"Dek," panggil Ad lagi.
"Maaf," cicit Anin, melirik ragu-ragu sebab Ad sedang menatapnya. "Akuuu selalu takut Abang dimanfaatin oleh mereka," lanjut sang tur guide, kian lirih.
Ad tersenyum simpul, manik matanya sibuk memeta wajah ayu Anindya dari samping. "Udah ah, sekarang tinggal belajar pede ngadepin mama dan Ayu ... ayah juga sama kayak kamu, korban jamur. Iya kalau jamur Shitake, bisa sekalian buat obat, lah mereka ini jamur penyebab panu," kekeh Adyapi, mencubit gemas pipi Anin.
Celotehan Ad membuat Anin ikut tertawa dan menjadi rileks kembali. Suaminya itu lantas meminta dia menceritakan aktivitas hari ini.
Anindya mengeluarkan buku pemberian Giska dari dalam tas, lalu menunjukkan coretan tintanya pada Ad. Kali ini warna yang tertoreh cukup ceria bahkan mulai membentuk sebuah objek.
Adyapi terus mengajaknya bicara, dengan meminta Anin menjelaskan apa yang dia gambar. Sang CEO benar-benar menepati janji untuk menyediakan telinga bagi Anindya.
Akhirnya sejurus masa, pasangan Bumandhala tiba di klinik dokter Listy. Ad tak banyak bicara ketika sang ahli kejiwaan meminta Anin untuk menjalani hipnosis. Lelaki itu juga menunjukkan hasil coretan sang istri hari ini pada beliau.
"Abang?" Anin menggigit bibir bawahnya, kedua alis pun ikut mengerut. Dia gelisah kala melihat ke arah Adyapi.
Ad lalu meraih jemari Anin dan menggenggamnya. "Aku di sini, nggak kemana-mana. Mangats, Dek!"
Bisikan lembut dokter Listy yang meminta Anindya mengutarakan kekesalan hanya membuahkan tangis. Apalagi ketika jemari sang terapis menyentuh dada Anin, ledakan emosi itu kian jelas. Adyapi dirundung iba, begitu besarkah trauma Anindya.
Hanya 30 menit waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapat stimulan positif dari Listy. Anin pun perlahan membuka mata kembali dan diminta menarik napas panjang beberapa kali.
Sang CEO merentang lengan, tersenyum manis ke arah Anindya yang langsung melihatnya. "Sini, Sayang."
Anin pun menghambur. Pimpinan Bumiland Jaya itu mendekap erat, mengusap lembut punggung Anin meski kakinya terasa sedikit nyeri akibat tertekan tubuh sang wanita pujaan.
"Gambar ini punya makna dalam, Pak Ad," kata Listy setelah melihat Anin tenang.
Secara ilmu psikologi, gambar segitiga dengan banyak coretan garis halus yang melingkar di dalamnya menandakan bahwa sang pembuat pernah diremehkan, dan tidak dihargai dalam beberapa fase kisah hidupnya.
Listy menyarankan agar mulai sekarang Anin harus melakukan apa yang disukai dan berusaha menjadi yang terbaik menurut versinya, bukan orang lain.
"Berhenti menjalani kehidupan hanya untuk diakui orang lain. Berharap mereka melihatmu, atau ingin terlihat menonjol. Itu bisa merusak kesehatan mental," tutur Listy.
"Penyesalan terdalam adalah ketika aku tidak dapat melihat ibu terakhir kalinya, dan kesedihan terpendamku saat nggak mampu mengucapkan kata-kata betapa aku sayang ibu, di hadapan beliau," lirih Anindya, kembali meneteskan air mata.
Listy mengangguk, Anindya berhasil mengakui apa yang ditahan selama ini. Rupanya, sikap manis lelaki disampingnya berperan banyak dalam mengontrol masa mania/hipomania (naik/energik) atau saat depressive major (turun/depresi).
Sesi konseling berakhir dan Anin tidak menebus obat kali ini sebab dia mengaku bahwa resep bulan lalu masih ada.
Perjalanan pasangan Bumandhala pun berlanjut ke rumah sakit. Mereka mampir ke Musala lebih dulu sebelum naik ke kamar Agung.
Bertharani menyambut sumringah kedatangan menantu yang dinanti saat membuka pintu, meski Ad memasang wajah datar.
Arno mendorong kursi roda Adyapi masuk ke dalam kamar perawatan, dan melihat Ayu ada di sana. Gadis itu hanya duduk diam di sofa dengan kepala menunduk saat Ad melirik ke arahnya.
