"Han bisa kita bicara?" tanya Chan. Kini mereka sedang berada di ruang penelitian markas Antrax. Hyunjin sedang menyalurkan energi listrik miliknya pada generator raksasa untuk mengangkat Pesawat ruang angkasa yang sedang diuji coba itu. Pangeran yang lain menyaksikan kerja Hyunjin di pembatas ruangan Itu.
"Bicara saja Chan," sahut Han. Pemuda itu sedang fokus memperhatikan pesawat yang perlahan terangkat dari pondasinya. "Hmm... Mereka memanfaatkan gaya magnet dan perpindahan elektron yang berada disekitar arus listrik itu," gumam Han.
"Bicara empat mata maksudku," lanjut Chan mendengus, Han menoleh pada Chan. Ia mengangkat alisnya melihat wajah keruh kakaknya itu.
Pemuda itu menghela napas, "baiklah, kemana kita?" tanya Han.
"Liona, apa ada ruangan khusus untuk bicara empat mata?" tanya Chan. Liona yang sedang fakus dengan hologram itu menoleh.
"Ada apa, Chan?" tanya wanita itu.
"Aku harus bicara empat mata dengan Han."
"Baiklah, di koridor di depan pintu itu ada tuas kecil yang membuka ruang rapat yang kedap suara. Kalian bisa bicara di sana." Liona mengarahkan.
"Ck, Sky. Tarik tuas penumpunya, biarkan pesawat itu melayang-layang," ucapnya mengalihkan matanya pada hologran itu lagi.
"Ada apa Chan? Apa Han berbuat ulah lagi?" tanya Changbin.
"Tidak, hanya ada sesuatu yang harus aku pastikan." Chan menjawab.
"Kalau begitu aku ikut."
"Tidak, nanti akan aku beritahu. Kau tunggu bersama Jeongin selagi aku dan Han bicara," putus Chan, Changbin hanya mengangguk menyetujui. Ia melirik ekspresi Han yang terlampau santai mengikutiku Chan di depannya. Ia rasa itu bukan pembicaraan yang serius, melihat bagaimana raut wajah Han.
"Baiklah, Han, apa yang kau sembunyikan?" tanya Chan to the point saat mereka masuk ruangan itu.
"Apa maksudmu?"
"Pangeran tanah para arwah, apa yang kau sembunyikan?" tanya Chan dengan sorot yang mengintimidasi.
Han berdecak, Chan menutupi pikirannya dengan Khy sehingga ia tidak bisa membaca apa yang pemuda itu pikirkan. "Maksudmu bagaimana Ratu Airina membawaku?"
"Bukan, lebih dari itu. Segel dan mate-mu."
Han tersentak, ia menatap Chan horor. Apa Chan mendengar pembicaraannya dengan Aza? Tapi kenapa raut pemuda itu terlampau biasa saja untuk kasus calon ratunya.
"Segel apa yang ditanam ratu sehingga kau bisa berada di luar daerah itu tanpa mate?"
"Apa sebenarnya kau sudah mengikat mate mu. Sehingga kau bisa berada di district 9?" tanya Chan kembali.
Han menghembuskan napas lega. "Jiwaku terikat di Procyon, ratu menyegel daerah itu dengan kekuatan para Anima."
"Lalu, kekuatan apa yang kau sembunyikan. Ini cukup baru bagiku Han, semenjak tahu kalau kau adalah penguasa tempat itu, banyak pertanyaan yang mencul dalam benakku dan juga kita belum pernah membicarakan hal ini berdua saja." Chan menjelaskan. Han paham kekhawatiran apa yang dirasakan kakak tertuanya itu.
"Aku adalah pemimpin para Anima dan makhluk Immortal lainnya. Selama ini, kau tidak pernah melihatku bertarung dengan Khy atau juga element alam, bukan? Aku hanya bertarung dengan fisik dan kecerdasanku. Selama ini, kekuatanku juga di segel di tempat itu, Chan. Aku yang di district 9 tidak memiliki kekuatan apapun dan hanya bermodal keahlian fisik. Namun, aku yang di tawan di bumi telah dijadikan mutan oleh aliansi itu dan memiliki kemampuan yang persis sepertimu, namun cahaya ini berwarna kuning." Han menunjukan kekuatannya di hadapan Chan. Sinar kuning itu keluar dari telapak tangannya. Tentu saja ia berbohong.
