekaligus mamanya Lusi kalau pernikahan kita sebatas kawin siri ?”
“Saya sudah minta Leo untuk segera mendaftarkan pernikahan kita ke kantor catatan sipil.”
”Selain jadi mamanya Lusi apa ada konsekuensi lain yang harus saya lakukan sebagai istri Pak.. maaf lidah saya belum terbiasa lagi, Mas Adam.”
“Kamu sudah cukup baik menjalankan peran istri selama sebulan ini, bisa saya kasih nilai B+,” canda Adam sambil tertawa pelan.
Dasar om-om, bercandanya garing dan nggak lucu tapi tertawa.
“Barusan Mas Adam bilang sudah bukan dosen saya tapi malah memberi nilai kayak habis ujian aja,” gerutu Eve dengan wajah ditekuk.
Adam pura-pura tidak mendengar omelan Eve.
“Pak Adam yang terhormat, maksud pertanyaan saya sebagai istri bapak apakah berarti saya harus tidur sekamar dengan bapak , melayani di atas tempat tidur sampai memberikan keturunan ?”
Mata Adam membola karena tidak menduga Eve berani mengajukan pertanyaan seperti itu.
“Ini sudah malam, sudah waktunya kamu istirahat dan saya juga mau mandi. Tugas skripsimu dilanjutkan besok lagi aja.”
“Jadi pembicaraan kita kentang begini ?” omel Eve mengikuti Adam yang bergegas naik ke lantai 2.
“Kentang apalagi ?”
“Kena tanggung. Sebagai dosen bapak selalu menuntut jawaban saya sebagai mahasiswa tapi sebagai suami bapak tidak bisa memberikan kepastian atas pertanyaan saya.”
Adam berhenti di ujung tangga, memasang wajah datar dan sok dingin demi menutupi jantungnya yang berdebar-debar bukan karena habis naik tangga cepat-cepat.
“Dan kamu adalah mahasiswi yang paling tidak konsisten ! Sebentar memanggil saya Pak dan detik berikutnya lagi Mas. Tidak bisakah kamu lebih tegas dalam menentukan pilihan. Mulai besok tidak boleh berubah-ubah, panggil saya MAS karena pernikahan kita sah di mata agama dan negara !”
Adam bergegas meninggalkan Eve menuju kamarnya. Degup jantungnya benar-benar makin tidak karuan. Adam takut Eve bisa mendengar dan melihat debarannya seperti di film-film kartun.
Kenapa tidak pernah bilang terus terang bagaimana perasaan Mas Adam pada saya ? Kenapa selalu meragukan saya ?
***
“Onti kapan mami selesai jadi kepompongnya ?” tanya Lusia saat Eve baru saja selesai membacakan dongeng pengangtar tidur.
“Sebentar lagi.”
“Apakah mami akan datang kemari sebagai kupu-kupu yang cantik untuk bertemu dengan Sisi ?”
“Tentu saja. Mami akan pamitan sama Sisi sebelum pergi bersama kupu-kupu yang lain.”
Wajah Lusia berubah sendu bahkan matanya sudah berkaca-kaca sementara tangannya masih memilin-milin ujung selimut sejak tadi.
“Sisi kangen mami.”
“Mami juga pasti kangen sama Sisi.”
Eve membawa bocah itu ke dalam pelukannya dan mengusap-usap punggung Lusia dengan penuh kasih sayang.
“Apa onti akan seperti mami ? Jadi kepompong dan pergi dari Sisi ?”
Eve menggigit bibir bawahnya menahan rasa sedih yang membuat air matanya ingin keluar juga.
“Onti akan menemani Sisi sampai besar nanti. Mungkin kalau Sisi sudah seperti onti atau papi, onti akan jadi kepompong juga kayak mami.”
Lusia melerai pelukan dan menatap Eve dengan wajah yang basah oleh ar mata.
Eve mengambil tisu dan mengelap wajah Lusia. Hatinya terenyuh namun ia berusaha tersenyum untuk menenangkan hati Lusia.
“Onti, mau jadi maminya Sisi ?”
Mata Eve sedikit membola karena tidak menduga Lusia akan memintanya secepat ini.
“Memangnya Sisi nggak masalah kalau onti jadi maminya Sisi ?” Bocah itu menggelengkan kepala.
“Sisi sayang onti kayak sayang sama mami. Onti mau jadi maminya Sisi ?”
“Mau, onti juga sayang sama Sisi.”
Lusia mulai mengembangkan senyumannya dan langsung melompat ke dalam pelukan Eve. Untung saja Eve masih bisa mengimbangi gerakan Lusia hingga mereka tidak sampai terjembab ke lantai.
