Bab 16. Berbincang dengan Papa

Alih-alih merespons pertanyaan sekaligus permintaan mama mertuanya, Zack malah ingin segera mengurus pekerjaan kantor. Dia tidak lupa membawa laptop yang rencananya akan segera dibuka ketika sampai.

“Sayang, maaf, kamar kita di mana? Kau tahukan kalau suamimu ini harus meeting dengan klien. Jadi, tolong antarkan segera ke kamar,” pinta Zack yang membuat mata gadis itu melotot sebentar sebab perubahan sikap sang suami.

Beberapa detik kemudian, Sadie segera menyadari kalau menantunya memiliki kesibukan lain. Tentunya wanita paruh baya itu harus lebih banyak bersyukur sebab bisa memiliki menantu paket komplit. Hanya sikapnya saja yang Sadie sedikit tidak suka.

Sadie memberikan kode kepada Pearl agar segera membawa sang suami masuk ke dalam kamarnya. Agaknya ada sedikit penyesalan mengenai permintaannya yang kurang masuk akal itu. Besar harapan Sadie bahwa Zack mau menuruti permintaannya tanpa tahu ada hal lain yang sama sekali tidak diketahui Sadie.

Orang sekaligus barangnya telah sampai di sebuah kamar yang tentunya didominasi warna perempuan. Meskipun tak sepenuhnya cat tembok berkata demikian, tetapi kamar Pearl memang cocok untuk seorang perempuan.

“Katakan pada mamamu, tak penting arti sebuah foto. Asalkan aku sudah bertanggung jawab kepada putrinya. Oh, ya, tawarkan kepadanya, masihkah menginginkan foto atau aku dan anaknya harus membuat cucu?”

Seketika wajah Pearl bersemu merah. Dia tahu arah pembicaraan itu sebab mereka belum melewati malam pertama layaknya pasangan suami istri. Namun, Pearl tidak terlalu buru-buru. Dia takut ada penyesalan panjang setelah memberikan sesuatu yang berharga untuk suaminya.

“Eh, tidakkah ada alasan lain?” Hanya mau melakukan negosiasi daripada diminta mamanya untuk melahirkan cucu yang membuat Pearl ragu.

“Para orang tua selalu mengharapkan itu, Pearl. Apakah kau tidak ingin?”

Tatapan mata yang menusuk jantung. Tepat sasaran lalu mengunci. Seketika pesona Zack mampu membuat pikiran Pearl lupa pada pria yang dikenalnya. Tanpa dia sadari, pesona sang suami masuk ke relung hatinya.

Tanpa sadar, Pearl merasakan sentuhan seseorang yang kini tengah memeluknya dengan begitu mesra. Pelukan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Bisikan cinta juga tak luput dari pendengarannya. Tidak hanya itu saja, janji-janji manis diuntai dengan baik. Beberapa saat kemudian, adegan yang paling mendebarkan siap menyerang bibir manisnya. Apalagi kalau bukan ciuman yang semula pelan kemudian menjadi semakin memabukkan. Namun, semua itu sirna begitu saja ketika suara menjentikkan jari seseorang terdengar di telinganya sangat cukup jelas.

“Wah, kau sedang melamun! Apa yang mengganggu pikiranmu?” Suara Zack menyadarkan untuk kedua kalinya.

Buru-buru Pearl menutup wajahnya karena malu. Gadis itu malah membayangkan adegan yang sama sekali tidak pernah dia dapatkan. Boleh saja dia berharap, tetapi Zack bukan pria romantis seperti dalam bayangannya itu.

“Eh, tidak ada. Aku hanya–"

“Sudahlah, Pearl, wajahmu sulit sekali menyembunyikan kebohongan. Tunjukkan di mana aku harus duduk! Sam pasti sudah menungguku sekarang.”

Hampir lupa tujuannya masuk ke kamar. Yang paling dominan sekarang adalah meja kerja yang biasa digunakan Pearl selama ini. Gadis itu segera menunjuknya lalu membiarkan Zack dengan kesibukannya sendiri.

“Aku mau ke dapur. Apakah kau menginginkan sesuatu?” Pearl menyadari kalau mereka belum sarapan pagi.

“Roti saja. Aku sedang malas hari ini.”

Pearl sempat menggeleng sejenak. Pria itu terlihat malas makan, tetapi malah giat bekerja. Tanpa sadar, Pearl menunggu sampai Zack menyiapkan diri di depan laptopnya. Pria itu langsung terhubung dengan Sam.

“Hai, Kakak Ipar!” sapa Sam yang membuat Zack menengok ke arahnya.

“Oh, rupanya kau masih di sini.” Zack berucap pelan.

“Wah, akhirnya kau berada di dalam kamar Kakak Ipar. Apa rencanamu hari ini, Zack?”

