BAB 19. SALING ANCAM

"Ehm ... asal Abang tetep rutin minum obat, pergi fisioterapi dan kayak sekarang, bisa ngaji di rumah, juga salat isya bareng aku," tutur Anin, malu-malu.

"Jemput kamu?" pancing Ad, gemas melihat sikap malu-malu Anin.

Anin menegakkan kepala. "Kalau itu nggak mesti. Aku 'kan bisa bawa motor sendiri," jawab Anin lugas, tak ingin membebani suaminya sebab tahu Ad akan memutar arah jauh dan itu membuang waktu.

"Dah biasa mandiri, dibikin manja dan ketergantungan tuh ternyata nggak gampang, ya," ucap Adyapi. Tangan kirinya ikut menumpang di atas genggaman Anin dan mengusapnya.

Anindya hanya mengulas senyum, meski hati getir berucap bahwa wanita mana yang tidak ingin dimuliakan sesuai kodratnya.

"Abang juga pasti tau kalau wanita mandiri itu nggak jreknong menjelma bak ibu peri. Semua bermula karena terpaksa lalu terbiasa," sahut Anin.

"Iya betul, mereka pasti pernah bilang gini 'kan ... perempuan itu harus pintar cari uang agar tak direndahkan suami. Beli apa-apa buat nyenengin diri sendiri pun mudah," kata Ad.

Anindya menurunkan pandangan, memang begitulah stigma yang dia dengar di sekitar.

"Tapi itu tidak berlaku bagi lelaki yang baik agamanya, karena dia tahu fitrah wanita adalah di rumah ... jadi, kamu mau 'kan meloloskan cita-citaku agar termasuk dalam barisan tersebut?" tutur Adyapi panjang, masih memandang teduh istrinya.

Putri Agung terkesiap. Dia tak lagi mampu berucap, hanya anggukan yang bisa diberikan untuk Adyapi meski tak yakin kapan akan Anin kabulkan.

"Banyak faktor, Bang. Para pria paham tentang hal tersebut tapi logika manusia akhir zaman tidak seyakin sahabiyah. Istri-istri mereka pun sukarela dan mendapat ridho suaminya ketika bekerja ... kebutuhan harian sudah di luar nalar, maka kami ikhlas bila harus turun tangan membantu demi keseimbangan hidup negara kecilnya."

"Lagipula hasil tadi dinikmati bersama dan menjadi ladang sedekah jariyah bagi si istri. Ada yang beralasan karena cita-cita atau memenuhi ego, entahlah ... tapi, aku memang terbiasa mandiri karena melihat ibu," sambung Anin panjang.

Dunia tempatnya berlelah karena nikmat yang sedikit harus dibagi untuk banyak orang. Selama sama-sama ridho dan tidak diniatkan untuk mengungguli sang suami atau berbangga diri karena penghasilan lebih tinggi, in sya Allah keberkahan akan hadir pada rezeki yang diperoleh.

Adyapi mengangguki istrinya. Dia lantas tak mengizinkan Anin menggunakan alat makan yang terjajar di atas meja. Sang tuan muda, ingin menyuapi wanitanya hingga semua hidangan tandas.

"Allah, rasa kenyang ini untuk menyenangkan suamiku, maka tetapkanlah pahala bagiku, dan jauhkan ke faqr-an dari kami," kata Anin, ketika dia kesulitan bangkit karena perutnya begah.

"Aamiin ... Nyonya Ad, mari kita nonton," ajak Adyapi menuju lift tak jauh dari resto. "Dek, kamu nggak malu jalan sama aku?" tanya Ad lagi ketika baru masuk ke dalamnya.

Anin terkekeh, pertanyaan jebakan tapi dia lagi-lagi ingin membuat psikis Ad stabil sebab Senin besok, suaminya itu mulai bekerja kembali di kantor.

"Siti Asiyah yang punya suami macam Fir'aun aja nggak malu, kenapa aku harus begitu? suamiku saleh lagi tampan, alhamdulillah," gombalnya membuat Ad tertawa.

Senja berkesan bagi Anindya tampaknya tak selesai sampai di situ. Ketika pulang ke rumah, banyak hal berubah di sana.

Adyapi sudah menghias dinding kamar mereka dengan wallpaper di beberapa bagian menjadi berwarna sage. Warna kesukaan Anindya.

Malam ini, dia berniat melanjutkan memberi hak sang istri yang belum tuntas diwujudkan. Adyapi memulai rencana tersebut dengan membuat Anin membola, ketika membuka lemari bagiannya.

"Pakai itu ya, Dek." Ad tiba-tiba muncul di belakang Anindya kala istrinya terpaku di depan lemari besar.

Anin celingukan. "Eh, eumm, engghh, i-ini?" tunjuknya ke deretan lingerie satin berwarna gelap.

Ad mengangguk. "Aku tunggu," sahutnya seraya kembali menghilang di balik pintu.

Plak. Anin menepuk jidat. "Gaswat, ketagihan!" cicitnya sembari menggigiti bibir.

Tekat berbakti bulat sudah. Anin berusaha berlaku profesional menjadi istri meski ilmunya masih amatir. (xixixi)

...***...

Senyum tak surut dari wajah Adyapi kala Anin memasangkan dasi di lehernya. Dia bahkan sengaja bergerak ke sana sini membuat Anindya kesulitan hingga harus mengulang simpul beberapa kali.

"Abang bisa nggak diem dulu bentar?" tegur Anin mulai kesal, bukan dia tak mampu menyimpul dengan baik tapi tatapan Ad membuatnya grogi.

"Nggak bisa." Ad memegangi pinggang Anin yang berlutut di depannya saat merapikan jas, membuat sang istri makin salah tingkah.

Terpampang lagi dalam ingatan Anindya, suasana hangat semalam. Entah darimana dirinya mendapatkan keberanian itu sampai bisa melakukan banyak hal yang membuat Ad terlena.

"Selesai." Anin berniat bangkit tapi cekalan Ad menahannya. "Nanti telat, loh," lirih sang nyonya.

"Makasih untuk semuanya," bisik Ad lembut, di telinga Anin membuat si empunya meremang ketika Adyapi melepas dekapan.

'Yubarikallahu alaik. Tampannya suamiku.' Anin merapal doa agar pandangan kekaguman ini tak melempar ain, tak lupa menyematkan senyum manis di wajah.

Pagi yang kurang baik bagi siklus debaran jantung Anindya, akhirnya berakhir saat Ad mengantar hingga ke halaman depan Museum. Lambaian tangan sang CEO menjadi tanda perpisahan mereka.

Tepat jam 8 pagi, agenda meeting akan mulai digelar. Jika biasanya hanya Arno yang datang mendengar laporan mereka, kali ini sang CEO turut serta.

"Morning!" sapa Adyapi, ketika pintu ruangan dibuka lebar oleh Arno. Dia pun perlahan masuk, sambil menatap satu per satu wajah para staffnya.

Terdengar bunyi gaduh akibat kursi yang bergeser dengan lantai atau kaki membentur meja saat mereka berdiri menyambut pimpinan Bumiland itu.

"Morning, Pak!" sahut mereka berbarengan.

"Langsung mulai dengan laporan audit sayap kanan Bumiland 2, silakan tim!" tegas Ad seraya menyalakan infocus.

Para manager yang selama ini bekerja leha-leha akhirnya kelabakan. Pun, ketika Ad memanggil Arlingga untuk bergabung dengannya, keringat dingin, dan wajah pias tampak menghiasi rupa petinggi Bumiland.

Pagi ini, Ad masih berbaik hati memaafkan segala kekacauan prosedur kerja mereka dengan menjeda meeting. Dia punya urusan yang lebih penting dengan Arlingga.

"Ikut ke ruanganku," kata Ad setelah memutuskan membubarkan meeting dan meminta mereka merevisi sebelum agenda diulang setelah makan siang nanti.

"Ngapain lagi, sih?" keluh Arlingga meski dia mengikuti langkah sang kakak tiri.

"Duduk saja dulu, ngopi. Kita santai sejenak, lah," balas Ad seraya mengambil berkas dari atas mejanya.

"Langsung saja. Mau apa lagi dariku? audit sudah, diawasi iya ... jangan ngadi-ngadi kamu, Kak!" sergah Arlingga, duduk di sofa seraya menopang kaki.

Adyapi hanya menyunggingkan senyum tipis, dia lalu meletakkan sebuah amplop ke hadapan adik tirinya.

Arlingga bergeming, tapi sedetik kemudian dia meraih benda itu dan menarik isinya keluar.

"Jelaskan padaku ... papa belum tau masalah ini," kata Ad sambil bersedekap.

Tangan Arlingga memegang beberapa foto, salinan pembayaran juga hal lain. Dia lantas mendongakkan kepala menatap sinis pada Adyapi.

"Mau ngancam aku? nyingkirin aku, gitu?" tuduhnya.

"Enggak. Aku cuma minta kamu perbaiki ini semua ... kembalikan aset, perbaiki proyek mangkrak sebelum papa tau dan berakibat fatal padamu," tutur Ad masih dengan suara tenangnya. "Papa sangat percaya padamu, loh."

Arlingga melempar semua bukti tadi ke atas meja, dia kembali merebahkan punggungnya ke sofa.

"Bumiland 2 adalah milikku, Ad. Jangan berani mengusik bila kondisi Anindya tak ingin menjadi konsumsi publik!" tandas sang putra Lingawarni, tersenyum remeh untuk kakak tirinya.

Adyapi sudah menduga hal ini. Dia pun enteng menanggapi meski ketika di rumah nanti, Anin butuh di sounding olehnya dan dokter Listy agar tidak terpengaruh berita negatif yang menyudutkannya.

"Ehm, gitu. Ngancem balik? ... silakan aja, toh kondisi Anin bukan aib bagiku atau berperan aktif dalam merugikan perusahaan," jawab Ad, santai sambil menaikkan satu alisnya.

Pimpinan sementara sayap kanan itu meringis, lalu bangkit dan keluar dari sana. "Kita liat saja nanti, Ad!"

.

.

...________________________...

Terpopuler

Comments

Mega Ahmad

Mega Ahmad

Goooooool 😂😂😂😂

2023-12-27

1

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

typonya😁🤲🏻

2023-12-27

1

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

nah betul tuhh👍

2023-12-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!