“Sisi sayang onti.”
Eve tersenyum saat Lusia melepaskan pelukannya dan meloncat-loncat kegirangan di atas ranjang. Sesuai usianya, emosi Lusia masih mudah berubah-ubah hingga Eve belum tega menjelaskan alasan Erina tidak akan pulang dan cerita tentang kupu-kupu hanyalah perumpaaan saja.
“Eve, papi bilang jangan suka lompat-lompat di atas ranjang.”
Kedua perempuan beda generasi itu langsung menoleh dan melihat Adam masuk masih memakai pakaian kerjanya.
“Papi !” Lusia merentangkan kedua tangannya minta digendong Adam.
“Papi belum mandi jadi masih kotor dan bau. Ayo tidur sekarang, sudah malam.”
“Papi, onti mau jadi maminya Sisi. Onti janji nggak akan jadi kupu-kupu kayak mami.”
Adam mengerutkan dahi dan menatap Eve minta penjelasan tapi Eve pura-pura tidak melihat. Sudah 3 hari ini Eve memang sengaja menghindari Adam dan memasang muka perang. Hati Eve masih kesal karena sikap Adam malam itu.
“Sekarang Sisi tidur dulu, besok hari terakhir tes di sekolah. Onti janji akan nungguin Sisi di sekolah.”
“Habis itu kita ke kantor papi. Boleh kan, Pi ?”
Lusia menatap Adam dengan puppy eyesnya membuat Adam langsung tersenyum dan mengangguk.
“Hore !”
Lusia melompat lagi di atas ranjang karena kegirangan. Eve memegang tangan Lusia dan memberi isyarat supaya bocah itu berhenti melompat dan masuk ke dalam selimutnya.
Adam mematikan lampu kamar dan Eve mulai menanyikan lagu pengantar tidur seperti kebiasaannya selama sebulan ini.
Lusia yang kelelahan akhirnya tertidur kurang dari 10 menit. Setelah memastikan bocah itu sudah benar-benar pulas. Eve beranjak bangun dan keluar kamar, digantikan oleh Sumi yang biasa menemani Lusia tidur setiap malam.
“Kenapa kamu harus nengarang cerita Erina jadi kepompong ? Apa kamu sadar sudah mengajarkan Lusi bagaimana cara berbohong ?”
“Saya tidak bermaksud seperti itu,” sahut Eve yang terus melangkah menuju kamarnya di lantai 2.
“Kalau begitu jelaskan sama saya kenapa kamu sampai berpikir menciptakan cerita konyol seperti itu ?”
Eve masih mengabaikan Adam yang berjalan di belakangnya hingga akhirnya pria itu menahan lengan Eve.
“Kamu masih kesal dengan kejadian 3 hari yang lalu ? Kenapa jadi kayak anak kecil yang ngambek karena nggak dapat permen ?”
“Saya nggak ngambek ! Perasaan Mas Adam aja yang terlalu sensitif,” cibir Eve.
Ia menghentakkan tangannya hingga pegangan Adam terlepas namun pria itu berhasil menyusul Eve dan menggunakan kakinya untuk menahan pintu kamar sebelum Eve menutupnya.
“Mas Adam mau ngapain ?” tanya Eve saat Adam mendorong pintu kamar dan masuk ke dalam.
Adam tidak menjawab, tangannya mengambil kunci kamar yang menggantung di pintu.
“Temui saya di ruang kerja 30 menit lagi kalau kamu mau kunci kamar ini kembali.”
“Kembalikan kunci kamar saya !”
Adam menahan tubuh Eve yang berusaha mendekatinya sambil menyeringai lalu memasukkan kunci itu ke dalam saku celana panjangnya.
“Silakan aja kamu ambil sendiri.”
Eve menatap Adam dengan wajah ditekuk dan bibir mengerucut. Adam tersenyum mengejek karena tahu kalau Eve tidak akan berani menerima tantangannya.
“Jangan lupa, 30 menit lagi,” tegas Adam sambil menarik satu sudut bibirnya.
Eve menggerutu kesal saat Adam keluar dari kamarnya. Pria itu tersenyum puas dan berpikir kalau ia telah berhasil membuat Eve menurut padanya.
Silakan ambil saja, saya nggak peduli ! Mas Adam pikir saya nggak bisa mengganti kuncinya ?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Lilik Juhariah
bagus ceritanya aku sukaaa
2023-12-22
0
Tri Handayani
next thorrr'semangat up...
2023-12-10
0
Luh Kertiasih
up,nya lbih bnyk lgi dong...👍
2023-12-09
3