Keesokan paginya.
Ethan berjalan agak lambat menuju ke menara, kantong mata bagian bawah tampak hitam, dan sesekali menguap sambil berjalan.
“Lihat, bukankah itu Mad Apprentice?” bisik salah satu murid tidak langsung.
“Lihat wajahnya. Sepertinya dia lebih pucat dibandingkan sebelumnya?” tambah murid di sebelahnya.
“Bukankah itu karena dia sibuk belajar tanpa tidur?” balas murid sebelumnya.
“Dia benar-benar tidak waras.”
Bisikan murid-murid di kejauhan terdengar, tetapi Ethan tidak begitu peduli. Dia terlalu tertutup selama ini, jadi wajar jika banyak orang membicarakannya. Namun bocah itu benar-benar mengabaikan mereka.
Memang, semalam dia tidak tidur. Alasannya tentu saja karena terlalu bersemangat belajar mantra. Bahkan tadi pagi penampilannya mengejutkan murid-murid yang bertugas dengannya.
Hari ini tidak ada jadwal latihan fisik atau ke perpustakaan, Ethan langsung berjalan menuju array teleportasi. Ingin segera ke ruang kelas untuk menerima ajaran dari gurunya.
Beberapa waktu kemudian, Ethan akhirnya sampai di ruang kelas. Begitu Liz melihat penampilannya, gadis itu langsung mengeluh.
“Kenapa kamu tampil begitu berantakan? Bukankah aku sudah bilang untuk menjaga penampilan agar tidak mempermalukan Master?” Liz berkata sambil cemberut.
“Aku tidak tidur semalam karena belajar merapal mantra, bahkan tidak memiliki energi untuk peduli dengan penampilanku sendiri,” gumam Ethan dengan suara nyaris tidak terdengar.
Meski begitu, Lady Catherine masih mendengarnya. Dia menatap ke arah Ethan sambil mengangkat alisnya, tampaknya tidak menyangka kalau bocah itu ternyata lebih luar biasa daripada yang dia duga.
“Oh? Apakah kamu sudah belajar merapal mantra shadow hand, Ethan? Mungkinkah mana sudah mencukupi?” tanya wanita itu santai.
“Kemarin lusa mana berhasil naik dan cukup untuk melepaskan satu mantra dasar.” Ethan mengangguk.
“Apakah kamu sudah berhasil melakukannya? Coba tunjukkan padaku,” ucap Lady Catherine.
“Dimengerti.”
Ethan berjalan di depan kelas. Dia kemudian menglurkan tangan kanannya ke depan. Sebuah lingkaran sihir hitam muncul di tanah, lalu bocah itu berkata, “Shadow hand.”
Sebuah tangan panjang yang terbuat dari bayangan muncul. Meski tampaknya akan runtuh kapan saja, tetapi mantra itu benar-benar berhasil dilepaskan. Hal itu membuat Liz yang awalnya cemberut menjadi tercengang.
“Masih membutuhkan fokus yang terlalu banyak dan mudah terganggu, pelepasan mantra cukup lambat, perwujudan sihir hampir tidak bisa dianggap rata-rata.” Lady Catherine langsung memberi komentar dasar.
“Anda benar, Master.”
Ethan membatalkan sihir lalu tersenyum masam. Bocah itu sudah berusaha keras tetapi praktik semalam benar-benar masih kurang.
“Meski kurang, tetapi kecepatanmu memang pantas dipuji. Biar aku memberi saran. Pertama, sempurnakan perwujudan sihir terlebih dahulu, baru kemudian fokus pada pergerakan agar tidak mudah terganggu. Terakhir, masalah kecepatan bisa bertambah selama berjalannya waktu,” ucap Lady Catherine santai.
“Dimengerti.” Ethan mengangguk tegas.
Pada saat itu, suara gumaman terdengar di telinga Ethan dan Lady Catherine.
“Benar-benar orang gila kerja,” gumam Liz.
Mendengar itu, sudut bibir Ethan berkedut keras. Di antara para apprentice, dia memang memiliki julukan aneh. Kebanyakan anak-anak itu memanggilnya Mad Apprentice.
Sedangkan untuk alasannya? Kemungkinan karena rutinitas yang dia lakukan setiap hari.
Di pagi hari setelah bangun tidur, Ethan akan melakukan peregangan dan olahraga ringan. Setelah itu dia akan pergi mengurus tanaman dan memberi makan hewan peliharaan. Setelah selesai, bocah itu akan melakukan latihan tubuh dan pedang sampai tengah hari.
Di tengah hari, Ethan akan kembali untuk makan dan tidur sekitar satu jam untuk memulihkan energinya. Setelah itu, barulah dia pergi ke perpustakaan sampai jam empat sore, dimana bocah itu harus kembali memberi makan hewan peliharaan.
Di waktu petang, setelah makan malam dia akan pergi bermeditasi sampai larut malam sebelum tidur, dan mengulang rutinitasnya setiap hari.
Kecuali satu hari bertemu master dan sore harinya santai, ada satu hari lain yang dianggap hari senggang. Namun tidak seperti anak-anak yang bermain dengan gembira, atau pergi ke kota terdekat untuk bersantai. Satu hari lain tersebut Ethan gunakan untuk merangkum ajaran Lady Catherine dan teori yang didapatkan dari perpustakaan.
