Ethan berdiri di depan pintu kelas dengan ekspresi tidak yakin. Berbagai simulasi muncul dalam benaknya, atau lebih tepatnya, beberapa kemungkinan.
‘Dimarahi habis-habisan? Dipukul dengan tongkat? Dikirim terbang dengan fire ball?’
Memikirkan berbagai kemungkinan, Ethan sedikit ngeri. Namun yang sekarang berada di depannya adalah kesempatan untuk mendapatkan 500 poin secara gratis. Poin itu bisa ditukar dengan ramuan berharga, atau bisa dikumpulkan untuk membeli tongkat (staff) sihir.
Tongkat sihir sendiri merupakan salah satu perlengkapan wajib bagi para Arcanist yang setidaknya sudah sampai di level Black-Arcanist. Tongkat sihir memiliki kegunaan tertentu, yaitu mempermudah dan mempercepat pelepasan mantra. Tergantung bahannya, tongkat tersebut juga bisa menambah kekuatan dari mantra elemen tertentu.
Memikirkannya saja membuat Ethan hampir ngiler.
‘Lupakan. Tongkat sihir itu mahal dan kurang berguna di tahap awal, bahkan membawa bahaya.’
Ethan buru-buru menggelengkan kepalanya. Dia tahu di dunia kurang beradab ini, kekayaan tanpa kekuatan adalah dosa.
Bayangkan saja, apprentice-rendah yang bisa dianggap sebagai keroco membawa tongkat mahal. Bukankah itu meminta kematian? Bukankah itu sama saja mempersilahkan para Arcanist kuat untuk mengejar kepalanya? Benar-benar bunuh diri!
“Ethan?”
Suara gadis membuat Ethan tersadar dari lamunannya. Ketike dia menoleh, bocah itu melihat sosok Veronica yang sedang menatapnya dengan curiga.
“Ah. Ternyata itu kamu, Veronica,” ucap Ethan.
Bocah itu sebenarnya tidak memiliki hubungan baik dengan Veronica. Mereka hanya sekadar kenalan, dan sesekali menyapa jika saling bertemu. Hanya saja, dia merasa kalau cara gadis kecil itu memandangnya agak berbeda.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Veronica memiringkan kepalanya.
“Aku diminta menemui Tuan Ragnar atas nama Master,” jawab Ethan agak canggung.
“Kalau begitu langsung masuk saja. Beliau ada di kelas sekarang, dan biasanya mengajar kami di siang sampai sore hari,” ucap Veronica sambil mendorong pintu terbuka.
“Anu-“
Belum sempat Ethan menjelaskan, pintu sudah terbuka lebar dan dua orang di dalam kelas menatapnya. Benar-benar membuat bocah itu merasa semakin canggung.
“Apakah Catherine mengirimmu kemari, Nak?” tanya Tuan Ragnar.
Ethan menatap ke arah lelaki tua itu. Kepalanya botak, memiliki wajah agak ganas, dan jenggot panjang tidak terawat. Meski penampilannya tampak agak mengerikan, tetapi suaranya benar-benar cukup ramah dan hangat.
Lelaki tua itu menghampiri Ethan lalu menepuk pundaknya. “Pasti berat bagimu, Nak!”
“Maaf?” Ethan memiringkan kepalanya, tampak semakin bingung.
“Hahaha! Kamu menjadi murid wanita kejam itu, jadi kamu pasti merasakan hari-hari yang berat. Orang itu benar-benar tanpa ampun, langsung meminta murid-muridnya melakukan tugas berat alih-alih memberi keringanan,” keluh Tuan Ragnar.
“Sepertinya kamu bingung. Seperti yang kamu lihat, Master memang tampak mengerikan, tetapi paling lembut pada murid-muridnya dibandingkan profesor lain. Sebaliknya, Lady Catherine terkenal memiliki sifat keras kepada muridnya, percaya agar anak-anak itu harus ditempa dengan keras. Berbeda dengan Master yang lebih memilih jalan akumulasi waktu.”
Mendengar penjelasan itu, Ethan melihat ke sumber suara. Di sana tampak seorang remaja, kira-kira 2 atau tiga tahun lebih tua dibandingkan dirinya. Dia memiliki rambut merah, wajah yang seharusnya tampan tetapi ada luka mengerikan di bagian kiri wajahnya, dan kelihatannya telah kehilangan tangan kirinya.
“Kamu?” tanya Ethan ragu.
“Namaku Valen, datang dua tahun lebih awal darimu, seorang apprentice-tinggi,” ucap remaja itu dengan senyum ramah di wajahnya.
“Salam kenal, Senior Valen. Terima kasih atas penjelasanmu,” ucap Ethan.
“Kamu tidak perlu sopan padaku. Aku benar-benar tidak layak disebut, bahkan gadis kecil itu, Liz hampir menyusulku. Aku hanyalah ‘murid langsung paling lemah’ dan tidak layak untuk dihormati,” ucapnya santai.
“Valen!” seru Tuan Ragnar dengan ekspresi muram, tetapi ada jejak kesedihan di matanya.
“Maaf, Master. Lagi-lagi aku mengatakan hal buruk dan tidak optimis seperti itu,” ucap Valen dengan senyum lembut di wajahnya.
“Lupakan.” Tuan Ragnar menggelengkan kepalanya. Dia kemudian melirik ke arah Ethan. “Kamu ingin gulungannya langsung atau duduk di kelas terlebih dahulu. Aku mungkin tidak sekuat wanita kejam itu, tetapi dalam sihir api, seharusnya aku masih sedikit lebih baik darinya.”