"Jadi kekuatanmu dikunci di tempat itu dan kau memiliki kekuatan baru dari aliansi itu?" Chan menyimpulkan.
"Hebat," puji Chan
"Lalu, bagaimana Changbin bisa mengalahkanmu saat kita di district itu?"
"Aku pura-pura mengalah, karena melihat pikiran Changbin. Ia melawanku karena melihat kesombonganku. Yah... Aku rasa Changbin berbeda dari semua bangsawan lainnya," jawab Han jujur.
"Kalau begitu, keberadaanmu sangat berbahaya. Sampai kapan pun, aliansi itu akan selalu mencarimu untuk mengambil energimu."
"Aku tahu, oleh karena itu Mingju menyuruhku untuk selalu bersama Changbin. Ya, walau ternyata aku dan Changbin dari dulu memang sudah saling berkaitan."
"Jangan pernah bertarung sendirian lagi Han. Aku akan melindungimu." Chan memegang bahu pemuda itu. "Kau harus pulang ke tempatmu dan mengambil kekuatanmu," lanjutnya.
"Juga cepat cari mate-mu. Setidaknya segel itu akan terlepas saat kau sudah memiliki mate dan kekuatanmu telah kembali."
Han tersenyum pahit menatap Chan. Ada rasa bersalah yang timbul saat memdengar perkataan saudaranya itu. "Haih, ini terdengar seperti aku yang harus segera menikah, harusnya saat di bumi aku mencari pasangan." keluh Han.
"Bagaimana jika dengan Oliver? Kau suka dia kan?" Chan mencoba agar pembicaraan ini tak kaku.
"Kau mau dia mati? Kekuatannya tidak mungkin kuat untuk menahan kekuatanku." Han mendengus.
"Kalau Azalea?"
Han terkejut, ia membatu menatap Chan dengan aneh, jantungnya berdetak keras, wajahnya memucat. "Ahahahaha... Liat ekspresimu. Aku tahu Han, Mana boleh ratu Anscoup menjadi mate-mu. Kau harus mencari mate-mu nanti di Anscoup." Chan mengacak-acak rambut pemuda itu. Lain hal nya dengan Han yang hanya menatap kosong pada Chan, dengan rasa bersalah.
"Sudah selesai, kan?" tanya Han gelagapan. "Ayo kita kembali," ajak pemuda itu.
"Aku dan Changbin akan melindungimu agar aliansi itu tidak bisa memamfaatkan mu, kami tidak akan membiarkanmu hilang lagi dan sekarat seperti itu lagi."
"Aku tidak bisa mati, Chan..." Han tersenyum kaku, memeluk saudaranya itu, menepuk punggung Chan. "Terima kasih, tapi aku juga akan melindungi kalian. Ayolah, aku tidak lemah, aku paling kuat diantara kalian tahu," dengus Han.
"Ayo kita keluar," ajak Han, pemuda itu berjalan mendahului Chan di belakangnya, ia mengusap air matanya yang sempat keluar. Maafkan aku Chan, maafkan aku.
"Tunggu, Han." mereka berhenti di ambang pintu.
"Jika kau dari awal tidak memiliki kekuatan, bagaimana bisa Aza menyadarkanmu saat itu? Aku menyuruhnya untuk mengaktifkan kekuatanmu atas usul Dori."
Han membatu. Ck, Dori sialan!!!
"Ah... Itu..." jawab Han gugup. "Maafkan aku Chan." Han menundukan kepalanya. Apa aku beritahu saja yang terjadi. Tapi bagaimana jika Ini akan mengacaukan perjalanan kami.
"Aza tak mengaktifkan kekuatanku. Dia terkena dampak kekuatan mutanku yang aku dapatkan dari aliansi. Sebenarnya aku akan hidup lagi, regenerasi tubuhku sangat cepat." Han berbohong.
"Jadi, usaha Aza dan Dori saat itu hanya membuat Aza terkena kekuatanmu?" tebak Chan.
