Bab 8. Tiket Bulan Madu

Andaikan boleh memilih, Sam jauh lebih baik daripada Zack. Komunikasi bisa terjalin dua arah, tetapi dengan Zack, Pearl harus banyak bersabar. Walaupun dia tidak mengajak diskusi soal pekerjaannya, tetapi dengan meminta resign secara sepihak membuat Pearl geram.

“Akan aku pikirkan ulang perihal resign. Tidak segampang itu aku membuat alasan untuk keluar dari pekerjaan yang sudah menopang kehidupanku selama ini.”

Zack tidak mau didebat. Dia mau apa pun yang diucapkan selalu dituruti Pearl. Apa pun keputusan gadis itu, dia harus tetap resign. Dia akan mengusahakan yang terbaik untuk istrinya.

“Katakan saja kalau kau telah menikah.”

“Mereka tidak akan percaya itu.”

“Kenapa?”

“Tak ada bukti yang memperkuat pernikahan kita.” Lagi-lagi Pearl harus menjelaskan detail permasalahannya. Tak ada potret yang menjelaskan bahwa mereka telah menikah. Seharusnya Zack bisa mengerti itu, tetapi sepertinya tidak.

“Kalau begitu, buatlah surat resign. Aku yang akan mengantarmu ke kantor.”

Oh, tidak! Ini namanya masalah sebab selama ini Pearl tak pernah menunjukkan kekasihnya kepada semua orang. Ketika dia mendadak mendapatkan suami yang diam-diam mau ikut campur masalahnya, dia merasa sangat tidak nyaman sekali.

“Eh, tidak! Aku tidak mau.” Jelas saja Pearl menolak. Debaran jantungnya sudah tidak menentu membuat dia ingin minum. Dia memutuskan untuk keluar mengambil minum, tetapi sampai di depan pintu lalu berniat membuka handelnya, Zack kembali menghalangi.

“Kalau kau mau minum, tidak perlu keluar kamar. Masuklah ke sana lalu belok kiri, di sana ada banyak minuman yang bisa kau pilih.”

Sungguh seperti sebuah kejutan. Kamar ini terlihat begitu lengkap dan sepertinya semua serba ada. Mulai dari pemutaran musik dengan alat-alat yang cukup canggih sehingga tak perlu susah payah untuk menekan tombol apa pun. Kamar ini sangatlah canggih sehingga membuat suaminya enggan pergi ke mana pun.

Semakin terkejut ketika di dalam sana ada mini bar dengan beraneka minuman non alkohol maupun alkohol dari kadar rendah sampai yang paling tinggi. Zack tampak piawai menyiapkan segelas minuman non alkohol yang dia tidak tahu apa namanya, tetapi rasanya sangat enak. Sepertinya dia pernah menjadi seorang bartender.

“Kau menyulap kamarmu ini menjadi sebuah rumah dengan fasilitas lengkap. Mengapa kau tidak bersosialisasi saja?”

Daripada menjawab pertanyaan Pearl, dia lebih senang kalau ada orang yang memberikan tanggapan baik untuk bartender itu sendiri. Sebab dari situlah keberhasilan Zack memuaskan istrinya dari minuman.

“Bagaimana rasa minuman itu? Kau terlihat kehausan atau memang suka dengan rasanya?”

“Kau belum menjawab pertanyaanku, Zack.”

Zack tersenyum mengejek. “Tak perlu penjelasan apa pun padamu, Pearl. Ini tentang keputusan hidup. Harusnya kau bersyukur karena aku tidak keluar dari kamarku ini. Kalau aku keluar sekali saja, sudah bisa dipastikan kalau pesaingmu banyak.”

Oh my God, selain memamerkan semua kamar dan bagian-bagiannya, Zack juga memamerkan dirinya secara khusus. Tidak bisa dipungkiri kalau Zack memang sangat tampan, tetapi hati Pearl malah condong kepada Sam yang dirasa sangat baik, ramah, dan bisa diajak bekerja sama.

“Kenapa kau diam? Apa kau tidak mau mengakui kalau suamimu itu tampan?”

“Jangan terlalu percaya diri, Zack. Kalau kau tampan, mengapa tidak kau izinkan pernikahan kita mendatangkan fotografer atau minimal Sam bisa mengambil potret kita melalui ponselnya. Jadi, aku bisa memasang foto itu di dalam kamar ini. Aku juga akan mencetaknya dengan ukuran jumbo supaya kamar ini jauh lebih hidup.”