Itulah kenapa dia dipanggil Mad Apprentice! Lagipula, tidak ada bocah waras yang mampu menanggung intensitas latihan dan pembelajaran seperti itu.
Ethan tidak peduli bagaimana orang-orang itu menyebutnya. Namun ketika mendengar itu dari mulut seniornya, bocah itu benar-benar merasa agak tertekan.
Awalnya dia berpikir kalau tidak semua orang akan menilai demikian. Namun, tampaknya senior dan gurunya sendiri bahkan berpikir seperti itu.
Ethan menggelengkan kepalanya, tidak berniat mempedulikan mereka. Lagipula tujuannya bukan hanya bermain-main dengan status murid seorang Arcanist, tetapi menjadi Arcanist itu sendiri. Mendapatkan kekuatan untuk melindungi dirinya sendiri dan mulai menjelajahi dunia alih-alih terkurung di menara ini.
Lady Catherine melihat ke arah Ethan yang sedang menatap luar jendela dengan mata penuh kerinduan. Tanpa sadar, sudut bibir wanita itu terangkat.
“Apakah kamu ingin jalan-jalan keluar, Ethan?” tanya wanita itu.
“Maaf?” Ethan memiringkan kepalanya, tampak bingung.
“Aku bertanya apakah kamu ingin keluar? Melakukan misi di luar? Tentu saja, yang aku maksud bukan ke kota untuk mengantar atau mengambil pesanan.” Lady Catherine tersenyum ramah.
Ethan menggelengkan kepalanya. “Saya masih kewalahan menghadapi Dire Wolf, jadi alam liar sama sekali tidak cocok bagi saya.”
“Memang, untuk sekarang tidak ada tempat yang cocok untukmu. Namun, jika kamu bisa menembus level apprentice-rendah dalam waktu dua bulan, ada tempat yang cocok untukmu berlatih,” ucap Lady Catherine.
“Tunggu Master!” Liz tiba-tiba mengangkat tangannya. Dengan mata berkaca-kaca, gadis itu melanjutkan, “Saya sudah menunggu lebih dari setengah tahun, Master. Tolong jangan berikan kuota ke Verdaz Swamp pada junior!”
“Verdaz Swamp?” Ethan memiringkan kepalanya.
“Tentu saja aku tidak akan menarik kata-kataku sebelumnya. Kamu berhasil menyelesaikan tugas, dan kuota ini akan diberikan kepadamu.” Lady Catherine tersenyum ramah. “Namun, bukankah masih ada Grizado Mountain?”
Perkataan Lady Catherine membuat Liz tertegun. Dia menatap ke arah sang master dengan ekspresi tidak percaya. “Namun, bukankah kuota untuk tempat itu-“
“Aku akan mendapatkannya dari Pak Tua Ragnar,” sela Lady Catherine tak acuh.
“Apakah itu baik-baik saja?” tanya Liz dengan ekspresi kebingungan.
“Lelaki tua itu berhutang banyak padaku. Sudah sewajarnya dia membayar sebagian hutangnya,” jawab wanita itu.
Saat mendengar kata hutang, Ethan tiba-tiba mengingat sesuatu. Dia kemudian menatap ke arah sang guru dengan ekspresi penuh keheranan. Merasakan tatapannya, Lady Catherine tersenyum.
“Bagaimana menurutmu, Ethan? Jika kamu mau, aku bisa membicarakannya pada Pak Tua Ragnar. Namun, jika sampai kamu gagal menembus level pada waktu yang ditentukan dan membuang-buang kuota yang kuperjuangkan-“ Lady Catherine tidak melanjutkan, tetapi senyumnya membuat Ethan bergidik ngeri.
Bocah itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia bertanya dengan penuh rasa ingin tahu. “Apakah kuota itu sangat penting, Master?”
“Untuk para profesor, tidak. Sedangkan untuk para murid, itu sangat penting. Setiap tahun, dan setiap musim akan ada masa panen tersendiri. Murid-murid akan dikirim untuk menyelesaikan tugas tersebut. Tentu saja, tugas itu juga disesuaikan dengan levelnya. Meski begitu, sudah dipastikan setiap tugas menghasilkan banyak sekali poin. Misalnya, di musim semi hanya ada satu lokasi dimana beberapa murid dikirim, musim panas ada dua lokasi, musim gugur tidak ada, dan musim dingin satu lokasi.”
Lady Catherine berhenti sejenak. Dia kemudian menatap ke arah Ethan.
“Dari sekian banyak apprentice, hanya ada kuota 5 sampai 10 orang per lokasi. Kamu pasti bisa membayangkan nilainya, kan?”
Ethan mengangguk ringan. Setelah menimbang pro dan kontra, dia akhirnya memutuskan. Memang sulit dilakukan, tetapi bukan tidak mungkin.
“Kalau begitu saya akan menerima tugas ini, Master,” ucap Ethan.
“Bagus.”
Lady Catherine melirik bocah itu dari atas ke bawah. Menyipitkan matanya, wanita itu kembali berbicara dengan nada tak acuh.
“Jangan membuatku kecewa.”
>> Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
John Singgih
ingin misi diluar
2024-01-04
0
Arya00
mantaph
2023-12-31
0
viola deam
Jangan membuat kecewa
2023-12-17
0