Tidak hanya sekali, berulang kali Pearl dibuat bersemu merah oleh kakak beradik itu. Kalau terus bertahan di sini, tidak hanya tubuhnya yang berangsur lemah. Jantungnya bisa dipastikan berdetak lebih cepat dari biasanya.

Masih berdiri mematung, tiba-tiba Zack mendekatinya. Kali ini bukan bayangan, tetapi sungguh nyata. Zack berdiri di belakangnya lalu memberikan pelukan yang ditunjukkan kepada adiknya sendiri, Sam. Sam langsung histeris dengan kelakuan kakaknya.

“Wah, tolong jangan dilanjutkan! Aku tidak kuat dengan kemesraan kalian.” Sam langsung memutuskan sepihak sehingga layar laptop tak menampakkan lelaki itu.

“Zack, apa yang kau lakukan?” Pearl menikmati sekaligus ragu. Suaminya mengejutkan sekali. Sekarang, jantungnya benar-benar tidak aman.

“Melakukan yang seharusnya.”

Kali ini Pearl semakin tersipu. Setelah dilihat langsung oleh Sam, kali ini posisi mereka menghadap ke cermin. Sungguh, Pearl sebenarnya tidak ingin mengakhiri kemesraan ini. Namun, rasanya sangat mengejutkan karena dipeluk suaminya secara mendadak.

“Lihatlah ke cermin! Wajahmu terus saja bersemu merah,” lanjut Zack.

“Zack, tolong lepaskan. Aku harus ke dapur. Kau pasti sangat kelaparan.” Dia sedang mencari alasan untuk mengurai kegugupannya. Lamunannya hampir 70 persen terbukti. Apakah selanjutnya Zack akan memberikan ciuman yang belum pernah dia dapatkan dari pria lain?

Puas menggoda sang istri, Zack pun segera melepaskannya. Pearl segera keluar kamar, sedangkan Zack kembali duduk lalu menyunggingkan senyuman. Teringat ucapan Sadie, harusnya dia berpose seperti tadi untuk mendapatkan hasil potret yang maksimal. Sayangnya, Zack sama sekali tidak mau dan tidak ingin difoto.

Sementara itu, Pearl masih berdiri di luar pintu kamarnya setelah kejadian barusan. Rasanya masih seperti mimpi dipeluk pria dingin itu. Awalnya, hanya pelukan. Lambat laun pasti Zack meminta lebih dari itu dan Pearl semakin tersipu malu sampai mamanya mengejutkan.

“Pearl, kau kenapa?” Sadie menepuk pundaknya.

“Eh, Mama. Ada apa, Ma?”

Sadie terheran melihat kelakuan putrinya. Dia lebih terlihat seperti baru saja kabur dari seseorang. Bukan kabur karena dianiaya atau apa, tetapi Sadie sudah bisa membayangkan apa yang terjadi ketika pasangan pengantin baru berada di kamar. Apalagi hanya berdua saja.

“Papa memanggilmu ke ruang kerjanya.”

Masalah apalagi ini? Menurut Pearl, semua permintaan orang tuanya sudah dilakukan dengan baik. Kalau papanya sampai memanggil ke ruang kerja, itu artinya ada masalah yang cukup rumit. Apalagi kalau sampai bicara berdua saja. Itu akan semakin rumit.

Tepat seperti yang dipikirkan. Jackob meminta bicara berdua saja dengan Pearl. Gadis itu duduk tepat di hadapan papanya yang terus saja memindai wajahnya. Sorot mata pria paruh baya itu menunjukkan kerinduan sekaligus cinta kasih sebagai seorang papa.

“Terima kasih sudah membawa Zack ke rumah kita, Sayang.”

“Bukan aku yang membawanya, Pa. Dia sendiri yang ingin ikut.”

Jackob tidak terkejut akan terjadi seperti ini. Pernikahan yang terjadi karena perjodohan sering kali terhambat masalah komunikasi. Itulah yang terjadi antara Zack dan Pearl sekarang.

“Bagaimana pernikahan kalian?”

Ah, pertanyaan yang sama sekali tidak ingin dijawab oleh Pearl. Mereka memang menikah, tetapi untuk menjadi pasangan suami istri yang sebenarnya masih jauh sekali. Zack bahkan lebih terlihat seperti musuh ketimbang suami.

“Pernikahan kami baik, Pa. Papa juga tahukan kalau Zack juga baik. Jadi, apalagi yang harus dijelaskan?”

"Pernikahan kalian akan semakin baik kalau di tengah-tengah kalian hadir seorang anak."

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

hahaha br dbahas

2024-02-06

0

Bismillah sukses💫

Bismillah sukses💫

bener banget tebakannya ,zack.
mertuamu pengen cucu, Zack📢📢wkwkwk

2024-02-04

0

Bismillah sukses💫

Bismillah sukses💫

astaga, ternyata cuma halu😭😭😭

2024-02-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!