Kamar itu memang tidak ada satu pun foto Zack atau siapa pun. Melewati beberapa lorong mansion juga tetap tidak menemukan foto pria itu. Foto keluarga pun hanya menampilkan pasangan suami istri dan satu anak saja. Kemungkinan itu adalah Sam sebab di sisi tembok yang lain terdapat foto Sam dewasa.

“Tidak semua orang harus tahu aku, Pearl. Ada atau tidaknya foto pernikahan tidak mengubah status hubungan kita sebagai pasangan suami istri. Awalnya, aku ….”

“Kau menolak, tetapi kau juga tidak bisa menunjukkan penolakan itu kepada orang tuamu, bukan? Andaikan boleh memilih, Sam lah yang jauh lebih menarik ketimbang dirimu.”

Zack tidak banyak bicara. Setelah dirinya dibandingkan dengan Sam mendadak menghilang begitu saja. Pearl sudah mencoba mencari ke segala arah di dalam kamar itu, tetapi sepertinya tidak menemukan siapa pun. Dia merasa bersalah karena ucapannya, tetapi di hari pertama menikah rasanya sudah banyak sekali cobaan.

“Oh, ya ampun! Aku salah bicara. Bagaimana ini?”

Ketika makan malam tiba, untuk pertama kalinya Pearl berada di mansion mertuanya. Dia duduk di tempat dekat papa mertuanya. Di sisi yang kanan dari Vincent, tampak Sarah duduk di sana yang melihat ke arah menantunya. Terlihat kalau Pearl tidak banyak menggunakan make up malam itu, tetapi masih kelihatan cantik natural.

“Kau tidak mengajak Zack turun untuk makan bersama?” tanya Vincent.

Ah, rasanya Pearl harus menciptakan kebohongan kedua setelah siang tadi. Dia tampak ragu ingin berkata jujur, tetapi beberapa menit kemudian dia mengubah jalan pikirnya. Pearl tidak mungkin mengecewakan Vincent.

“Zack sudah tidur, Pa.”

Vincent tidak heran. Selama bertahun-tahun mereka memang tidak pernah melihat Zack turun lalu makan bersama seluruh anggota keluarga yang lainnya. Apalagi setelah menikah, itu akan menjadi hal mustahil sesuai prediksi Sarah sebelumnya.

“Nah, bagaimana Papa dan Mama bisa segera mendapatkan cucu? Zack saja sudah tidur lebih awal. Harusnya sebagai pengantin baru, dia paham harus melakukan apa,” ujar Sam membuat papanya melotot, sedangkan Sarah berpura-pura tidak mendengar.

Pearl sendiri tidak mau membalas ucapan Sam. Dia tahu arah yang dimaksud pria itu, tetapi fokus menikmati makan malam dengan cemas. Dia terus saja memikirkan Zack, bukan karena sudah jatuh cinta pada pria itu, tetapi kesal dengan kelakuannya yang tiba-tiba menghilang.

“Sam, lanjutkan makanmu! Urusan seperti itu tak perlu dibawa ke meja makan. Paham?” Vincent sudah mulai memberikan terguran kepada anak bungsunya.

Daripada mendengar yang tidak-tidak, Pearl lebih baik segera masuk ke kamar. Sesampainya di sana, dia ragu harus tidur di mana sebab kamar itu milik Zack. Ingin tidur di ranjang rasanya aneh karena berbagi ranjang dengan orang lain.

“Bagaimana? Sudah puas memandangi wajah tampan adikku?”

Seketika Pearl terkejut ketika mendengar suara Zack sudah berada di kamar itu. Lampu yang semula remang-remang mendadak menyala terang-benderang. Tatapan mata keduanya beradu, tetapi beberapa detik kemudian Zack mengalihkan pandangannya.

“Aku minta maaf soal tadi. Kupikir kau pergi ke suatu tempat karena kesal dengan ucapanku.”

“Tidak. Aku hanya kembali ke hotel untuk mengambil ini.” Zack memberikan amplop besar kemudian dibuka langsung oleh Pearl.

“Tiket bulan madu?” Pearl memasukkan kembali isi amplop tersebut kemudian menyerahkan kembali pada Zack.

Terpopuler

Comments

Bismillah sukses💫

Bismillah sukses💫

astaga, Pearl.membandingkan=menyakitkan.
Tapi semoga saja Zack bisa segera diluluhkan

2024-02-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!