Ad sengaja mengajak Anin selalu menemani fisioterapi, untuk melihat apakah mereka berdua kian akrab menjalin pertemanan.
Meskipun Anindya tak menanggapi sikap ramah Leon, tetap saja Ad terkadang mendiamkan istrinya jika kelabilan emosi sedang kumat. Di sisi lain, berkat dokter yang tebar pesona, Adyapi diam-diam makin gencar berlatih serta mengunjungi tabib akupuntur bila Anin kerja.
Seperti malam ini, dia bercucuran keringat ketika fokus menggerakkan syaraf jempol bagian kanan. Bila ibu jari kakinya dapat bergerak maka jemari lain pun bakal lebih mudah dilatih.
"Bos, saya punya sesuatu," kata Arno, menghampiri Ad sembari menyodorkan ponsel padanya.
"Apa?" jawab Adyapi, menerima uluran benda pipih itu meski telapak kakinya masih di atas mesin pijat.
Sebuah tampilan chat antara Arlingga dan uncle Dom terpampang di layar gawai. Dia membaca seksama isi chat mereka. (bab 6)
Arlingga rupanya telah mensurvei lokasi club malam yang kerap didatangi oleh para petinggi negeri juga pemilik perusahaan ternama.
Dia lalu meminta Arno untuk mengingatkannya esok hari karena harus mengirim email pada Arlingga, tentang permintaan audit dalam masa peralihan jabatan direktur Bumiland 2 yang baru berjalan satu bulan.
Ad pun menyudahi sesi latihan dan kembali ke kamarnya. Dia mendadak rindu dengan Anindya.
Pintu bercat putih itu terdorong pelan, kepala Ad menyembul dari balik panel, mengintip lebih dulu sebab kuatir membangunkan Anindya yang mungkin sudah lelap.
"Alhamdulillah, Abang mau mandi? aku siapin, ya," kata Anin dari atas ranjang, bangun ketika melihat Adyapi muncul dengan keringat berlebih.
"Belum tidur, Dek? dah jam 11, loh," kata Ad, langsung menuju toilet. "Aku mandi air dingin, sebentar kok," ujarnya gegas masuk ke sana.
Anin tetap turun dari ranjang, lalu berjalan menuju lemari guna mengambil piyama Adyapi dan meletakkan di atas meja aksesoris suaminya.
Tak lupa menata bantal agar suaminya nyaman berbaring, serta membuka lebar selimut supaya Ad lebih mudah berpindah tempat dari kursi roda ke atas tempat tidur.
Sejurus menit kemudian, Ad muncul dengan wajah lebih segar meski ekspresinya datar. Dia langsung mendekatkan kursi roda ke sisi ranjang dan perlahan pindah dibantu Anin.
Lampu pun padam, seiring Ad yang menarik selimut. Sementara Anin berjalan ke sebelahnya lalu menguncir rambut dan berbaring telentang. Mata bulat itu mengerjap, menyesuaikan dalam gelap sebelum memejam.
"Kangen kamu, Dek. Tapi, aku sebel," lirih Ad.
Anindya tak banyak cakap, mengerti maksud Adyapi. Dia langsung beringsut mengangkat lengan kanan Ad dan masuk ke pelukan. "Katanya aku milik Abang? kok, jadi minder gitu?"
"Dia sempurna, pinter dan bisa bikin kamu tertawa," sambung Ad pelan, diikuti tarikan napas halus.
"Abang juga sempurna, pinter dan bisa bikin aku tenang," jawab Anin, melingkari pinggang Adyapi. Terasa olehnya gerakan dada Ad yang akan menimpali kata-kata barusan. Anin buru-buru menambahkan. "Eits, sempurna itu bukan soal fisik tapi banyak hal, titik!"
Ad lantas tersenyum, mengusap kepalanya lalu membalas pelukan Anindya.
Keesokan pagi, setelah mengantar sang istri ke Museum, Ad lantas meminta Arno mengirimkan email ke bagian keuangan Bumiland 2 terkait rencana audit pekan depan.
Satu jam setelah itu, ponselnya berdering. Muncul nama Arlingga di sana dan Ad tak menggubrisnya. Dia sedang gencar meloby salah satu kolega penting Bumiland Jaya untuk membackup dana bila terjadi krisis suatu saat nanti.
Sementara di perusahan sayap kanan, Arlingga gusar ketika si kakak tiri itu kembali mengusik. Dia lantas menghubungi ibunya untuk merayu Argan agar menegur Adyapi yang sering merecoki urusan Bumiland 2.
"Mama kudu bantu aku lah, demi pengukuhan kita di keluarga Mama, aku nggak mau disepelekan mereka," rengek Arlingga pada ibunya.
"Mama akan coba, tapi jangan banyak berharap. Papa tirimu itu suka minta imbalan ngadi-ngadi," keluh Lingawarni, dengan suara malas.