“Kalau begitu maaf telah merepotkan anda, Tuan Ragnar.” Ethan tidak menolak, karena dia juga ingin merasakan kelas profesor lain.
“Pilih saja tempat duduk lalu dengarkan.”
Dengan begitu, kelas pun dimulai. Ethan duduk tidak jauh dari Veronica. Meski merasakan kalau dua murid itu sesekali melirik ke arahnya, dia tetap fokus pada ajaran Tuan Ragnar.
Setelah kurang-lebih tiga jam, Ethan keluar dari kelas. Meski membawa gulungan yang mencatat mantra dasar – fire ball, tetapi ekspresinya tampak kosong.
“Sepertinya kamu sudah bisa melihat perbedaanya. Berbeda dengan Lady Catherine yang hanya menerima jenius dan kebanyakan hal dilakukan secara mandiri, kelas lain diajarkan langsung oleh sang Master,” ucap Valen.
Ethan langsung tersadar lalu mengangguk. Kelas profesor lain menjelaskan banyak hal, tetapi tuannya, Lady Catherine meminta muridnya untuk menggali informasi sendiri. Ketika ada keraguan, dia akan membantu memberi petunjuk. Setelah itu? Tentu saja lanjutkan sendiri!
“Kamu sepertinya agak ragu, Ethan. Namun, biarkan aku memberi sedikit nasihat. Di antara profesor yang ada di level White-Arcanist, Lady Catherine dan Nyonya Agatha memiliki cara mengajar cukup ekstrem. Namun, itu bukan tanpa keuntungan. Dibandingkan profesor lain, murid mereka lebih sedikit mengalami kecelakaan,” tambah Valen.
Ethan menatap ke arah Valen yang tersenyum lembut. Mengetahui apa yang orang itu maksud, dia berkata dengan wajah serius.
“Terima kasih atas bimbingannya, Senior!”
Setelah mengatakan itu, bocah itu pun pergi. Saat itu juga, Veronica yang berdiri tidak jauh dari Valen menoleh.
“Kenapa kamu berbicara lebih banyak dari biasanya, Senior? Apakah orang itu benar-benar layak?” tanya gadis kecil itu.
“Berbeda denganmu yang baru menerima mantra dua minggu yang lalu dan masih kesulitan merapalnya, seharusnya bocah itu sudah menguasai mantra pertama dan mencoba melatih mantra kedua. Melihatnya membuatku mengingat seseorang, dan sama sepertinya, bocah itu benar-benar monster. Jadi tidak rugi memberinya petunjuk, setidaknya membuatnya merasakan niat baik kita,” jawab Valen.
“Itu-“ Veronica bingung harus berkata apa.
“Ingat, Vero. Lebih baik berteman dengannya, dan jangan mencoba menjadi musuhnya.”
Setelah mengatakan itu, Valen berbalik dan berjalan pergi menuju ke array teleportasi. Tanpa Veronica sadari, mata remaja itu menyempit. Tampaknya sedang memikirkan sesuatu.
...***
...
Malam harinya.
Di tengah ruangan, Ethan berdiri dengan tenang. Kedua tangannya terulur ke depan. Menarik napas dalam-dalam, dia mulai merapal mantra yang sejak tadi dipelajari.
“Fire ball,” gumamnya.
Setelah mengatakan itu, sebuah lingkaran sihir merah muncul di depannya. Berbagai aksara rune mengisi lingkaran dan mulai berputar. Beberapa saat kemudian, lingkaran sihir menghilang dan digantikan sebuah bola api berwarna jingga yang melayang di depannya.
Melihat ke arah api yang menerangi kamarnya, Ethan merasakan kehangatan dalam hatinya. Meski mantra belum sempurna dan memerlukan banyak latihan, tetapi dia sudah mengetahui seberapa kuat mantra ini. Hal tersebut bahkan membuatnya sedikit menyesal.
‘Jika yang ditingkatkan terlebih dahulu adalah fire ball dan bukan shadow hand, seharusnya aku memiliki trik yang cukup kuat dan mengejutkan sebelum keluar untuk menjalankan misi.’
Ethan buru-buru menggelengkan kepalanya. Dia merasa kalau sekarang terlalu cepat mengambil kesimpulan. Masih belum diketahui seberapa baik efek shadow hand yang ditingkatkan, jadi bocah itu merasa tidak seharusnya dia merasa kecewa.
Setelah beberapa saat, api di depannya mati. Ethan menghela napas panjang.
“Mungkin ini bukan pilihan yang paling optimal. Meski begitu, dibandingkan perkiraanku dimana lebih banyak waktu dan poin yang perlu dihabiskan, ini jauh lebih baik. Namun, aku harus lebih berhati-hati karena semuanya terlalu melenceng dan harus diluruskan.”
Ekspresi Ethan menjadi lebih serius, bahkan sedikit dingin.
“Lagipula, hal-hal kacau dan di luar rencana benar-benar membuatku merasa semakin terancam. Sungguh perasaan yang tidak nyaman.”
>> Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
𝙿𝚎𝚊𝚗𝚞𝚝𝚜
mark
2025-02-02
0
Arya00
bad feeling nih
2023-12-31
1
Luthfi Afifzaidan
lanjutkan
2023-12-18
1