"Ya, maafkan aku," jawab Han menunduk. Chan menghela napas. Ia mengacak-acak rambut pemuda itu.
"Sudahlah, sekarang semua akan baik-baik saja."
Mereka keluar dari ruangan itu dengan Han yang masih terdiam lesu. Tidak ada yang mengetahui pangeran tanah para arwah selain para Anima dan ratu Airina.
"Sudah selesai?" tanya Chan saat melihat Hyunjin sudah berkumpul dengan yang lainnya. Juga Liona yang sudah melepas jas laboratoriumnnya.
"Ayo kita pulang. Aza dan yang lainnya akan kembali malam ini." lapor Chan.
"Apa aku perlu ikut?" tanya Liona.
"Tentu saja, Liona. Kau juga bagian dari kami," jawab Chan. Liona tersenyum tipis.
"Padahal aku belum mengajak Aza kencan," keluh Hyunjin. Mereka keluar dari ruangan itu.
"Lupakan itu, kau ini! Bagaimana jika saat kau kencan StarTrip menemukan kalian dan menawanmu. Aku trauma kembali ke markas itu ya," jawab Chan ketus. Hyunjin mendelik.
"Oh iya, besok kita akan memulai persiapannya. Untuk keamanan, lebih baik setelah Aza dan yang lain kembali dengan portal di sana, kalian tinggal di markasku?" tawar Liona.
"Aku rasa itu lebih baik." Han menanggapi.
"Bagaimana menurutmu, Jeongin?" tanya Chan pada pangeran termuda itu.
"Aku setuju, kita bisa berlatih di sana."
"Baiklah, lagipula rumah Changbin harus kita kosongkan. Jaga-jaga StarTrip mengepung kita."
Mereka sampai di kediaman Changbin. Aza dan yang lainnya telah selesai bersiap-siap.
"Bagaimana persiapannya Dori?" tanya Chan setelah mereka sampai di ruangan itu.
"Semua sudah siap, Aza, Minho dan Seungmin sudah menyusun rencana untuk kami di sana. Kami akan mencari Grasmus terlebih dahulu," jawab Dori.
"Hati-hati, dan Minho. Lindungi Aza bagaimana pun caranya," pinta Chan. Minho mengangguk, ia melirik Han yang hanya diam dengan ekspresi yang aneh.
"Aku membutuhkan bantuan Chan, Changbin dan Aza untuk membuat portal itu," ucap Dori.
"Baiklah, mari kita lakukan."
Dori berdiri di depan dinding yang terdapat lukisan besar menggantung. Ia mengeluarkan cakarnya dan membuat goresan berbentuk lingkaran di dinding itu. Dori sedikit bergumam dan perlahan, dinding itu bercahaya. Chan mengalirkan Khy-nya pada lubang yang bercahaya itu, diikuti oleh Aza dan Changbin. Energi yang dahsyat terbentuk.
"Baiklah, kami akan pergi. Aku tunggu laporan kalian saat sudah sampai di Procyon," ucap Dori.
Para Pangeran saling berpamitan. Mereka harus kembali berpisah dengan resiko yang sangat berbahaya. Mereka yang tersesat telah kembali bersama, namun kebersamaan itu tak selamanya. Mereka harus membereskan apa yang telah mereka perbuat dan mencari kebenaran lainnya.
"Hati-hati, di sana bukan bumi yang memiliki polisi atau hukum," ucap Changbin pada Oliver.
"Kau juga Hati-hati." Oliver memeluk Changbin untuk terakhir kalinya. "Berjanjilah untuk datang lebih cepat dan selamat."
"Ya." Changbin melepaskan pelukan Oliver.
"Aku akan merindukanmu," ucap Han pada Oliver. Oliver tertawa, ia memeluk pemuda itu. "Aku juga, jadi tolong untuk tetap baik-baik saja bersama Changbin di sana," pinta gadis itu.
Pemuda itu tersenyum pahit. "Akan aku usahakan," jawab Han.
