“Jadi dia malah ketagihan menjadikan Mas Adam tempat curhat setelah Mas Erlan nggak ada ?” tanya Eve sambil mengikuti Adam yang membawa Lusia ke ruangan di balik lemari besar.
Eve tidak menduga kalau Adam memiliki kamar pribadi di dalam ruang kerjanya. Seumur-umur baru kali ini ia masuk ke ruangan Adam karena bangunan ini memang belum lama berdiri.
Sebelumnya perusahaan yang dibangun Adam dan Erlan hanya menempati rumah kontrakan satu lantai lalu dalam 2 tahun pindah menyewa bangunan ruko 4 lantai. Seiring berjalannya waktu, usaha mereka makin berkembang sampai bisa membeli sebidang tanah di pinggiran Jakarta.
Sedikit demi sedikit keduanya mulai membangun gedung kantor sendiri dan saat Erlan meninggal, bangunan 5 lantai yang digunakan Adam saat ini masih dalam proses pembangunan.
“Apa maksud kamu ?”
“Mas Adam lupa kalau dulu saya pernah bilang kalau Siska itu sukanya sama Mas Adam tapi Mas Adam malah menertawakan saya dan bilang kalau ucapan saya seperti omelan pacar yang sedang cemburu karena Siska sukanya sama Mas Erlan bukan Mas Adam.”
“Faktanya memang begitu. Sampai Erlan meninggal, status mereka masih sepasang kekasih.”
“Itu semua hanya kamuflase,” cibir Eve.
Setelah merebahkan Lusia di atas ranjang, Adam menghampiri Eve yang berdiri di kaki tempat tidur dan berdiri di hadapannya.
“Kenapa kamu berpikiran seperti itu ?” tanya Adam sambil menautkan kedua alisnya.
“Yakin mau dengar ? Nggak menganggap pendapat saya sebagai omongan anak kecil yang sotoy ?” sindir Eve.
Adam hanya menatap Eve sambil melipat kedua tangannya, memberi isyarat kalau ia siap mendengarkan pendapat Eve.
“Mana ada pacar yang lebih suka nebeng sama sahabat cowoknya. Saya perhatikan setiap kali datang ke rumah atau saat kalian pergi bareng, Siska lebih pilih pulang sama Mas Adam padahal saya lihat Mas Erlan nggak keberatan untuk mengantarnya pulang.”
“Aku bersedia karena memang rumah kami searah. Saat itu setiap rupiah sangat berharga buat aku dan Erlan yang sedang mengembangkan usaha, jadi salah satu cara kami berhemat ya begitu. Apalagi Erlan tahu kalau aku nggak punya perasaan apapun sama Siska.”
“Tapi saya nggak bisa terima karena Siska sengaja bersedia menerima cinta Mas Erlan supaya tetap bisa dekat sama Mas Adam. Orang bisa berbohong lewat sikap tapi mata adalah jendela hati yang nggak bisa memanipulasi perasaan manusia.”
“Waktu itu pikiran kamu tua banget ya, baru juga kelas 8 tapi mikirnya udah kayak wanita umur 25 tahun,” ujar Adam sambil terkekeh.
“Yang namanya perempuan jatuh cinta, mau kecil apa dewasa bahkan nenek-nenek sekalipun, gejalanya sama aja tapi buat saya Siska bukan cinta beneran, hanya obsesi.”
“Kamu pernah merasakan gejala yang sama ? Jatuh cinta sama cowok tapi diabaikan atau malah ditolak ?”
Mata Eve membola karena tiba-tiba Adam mencondongkan tubuh ke arahnya. Spontan Eve mundur dan hampir terjatuh ke belakang tapi dengan sigap Adam memegang tangan Eve dan memeluk pinggangnya hingga posisi mereka bukan hanya dekat tapi menempel.
Keduanya sempat bergeming dan saling menatap tanpa kata, jantung mereka sama-sama berdebar tidak karuan.
“Apa ada alasan lain yang membuat kamu yakin kalau Siska tidak sungguh-sungguh mencintai Erlan ?”
Eve mengangguk dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Adam tapi pria itu malah mengeratkan pelukannya membuat Eve tambah gugup.
“Kalau memang dia cintanya sama Mas Erlan seharusnya dia tidak mencari-cari alasan saat Mas Adam menikah sama Mbak Erina. Waktu itu saya dengar sendiri Mas Erlan sampai memohon supaya Siska datang karena ingin dikenalin sama keluarga papa dan mama sekalian diperkenalkan sama orang banyak tapi Siska tetap menolak dengan alasan omanya yang sakit-sakitan sedang kritis.”
”Erlan nggak pernah cerita masalah itu,” ujar Adam dengan nada menyesal.