"Ish, itu bukan urusanku. Dia suami Mama," balas Arlingga, menutup sambungan telepon.
Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi kebesaran. Otak dan hati Arlingga terbetik sedikit curiga apakan Bumiland 2 disisipi oleh orang-orang Adyapi.
"Apa mungkin, pria cacat itu tau kalau aku ada main?" gumam Arlingga, seraya memutar kursi ke arah jendela.
Rupanya bujukan manja Lingawarni pada Argan berhasil, permintaan Arlingga pun dipenuhi oleh sang pendiri Bumiland.
Argan mendatangi kediaman Adyapi menjelang makan siang. Tanpa basa basi, dia meminta Ad agar tak lagi turut campur dalam pengelolaan sayap kanan.
"Ad, urusi yang jadi urusanmu saja, lah. Ngapain nambahin kerjaan dengan recoki kinerja Arlingga? ... Bumiland 2 itu sudah miliknya!" tegur Argan, berdiri di tengah-tengah ruang kerja anaknya.
"Bukannya Bumiland 2 masih dalam pengawasanku minimal selama dua kuartal, Pa? sesuai agreement, loh," sahut Ad, menunjuk kontrak penandatanganan kuasa jabatan bulan lalu.
Argan mengetatkan rahang, dia ingin pensiun dari semua ini. "Sudahlah, apa susahnya beri kepercayaan pada adikmu itu, Ad! ... kamu jangan serakah!" kata sang ayah, sedikit meninggikan suara.
Adyapi memandang Argan dengan tatapan tak percaya. Dia menggeleng pelan lalu menunjukkan bukti chat semalam yang sudah dikoneksikan ke layar laptopnya.
"Seperti ini? disebut memberi kepercayaan? ... coba Papa telaah." Tunjuk Adyapi pada layar yang dia zoom. "Satu bulan bisa membeli aset dan itu tidak ada hubungannya dengan perusahaan?!" tegas Ad.
Argan memejam, dia mengusap wajahnya kasar lalu bersedekap. "Apa maumu? jangan fitnah Arlingga."
"Aku tetap minta audit!" sahut Ad, ikut merebahkan punggungnya ke kursi seraya menyeringai tipis. "Fitnah? buat apa?"
"AD!" sentak Argan, menunjuk ke arah putra sulungnya. "Bisa nggak sih, kamu itu jangan banyak bantah omongan Papa! ... kamu iri, 'kan?" imbuh sang ayah.
"Kapan? kapan aku pernah bantah ucapan Papa!" Ad tersulut emosi, dia menegakkan duduknya lagi. "Mana ada inang iri pada benalu yang numpang hidup!"
"ADYAPI!" seru Argan Bumi. Wajahnya merah diikuti mata yang membelalak.
Adyapi diam, menarik napas panjang sebelum bicara lagi. Dia sudah tak tahan, mungkin Argan juga tanpa sadar melakukan ini semua selama bertahun-tahun. Saatnya, saling menyadarkan agar hubungan kekeluargaan membaik.
"Pa, sadar nggak? bentakan Papa inilah yang bikin aku trauma, dan mengira bahwa kepala keluarga itu sah-sah saja ngamuk atau bersikap seenaknya!"
"Kamu jangan ngalihin topik!" sanggah Argan, mulai mendekati meja kerja Adyapi.
Adyapi menggeleng, dia menyampaikan unek-unek yang selama ini dipendam. Bagaimana dia merekam semua perlakuan Argan terhadap ibunya lalu merefleksikan itu semua pada Anindya beberapa waktu lalu.
Bahkan cara Argan berkomunikasi dengan pasangan pun, sedikit banyak menempel padanya hingga dia kesulitan membangun interaksi dengan Anin di awal pernikahan.
Argan menjadi emosi, dia membela diri dengan mengatakan bahwa semua ini akibat dari Amanda yang lalai menjalankan tugas sebagai seorang istri.
"Nggak akan selesai kalau Papa nyalahin mama terus," ujar Ad, melemah tanda dia menyerah. "Aku tetap minta audit," ucapnya, sembari menekan tombol panggilan cepat ke ponsel sang asisten.
Arno lalu masuk ke ruang kerja sang CEO dan membungkuk hormat untuk tuan besar Argan. Tak lupa memohon maaf ketika tangan kanannya terangkat, menyilakan Argan keluar ruangan.
Lelaki paruh baya itu menatap putranya kecewa, dia menilai Adyapi membangkang dan berniat akan membuat surat wasiat baru.
.
.
...___________________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
@Ani Nur Meilan
Ad harus main cantik jangan sampai gegabah..Mereka orang2 licik pasti segala cara pun dihalalkan
2023-12-19
0
Siti Dede
Aku suka kata2 ini 'Mana ada inang iri pada benalu yg menumpang hidup'
2023-12-19
1
𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα
hati" ya ad sama arlingga.. jangan lengah pokoknya....
2023-12-19
1