"Baiklah, ratu kita akan sampai lebih dulu." Chan menatap Aza tersenyum. "Jaga diri di sana. Felix, Minho dan Seungmin sangat hebat dan bisa diandalkan. Percayakan semua pada mereka selagi kami menyusul kalian," ucap pemuda itu.
"Terima kasih, Chan. Terima kasih untuk semuanya."
"Kau tahu? Saat kita pertama bertemu, aku mengira kau adalah bidadari yang turun dari atas sana." Chan menunjuk ke atas.
"Tapi, ternyata aku salah. Kau adalah ratuku. Jadi tunggu aku di sana ya? Aku yakin kau bisa mengatasai semua yang terjadi di Anscoup. Kau itu luar biasa Azalea." Chan mengusap pucuk kepala gadis itu lembut. Aza ingin menangis mendengar ucapan pemuda itu. Bagaimana jika ia tahu apa yang terjadi padanya dan Han.
Aza menoleh pada Han yang sempat meliriknya. "Jangan ditangkap lagi ya nenek sihir." Han mengalihkan padangannya pada Minho dan Dori yang bersiap akan masuk.
"Iya," jawab Aza tersenyum. Han sedikit tersentak, namun ia segera menguasai ekspresinya.
Hati-hati... Aza...
Mereka telah memasuki portal itu dan menghilang. Chan menghela napas, semua sudah berjalan sesuai rencana. "Nah, bagaimana jika kita–"
Suara desingan senjata dan helikopter terdengar, Liona melihat dari jendela. Mereka dikepung oleh pasukan bersenjata StarTrip!! Tidak hanya helikopter saja, dihalamannya mobil-mobil berjejer dengan pasukan yang sudah siap menyerang dengan senjata api dan listrik.
"Sialan, dugaanku benar. Kita harus pergi dari sini! StarTrip mengepung kita!!"
"Changbin! Gunakan teleportasimu!!" titah Chan.
"Aku tidak bisa. Energi ku belum sepenuhnya pulih!!" pekik Changbin. Hyunjin mengumpat. Ia merentangkan tangannya dan angin kencang terjadi. Petir menyambar!!
Duarrrr
Petir menyambar helikopter itu dan terbakar, mereka mulai menembakan peluru ke dalam rumah itu dan menerobos masuk. "Apa aku harus memanggil Pheonix?" usul Jeongin.
"Tidak!! Ini berbahaya. Aku akan menghentikan waktu. Karena energi ku terbatas, kita hanya punya waktu 10 menit untuk melarikan diri dari sini."
"Kita lewat gerbang belakang! Ada mobilku di sana!" ucap Changbin.
"Baiklah." Liona menyibak rok formalnya, ia memakai celana pendek dengan Glock-17 yang tersimpan di saku belakangnya. Hyunjin membelalakan matanya melihat Liona yang sudah bersiap melawan.
"Apa?" tanya Liona melihat ekspresi terkejut para pangeran itu.
"Dari tadi kau bawa senjata?" tanya Jeongin bergidik ngeri.
"Hampir setiap hari aku di cari dan di hadang oleh orang-orang bersenjata. Ini hal yang biasa," jelas Liona.
Dor...
Dor...
Dor...
"Chan cepat hentikan waktu!" titah Changbin. Timah panas itu terus dilontarkan ke rumahnya tanpa jeda, "aku telah meminta pengawalku menghadang mereka di depan, sebaikanya kita cepat pergi."
Chan mengangguk, ia membuka matanya dan semua terhenti. Tak ada lagi bunyi senjata yang terdengar. Chan menyentuh pundak Liona dan pangeran lainnya. Namun ia tersentak saat melihat Han tak terpengaruh dengan kekuatannya.
"Han, bagaimana bisa?" tanya Chan terkejut.
"Kita bahas itu lain kali, Chan. Ayo pergi." Changbin memimpin menuju pintu belakang. Ternyata mereka juga di kepung di sana. Pasukan itu menghalangi jalan mereka. Terpaksa Hyunjin menghempaskan orang-orang itu. Mereka masuk kedalam mobil, tepat setelah Chan kehabisan energinya. Changbin langsung menarik pedal gas dan membawa mereka keluar dari rumah itu. Tak sampai di situ, suruhan utusan itu menyusul dengan mobil dan terus menembak ke arah mereka.