“Udah lewat, nggak ada gunanya diseselin yang penting ke depannya. Mas Adam harus hati-hati sama dia, jangan gampang dimanfaatin lagi.”
“Siska sudah nikah, baru setahun lalu.”
“Nikah karena cinta atau patah hati karena Mas Adam udah nikah 5 tahun sama Mbak Erina,” sindir Eve sambil mencebik.
Adam tertawa dan tangannya menyentil kening Eve.
“Mau dulu atau sekarang omongan kamu memang kayak pacar yang lagi cemburu. Kamu beneran cemburu sama Siska ?”
“Iya, saya cemburu dan kesal karena Mas Adam terlalu naif untuk melihat niat buruknya,” sahut Eve cepat dengan wajah cemberut.
Adam terkejut mendengar pengakuan Eve yang jujur dan spontan, membuat hati Adam langsung dipenuhi rasa bahagia hingga tanpa sadar ia menarik kedua sudut bibirnya
“Kenapa ? Mas Adam keberatan ? Apa cuma suami yang boleh cemburu sampai melarang istrinya dekat-dekat sama pria lain ? Apa suami nggak merasa bahagia kalau sedang dicemburui oleh istrinya ?”
Adam terdiam sambil menatap mata Eve lekat-lekat membuat gadis di depannya kembali gugup dan berusaha melepaskan diri.
“Sejak kapan kamu jadi perempuan yang berani dan terus terang begini ?” tanya Adam dengan suara pelan mirip gumaman.
“Sebetulnya sejak dulu tapi Mas Adam selalu menganggap ucapan saya hanya sebagai celoteh anak remaja yang suka ngomong asal tanpa dipikir dulu.”
“Kenyataannya kamu memang masih anak kecil yang suka merengek dan manja kalau sedang sakit,” ledek Adam sambil mencibir.
“Saya hanya bersikap begitu pada Mas Erlan dan Mas Adam. Di sekolah saya dikenal sebagai cewek tomboi yang mandiri dan kuat serta nggak mudah dideketin sama cowok.”
“Oh ya ? Terus gimana ceritanya kamu bisa jatuh cinta sama cowok yang mengabaikan perasaan kamu ? Jangan bilang kalau dia adalah cowok yang pernah kamu cuekin demi gengsi.”
Eve kembali cemberut karena merasa Adam pura-pura tidak tahu siapa yang dimaksud olehnya.
Adam tertawa pelan dengan posisi tidak lagi memeluk pinggang Eve bahkan sedikit menjauh.
“Jangan ketawa !” ketus Eve.
“Kenapa ? Takut jatuh cinta padaku dan diabaikan lagi kayak cowok yang dulu ?”
Eve menghela nafas kesal. Ia sengaja menabrak lengan Adam dengan bahunya saat berjalan melewati cowok itu.
“Mau kemana ?” Adam menahan lengan Eve.
“Mau cari angin, terlalu panas di sini, lagian Lusi masih tidur juga,” gerutu Eve.
Adam malah menarik Eve ke dalam pelukannya dan dengan tangan lainnya ia memegang pipi Eve.
“Aku akan ajarkan bagaimana membuat pria yang sudah tahu perasaanmu tapi pura-pura bodoh itu bisa membaca perasaanmu dan yakin kalau kamu nggak main-main.”
“Gimana caranya ?” tanya Eve dengan alis menaut.
Bukannya mengjawab, Adam malah menyambar bibir Eve, membuat mata gadis itu langsung membelalak.
Tangannya berusaha mendorong tubuh Adam tapi seluruh tulangnya terasa lemas hingga tidak sanggup memberontak. Suara hatinya ingin menolak tapi tubuhnya justru membiarkan Adam memperdalam ciumannya, memaksa Eve membuka mulut supaya Adam bebas berkesplor dengan lidahnya.
Tubuh Eve makin tegang sampai kedua tangannya malah meremas kemeja Adam sambil menutup
kedua matanya. Adam yang sempat membuka mata tersenyum saat melihat Eve mulai memejamkan mata.
“Papi sama onti lagi ngapain ?”
Spontan keduanya langsung membuka mata dan saling menjauh.
“Lusi kok udah bangun ?” tanya Adam sedangkan Eve menoleh ke lain arah, tidak sanggup menatap Lusia karena wajahnya sudah merah padam karena malu.
“Papi sama onti lagi ngapain ?” Lusia mengulangi pertanyaaan yang membuat Adam hanya bisa mengusap tengkuknya sambil tersenyum canggung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Sweet Girl
Papi lagi ngobatin Onty.
2024-02-09
1
𝘛𝘳𝘪𝘚
aunty kelilipan luci/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2023-12-11
3
Luh Kertiasih
wkwkwkk....oo...kmu ktauan...🤭🤣
lnjut Thor....👍
2023-12-11
1