“Loh, sudah masuk kerja, Pak ?”
Leo nampak terkejut saat melihat Adam sudah berada di depannya.
”Ada larangan saya datang ke perusahaan sendiri ?” sahut Adam dengan nada ketus langsung masuk ke ruangannya.
Leo mengerutkan dahinya menoleh ke arah Mira, sekretaris yang membantunya di situ. Mira langsung mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.
“Aku masuk dulu,” ujar Leo bergegas bangun, membawa tab dan setumpuk map yang perlu ditandatangani Adam.
Leo langsung masuk setelah mengetuk pintu dan melihat Adam sedang duduk di mejanya sedang membuka laptop namun wajahnya yang biasa datar terlihat sedang kesal.
Seperti biasanya, Leo duduk di kursi hadap yang ada di depan Adam, membacakan jadwal bossnya, menyampaikan informasi seputar perusahaan dan membahas dokumen yang perlu ditandatangani Adam.
“Semua jadwal pertemuan sudah saya undur ke minggu depan termasuk rapat internal. Hanya ada beberapa dokumen penting yang perlu ditandatangani termasuk persetujuan gaji bulanan.”
Adam tidak bereaksi, tatapannya masih fokus ke layar laptop. Leo masih menunggu, biasanya Adam langsung mengambil satu dua dokumen dan mengajukan pertanyaan pada Leo seandainya ada yang belum jelas.
“Pak Adam ?”
Adam menghela nafas, raut wajahnya belum berubah. Ia menekan tombol di laptopnya lalu menatap Leo.
“Ada masalah lain ?”
“Tidak ada, Pak. Soal dokumen…”
“Aku akan memanggilmu setelah selesai.”
Leo mengangguk tanda mengerti dan beranjak bangun, meninggalkan Adam sendirian.
Dahi Leo masih berkerut saat menutup pintu, memikirkan alasan sikap Adam yang berbeda pagi ini. Selama 4 tahun bekerja sebagai asisten pribadi Adam, belum pernah Leo melihat wajah bossnya sekesal sekarang.
Kehidupan Adam cenderung datar dan pria itu hampir jarang menunjukkan perasaannya lewat ekspresi wajah.
Seharusnya wajah Adam terlihat sedih dan terpukul karena baru saja kehilangan istri tapi pria itu malah terlihat kesal seperti anak kecil yang tidak kebagian permen. Leo tersenyum karena teringat sesuatu.
Selain pekerjaan, hanya ada 1 orang yang bisa membuat emosi Adam naik turun : EVELYN. Adam tidak pernah menceritakan alasannya tapi menurut analisa Leo, hati bossnya tidak benar-benar membenci Eve.
Sementara di dalam ruangan, Adam sudah beranjak dari kursinya dan berdiri di depan jendela besar menatap keluar sambil menghela nafas beberapa kali.
Semalam Adam tidak bisa tidur dengan tenang tapi anehnya bukan karena kehilangan Erina melainkan ucapan Eve sebelum gadis itu meninggalkan ruangannya.
Bapak lebih mengenal saya dari siapapun bahkan lebih dari Mas Erlan dan Mbak Erina. Saya yakin bapak sudah tahu jawabannya tanpa perlu mendengar dari mulut saya langsung.
Ucapan itu menganggu Adam karena sanggup membangkitkan kenangan bersama Eve yang sudah dikuburnya dalam-dalam sejak ia menikah dengan Erina.
Sekeras apapuh Adam berusaha termasuk mengobarkan api kebencian pada Eve, hidupnya semakin terikat dengan Eve dan sekarang gadis itu malah menjadi istrinya !
Semalam Adam bermaksud mengggertak Eve membuatnya berubah pikiran setelah Erina tiada. Akan lebih mudah bila gadis itu minta pada Adam untuk membatalkan pernikahan mereka yang belum sah secara hukum, tapi pagi ini dengan penuh keyakinan, Eve malah menegaskan kalau ia akan menjalani permintaan Erina sebagai takdir hidupnya.
Hati Adam sempat dibuat bergetar dengan pernyataan Eve yang terdengar manis dan tidak main-main tapi mendadak semuanya berubah saat Josh datang.
Adam merasa seperti dejavu dengan kejadian 7 tahun lalu. Perasaan kecewa dan sakit hati seolah membuncah kembali, mengoyak luka lama yang sudah kering namun menyisakan bekas yang tidak bisa hilang.
Adam kembali menghela nafas. Rasanya ingin berteriak di depan wajah Eve sambil bertanya mengapa gadis itu selalu mempermainkan perasaan Adam.
Handphone Adam bergetar dan dahinya langsung berkerut saat melihat panggilan dengan nama TOXIC di layarnya. Tangan Adam hampir menekan tombol hijau namun bayangan peristiwa pagi ini membuatnya urung menjawab panggilan itu.
Ternyata si penelepon tidak putus asa, meskipun sudah 5 kali panggilannya diabaikan, ia tidak berhenti menghubungi Adam hingga akhirnya pria itu mengalah dan menekan tombol hijau.
“Mas Adam.”
“Sudah aku bilang…”
“Saya boleh ijin ke tempat kost ? Saya mau mengosongkan kamar sekalian pamit sama ibu kost”
Hampir saja Adam mengucapkan sama siapa ? Diantar pacarmu ?
“Terserah !”
“Saya mau ajak Lusi dan Sumi, boleh ? Diantar sama Pak Iman.”
“Jangan bawa-bawa anak saya kalau kamu mau pacaran dengan pria lain ! Perempuan macam apa yang mengaku ibunya tapi mengajak anak pergi dengan kekasihnya.”
Terdengar helaan nafas Eve dan tentu saja Adam tidak bisa melihat kalau gadis itu sedang tersenyum sambil memutar bola matanya.