"Ck, sialan!" umpat Changbin yang masih fokus menyetir.
"Aku akan menghalangi jalan mereka," Liona membuka jendela mobil dan menembakan pistolnya. Suara helikopter kembali terdengar, mengejar mereka. Hyunjin mengumpat karenanya. Ia membuat badai kembali dan melontarkan petir menghantam helikopter itu.
"Bodoh Hyunjin, helikopter itu akan jatuh menimpa kita," umpat Changbin.
"Saat seperti ini aku merindukan Seungmin," tambah pemuda itu.
"Aku akan meredam guncangan," ucap Chan.
"Tidak Chan. Energimu sudah sampai batas," cegah Han. Han mengambil senjata laras panjang di Dashboard mobil itu, ia membantu Liona membalas tembakan itu.
"Jeongin dengarkan aku!" ucap Han yang masih fokus menembak. "Jangan pernah memanggil Phoenix saat seperti ini. Lalu Hyunjin, buat badai sekali lagi untuk menghindari serang udara!"
Hyunjin mengangguk, tangannya diarahkan ke langit dan awan hitam pun muncul juga dengan hujan yang turun deras dan angin yang bertiup kencang.
"Changbin fokuslah menyetir dan arahkan mobil kita ke tebing jurang itu!"
"Apa! Kau gila, Han?!" pekik Changbin dan Hyunjin bersamaan.
"Kita tidak bisa lolos dari sini. Dengarkan aku, selagi aku dan Liona menghadang tembakan mereka, kau fokuskan energimu untuk berteleportasi lagi! Ini adalah satu-satunya cara. Saat mobil jatuh ke jurang kau bawa kami semua untuk berteleportasi ke markas Antrax, paham!?" teriak Han. Ia fokus menembak dan menghindari tembakan.
"Shit! Aku tak ingin tertembak untuk kedua kalinya," umpatnya.
"Han benar, segera lakukan Changbin," ucap Chan. Yang merunduk bersama Jeongin yang menutup telingannya.
"Maaf tuan-tuan, ada kabar buruk. Peluruku habis," lapor Liona.
"Ck, Jeongin ambil alih! Bakar jalan mobil itu untuk menghalang!" seru Han. "Liona, di belakang ada kotak senjata, aku tak tahu ada peluru atau tidak!" ucap Han memberitahu.
"Wah kenapa tidak bilang dari tadi," seru Liona semangat. "Hei minggir dulu, aku akan ke belakang."
Matanya berbinar melihat senjata laras panjang itu. Jeongin membuka jendela dan melontarkan api ke mobil musuhnya, mobil itu meledak dan berhasil memblok jalan di belakangnya. Karena hujan yang deras, api dengan cepat padam dan mereka kembali di kejar.
"Changbin buka kaca mobil bagian belakang! Aku akan bantai mereka," ucap Liona memegang senjata laras panjang dan besar itu. Ia mencepol rambutnya dan membuka jas dan kemejanya. Menyisakan croptop berwarna hitam. Changbin membuka kaca mobil bagian belakang, ia segera berbelok di pertigaan untuk membawa mobilnya menuju tebing tinggi itu.
Kilatan dan suara gemuruh menambah ketegangan mereka, hujan dan angin kencang yang dibawa Hyunjin sedikit mengahambat penglihatan mereka. Liona sudah mengakat senjatanya dan menembakannya dengan membagi buta. Jeongin dan Hyunjin bergidik ngeri melihat bagaimana brutalnya gadis itu.
"Ok, kita bersiap untuk terjun, berhenti menyerang dan ayo saling berpegangan!" Changbin mengarahkan. Han memegang bahu Changbin dengan Chan di bahu satunya dan tangganya memegang Jeongin. Hyunjin mengikuti megang Jeongin dan Liona memegang bahu pemuda itu. Mobil itu diarahkan dan menabrak pembatas tebing, mereka terjun bebas. Changbin mengaktifkan matanya dan cahaya menyelimuti mereka.
Swingg....
Mereka hilang tepat saat mobil itu meledak dan tercabik oleh ombak dilautan.
****
To be Continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments