BAB 16. AKU MAU PUNYA ITU

"Paham?!" tandas Arno, disertai tatapan menusuk sementara tangan menahan uang ketika Ayu hendak mengambilnya.

Anggukan cepat diberikan gadis itu sebelum berlalu dari hadapan keduanya. Sepeninggal Ayu, Ad memijat pangkal alis berharap adik tiri Anin bisa menjaga misi dan mendapat apa yang dimau.

Sepuluh menit kemudian, Ad kembali ke ruangan Agung dan mengajak Anin pulang karena sudah terdengar azan isya. Istrinya itu belum istirahat sejak pagi, dia tak ingin Anindya sakit.

"Pamit dulu, Yah. Besok kita ke sini lagi," kata Ad, sembari menjulurkan tangan meminta agar Anin menyambutnya.

Anindya turun dari sisi brangkar lalu menyalimi sang ayah dan undur diri. Bertharani buru-buru menarik seragam Anin, dia sedikit membelalak sembari menggesekkan dua jarinya di depan wajah si anak tiri.

"Duit, mana?" bisiknya sembari merapatkan bibir.

Nyonya muda Ad mengendikkan bahu, dia tidak punya tabungan lagi sebab telah dibelikan jam tangan dan i-Phone yang dikenakannya.

"Ma!" tegur Agung, dengan nada pelan akibat reaksi obat mulai bekerja.

Adyapi yang melaju lebih dulu di depan Anin pun berhenti dan menoleh sebab merasa istrinya tak ikut melangkah. "Dek?"

"I-iya," kata Anin, melepas cekalan Bertha dari seragamnya.

Bertharani berdecak, memang pasangan tidak peka, gerutunya dalam hati. "Ad! kamu nggak kelupaan apaaaaaa gitu?" katanya sambil membuka pintu.

Adyapi berpura-pura berpikir lalu meraih tangan Anin agar mendorong kursi rodanya. Dia lantas menggeleng saat melewati Bertha yang berdiri di ambang pintu dengan wajah masam.

Pasangan Bumandhala melanjutkan rencana untuk makan malam di luar. Jajan sebelum pulang itung-itung kencan.

Bakso kikil menjadi pilihan mereka sementara Arno hanya memesan minuman hangat dan cemilan. Ad membiarkan Anin meracik bumbu tambahan untuknya.

"Pantesan kalau cewek makan bakso itu repot dan lama, icip sana tambah ini itu. Kapan aku bisa makan?" keluh Ad, tersiksa menahan diri dari aroma sedap kuah bening di atas meja.

Anin tertawa kecil lalu menyodorkan milik sang suami, sedikit mengaduk kuahnya agar hidangan itu tak terlalu panas ketika Ad mencicipi. "Ready to serve," ujarnya.

Tak ada komentar selain anggukan kepala dan acungan jempol Ad untuk Anindya yang tersenyum manis, karena selera mereka sama.

...***...

Satu pekan hampir berakhir. Arno mendapat laporan dari Ayu perihal Arlingga. Sebuah foto dan video meski kualitas suaranya kurang jernih, masih bisa Ad pahami isi percakapan mereka.

"Benar! Senin besok, bawalah tim audit langsung ke sayap kanan. Baru satu bulan tapi sudah begini," gumam Ad.

"Siap, Bos!"

Gawai canggih yang diminta Ayu pun dikirimkan Arno melalui kurir. Tak lupa tugas-tugas baru untuknya.

Ad lantas mencari Anindya, bau harum masakan menusuk hidung sejak dia keluar dari ruang kerja.

"Deek!" panggil Ad, menyusuri ruang yang tak begitu luas di cluster ini.

"Di kamar," sahut sang nyonya muda. Anindya sibuk mengganti seprei, gorden, karpet bahkan sarung bantal sofa, dia ingin suaminya nyaman di ruangan ini.

"Diganti semua?"

"Ehm, biar Abang nggak bersin-bersin kena debu. Kan banyak beraktivitas di ruangan ini," jawab Anin, saat mengangkat semua linen kotor.

Adyapi ingin membantu, dia mencoba menggerakkan jari kakinya perlahan, penuh konsentrasi. Sementara Anin masih berdiri, melihat apa yang sedang Ad lakukan.

Senyum nyonya muda muncul manakala Ad perlahan berhasil mengangkat ibu jari kaki kanannya.

"Aaaahhhh! Abang kereeenn!" pekik Anindya bertepuk tangan dan langsung bersimpuh di depan kedua kaki Ad masih mendekap banyak linen. Dia ingin melihat gerakan itu lagi.

"Ta-tappii sakit, Dek. Aku sedikit memaksa," lirih Ad, menahan nyeri hingga peluhnya muncul.

Anindya menyeka dahi Ad, lalu memijat pelan semua ujung buku jari agar aliran darah kembali lancar.

"Tandanya syaraf mulai merasakan rangsangan," jawab Anin. "Mau kubantu pindah?" tawarnya lagi dengan mengukir senyuman manis.

Ad bersandar di punggung kursi, wanita cantik di hadapan begitu telaten mengurusi segala hal untuknya. Adyapi pun mengangguk antusias.

Dia ingin duduk di sisi ranjang sehingga Anin mengarahkan roda depan mendekati ujung dipan.

Anindya merengkuh bagian bawah lengan Ad, dan perlahan mengangkat tubuh suaminya. "Abang berraaatttt!" cicit Anin.

"Masa?" senyum usil Ad muncul. Dia malah meniup pelan telinga Anin dari luar hijab.

'Duh, mulai dah, mulai. Ibuuuuuu, gimana ini.' Anin berusaha menepis bulu kuduk yang meremang.

"Hahhh!" Anin menarik napas dalam saat berhasil membantu Ad duduk di sisi tempat tidur. "Perasaan ... ka lau A bang pindah sendiri kek ringan gitu, a pa a ku sa lah c a ra?" ujarnya terengah-engah, berdiri tegak di hadapan Ad.

Adyapi mengangguk lalu berbaring. Tapi, dia juga menarik kedua lengan Anin hingga menimpa tubuhnya.

"Eewhhh!"

C-up. "Aku nggak ngerasa berat meski kamu giniin," kekeh Ad setelah melabuhkan tanda sayang di bibir Anindya.

Wajah nyonya Ad langsung bersemu merah membuat tawa Adyapi menguar. Anin menggeliat pun percuma, posisinya sulit bangkit sebab dia terlalu erat didekap.

"Lepasin, kita makan siang, yuk. Aku masak kalio ikan," lirih Anin, memilih merebahkan kepalanya di dada Ad.

Adyapi masih setia memeluknya, hingga sesuatu yang diam mulai merambat naik. Anin bukan wanita polos-polos amat, dia tahu benda apa yang bertumbuh di dekat pahanya.

"Abang ... udah, udah, lepasin!" Anin berontak disertai kekehan Ad yang perlahan melepasnya.

"Takut amat, Dek," kata Ad, perlahan bangkit duduk kembali.

Anindya sudah kabur keluar kamar, dia terlalu malu tadi. Ketika Ad menyusulnya pun, Anin masih enggan bersitatap dengan sang suami yang kian gencar menggoda.

Setelah makan siang, keduanya kembali masuk ke kamar. Beribadah bersama hingga relaksasi dengan cara masing-masing diselingi obrolan ringan.

Ad yang semula menyandarkan kepala di bahu Anin, perlahan merosot tidur di pangkuannya sembari mengelus Mbul.

"Bikin apa, Dek?" tanya Ad.

"Nggak, belum gambar. Bingung," jawab Anin, menunjukkan kertas kosong pada suaminya.

"Keluar, yuk. Kayaknya di luar rame. Kali kamu bisa dapat inspirasi," ujar Adyapi sambil berusaha bangun dari rebahan di pangkuan Anin.

Benar saja, suara sorak sorai anak-anak yang bermain di bawah teduh pepohonan membuat binar mata Anin kembali menyala, dia pun mulai menggoreskan pena di atas kertas.

Ad setia menempeli Anin, dia bahkan menyandarkan kepalanya di lengan sang istri seraya memangku alat tulis Anindya.

Pandangan Ad sesekali terarah ke kerumunan bocah yang hilir mudik naik sepeda atau sekedar lari kesana sini.

"Dek," panggil Ad.

"Ehm. Abang haus?"

"Enggak."

"Lah, terus?" Anin menjeda melukis. Dia lalu meletakkan punggung tangan di dahi Ad yang menggelayuti lengannya. "Nggak demam."

"Ya emang aku nggak kenapa-kenapa," jawabnya.

"Lalu?" tanya Anin bingung dengan kemauan Adyapi.

Lengan Ad terangkat ke depan, dia menunjuk ke arah anak-anak yang sedang berkumpul tak jauh dari kediaman mereka. "Aku mau punya itu, pipi chubby dan dikepang."

Anin mengikuti arah telunjuk suaminya. Seketika wajah oval itu merona dan berdehem. "Ehheemm ehm."

Permintaan Ad sontak menyadarkan Anin bahwa dirinya belum memberikan hak pada sang suami hampir dua bulan pernikahan mereka.

"Dua aja, semuanya harus mirip kamu." Ad kian erat menggantung di lengan Anin, dia pun menelengkan kepalanya guna melihat ekspresi Anindya.

"Apaan sih, liatinnya gitu," sungut Anin sambil meraup wajah Ad.

Tuan muda Adyapi tergelak, tak henti menggoda istrinya hingga Anin tak bisa melanjutkan lukisan kali ini sebab imajinasi mendadak hilang.

Bada isya, kala Ad masih di ruang kerja, Anin diam-diam mencari tahu bagaimana cara yang aman melakukan ibadah halal dengan kondisi seperti ini.

Otaknya menjadi traveling, Anin terkekeh, sesekali tertawa kecil ketika membaca segala isi artikel di laman online. Tiba-tiba dia teringat kalimat Giska tentang Badak. '... njengking ....'

"Astaghfirullah!" Anin menepuk jidat, bahkan mengacak rambutnya berharap isi pikiran kembali normal. "Isshhhh!"

"Dek, kamu kenapa?"

Anin membola, sejak kapan suaminya masuk kamar, dia tak mendengar apapun tadi. "H-haaah?"

.

.

...____________________________...

Terpopuler

Comments

@Ani Nur Meilan

@Ani Nur Meilan

Duhhhh..Anin natural aza ikuti kata hati klau hati udah niat ikhlas pasti bisa 😊😊😊😊

2023-12-23

1

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

kaget ya nin takut ketauan😆😆

njengking apa mom🤔🤔

2023-12-22

1

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

hayolooooooo

2023-12-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!