“Mas Adam kena sambet apaan sih di jalan ? Sejak kapan Pak Iman atau Sumi jadi kekasih saya ?”
Mata Adam membola mendengar ucapan Eve yang disertai tawa. Ia langsung memukul-mukul kepalanya sendiri.
Bodoh ! Kenapa aku harus terganggu dengan pemandangan tadi pagi sampai salah fokus ? Ingat Adam pernikahan ini terjadi karena permintaan Erina bukan cinta. Semuanya sudah berakhir sejak 5 tahun lalu, batin Adam.
“Mas Adam ! Mas Adam !”
”Aku masih belum tuli !” omel Adam.
“Habisnya dipanggil-panggil diam aja. Gimana ? Boleh saya ajak Lusi diantar sama Pak Iman ?”
“Ya.”
“Terima kasih Mas Adam.”
Adam langsung menutup teleponnya tanpa membalas ucapan Eve. Ia kembali menatap keluar jendela, mengatur nafasnya yang tidak teratur karena degup jantungnya terasa lebih cepat.
***
“Ini kamar onti ?” tanya Lusia saat masuk ke kamar kost yang ditempati Eve hampir 4 tahun.
“Iya, kalau lagi nggak di rumah Sisi, onti bobo di sini ?”
“Kenapa nggak bobo di rumah Sisi aja ?”
“Sekolah onti lebih dekat dari sini tapi mulai sekarang onti akan tinggal terus sama Sisi. Boleh ?”
“Boleh banget !” Lusia langsung memeluk Eve yang sedang duduk di depan lemari pakaiannya.
“Bobo sama Sisi terus juga boleh.”
“Katanya sudah besar dan jagoan, masa bobo harus ditemani onti atau mbak Sumi.”
“Iya, Sisi udah besar, udah pintar baca tulis dan berhitung.”
Eve memberikan 2 jempolnya dan membiarkan Lusia membantunya mengepak barang-barang miliknya dibantu Sumi.
Eve baru membawa sebagian karena waktunya terlalu pendek. Siang ini ia berniat memberikan kejutan untuk Adam dengan mengajak Lusia ke sana untuk makan siang.
“Jadi ke kantor papi ?”
Eve menyentuh layar handphonenya melihat waktu menunjukkan pukul 11 siang. Sebelumnya Eve sudah mengirim pesan pada Leo soal rencana kejutannya dan minta pada asisten Adam itu supaya menolak kalau bossnya minta dibelikan makan siang.
“Sisi mau kan makan siang sama papi ?”
“Mau ! Mau !”
Eve senyum-senyum sepanjang perjalanan sambil mendengarkan Lusia yang terus berceloteh. Sesekali bocah itu berubah sedih saat teringat dengan Erina namun Eve selalu berhasil mengalihkan perhatian Lusia supaya kembali ceria.
35 menit kemudian, mobil yang dikemudikan Pak Iman sudah berhenti di depan bangunan kantor Adam. Eve sengaja memberikan uang pada Sumi dan menyuruh perawat Lusia itu mencari makan bersama Pak Iman.
Lusia yang sudah tidak sabar langsung berlari ke depan lift. Eve menyapa semua orang yang ditemuinya sambil tersenyum ramah. Mereka sudah mengenal baik keduanya karena Eve sendiri sempat magang selama 6 bulan di perusahaan milik Adam dan Erlan ini.
Sampai di lantai 4, Lusia yang sudah tidak sabar menarik tangan Eve untuk bergegas menemui papinya. Keduanya sudah sepakat untuk diam-diam masuk ke ruangan Adam tanpa mengetuk.
Belum sempat keduanya membuka pintu ruangan Adam, pria itu sudah muncul dari dalam ruangannya.
“Papi !”
Lusia langsung berlari menghampiri Adam yang spontan membungkukan badan dan membawa bocah itu ke dalam gendongannya.
“Kamu ngapain bawa Lusia kemari ?” tanya Adam dengan nada ketus seperti biasanya.
“Surprise !” Eve tersenyum sambil mengangkat kedua tangannya.
“Sebetulnya mau kasih kejutan, tapi Mas Adam udah keluar duluan.”
Leo dan Mira reflek saling menatap, terkejut mendengar panggilan Eve pada boss mereka : MAS ADAM ?
“Mas Adam mau makan siang bareng ?”
Adam melirik Leo dengan tatapan setajam elang karena asistennya terlihat sedang senyum-senyum.
“Mau ya Papi ?” rengek Lusia sambil memeluk leher Adam.
Adam menatap Eve yang tetap tersenyum manis, tidak terusik dengan tatapan tajam Adam yang terlihat kesal mendapat kejutan.
“Mau ya Papi ?” Lusia mengulangi pertanyaannya sambil memperlihatkan puppy eyesnya.
“Ya. Lusi mau makan dimana ?”
Tanpa mengajak Eve, Adam yang masih menggendong Lusia melewati gadis itu dengan acuh.
Eve langsung mengangkat 2 jempolnya dan mengedipkan sebelah matanya pada Leo sambil tersenyum lebar.
“Thanks Leo,” ucap Eve pelan.
Leo mengangguk sambil tersenyum dan mengangkat kedua jempolnya sebagai balasan.
Ada rasa bahagia di hati Leo meskipun ke depannya ia akan lebih sering menjadi tempat penampungan omelan Adam kalau sedang kesal pada Eve. Leo berharap Adam bisa menemukan jawaban hatinya dan mengakhiri rasa bencinya pada Eve.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Sweet Girl
hehehe... anak pinter....
2024-02-08
0
Sweet Girl
Parah si Adam
2024-02-08
0
Sweet Girl
Cinta lama bersemi kembali
2024-02-08
0