"Ayah!" Anindya menghambur memeluk Agung yang sudah bisa setengah duduk.
"Kemana saja, Nin. Nggak keliatan dua hari, kamu sakit?" ujarnya saat pelukan Anin terurai.
"Nemenin aku, Yah." Ad mendekat ke sisi ranjang dan menyalimi sang mertua. "Bukannya ada Ayu, ya?" sambung Ad.
"Ayu sibuk kuliah dan kerja malam. Dia baru dapat kerjaan di club yang lagi trending itu, makanya nggak bisa diganggu gugat," sela Bertha, duduk di pangkal ranjang.
"Punya gaji dong, ya? harusnya sih nggak minta uang jajan lagi sebab sudah mandiri," sahut Adyapi. "Betul nggak, Yu?"
Ayu mendongak, mengangguk cepat tanpa suara membuat Bertharani heran. "Ya tetep aja butuh jajan, kuliah dia 'kan mahal, Ad. Mana nggak ada yang bantuin biayanya pula," sambar Bertharani, melirik sebagai isyarat berharap Adyapi peka.
Agung bahkan mengatakan, untuk bisa memasukkan Ayu menjadi DJ pendamping di club itu, dia harus membayar sejumlah 'uang keamanan'.
"Ayu 'kan masih tanggung jawab Ayah," jawab Ad cepat. Dia jadi tahu kalau adik tiri Anin itu terobsesi menjadi seorang DJ terkenal.
Merasa dirinya menjadi topik, Ayu memilih keluar ruangan saat Anindya sibuk menyuapi Agung.
Melihat Ayu menghindar, kesempatan bagi Ad untuk menekan gadis itu lagi. Semoga firasatnya benar. Dia pun melirik Arno agar segera menahan adik tiri Anin di luar.
"Dek, aku ke cafetaria bentar ya, haus," kata Ad, izin pamit sejenak. Anin mengangguk dan dia pun keluar ruangan mencari sang asisten.
Lambaian tangan Arno menjadi petunjuk agar Ad meluncur ke arah kanan koridor dimana Ayu berada.
"Yu! kamu kerja di club mana?" tanya Ad memperhatikan wajah Ayu yang menatapnya jengah.
"Blooms and Young. Jangan coba-coba gangguin kerjaanku, ini usaha aku agar nggak kamu sebut benalu," sengitnya melihat ke arah Adyapi sambil menyandar ke tembok.
'Club yang kucurigai.'
Senyum terkembang di wajah CEO Bumiland Jaya. Dia bisa memanfaatkan codot satu ini. "Mau i-Phone, nggak? atau kursus sama DJ beken Ibu kota, aku yang bayarin!"
Binar mata Bestari Ayu berkilau, dia mengangguk cepat. Dengan kekuasaan yang dimiliki Adyapi, bukan hal sulit untuk mendapatkan kursus ekslusif DJ idolanya.
"Mau mau!" jawabnya dengan senyum cerah.
"No!" sebut Adyapi menoleh ke arah asistennya.
Arno lantas membuka ponsel guna menunjukkan foto-foto pria yang harus Ayu selidiki. Dia juga menjelaskan apa saja tugas gadis itu.
"Oke. DP dulu dong, i-Phone 15." Ayu berdiri sambil bersedekap tangan di depan dada, bahkan ujung kakinya mengetuk lantai. "Aku tau siapa yang kamu cari," ujarnya percaya diri.
"Dimana-mana itu kerja dulu, baru dapat upah!" sergah Arno, mulai malas meladeni gadis serakah ini.
"Lah, aku butuh modal." Ayu memelototi Arno.
Adyapi lantas memberikan pilihan, Ayu wajib membuktikan bahwa dia mampu mendekati target malam ini. Harus mendapatkan bukti apapun itu entah rekaman video, suara atau foto, maka gawai canggih yang dia minta akan segera meluncur.
Kesepakatan itu mufakat setelah Ayu mendapat tambahan jajan 500 ribu dari Adyapi. Senyum gadis itu mencuat lagi. 'Asiiikk, punya mesin ATM pribadi.'
Arno paham arti seringai dan kilatan licik di bola mata Ayu. Rasanya dia perlu untuk memberikan sedikit tekanan pada si gadis ingusan ini.
"Kalau sampai bocor, maka kerjaanmu akan aku pindahkan ke rutan. Bukan sebagai DJ tapi nemenin sipir dinas malam karena tuduhan bahwa kamu terlibat kasus pencurian dan perampasan harta," geram Arno ketika memberikan uang tunai untuk Ayu.
Glek.
.
.
..._________________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
@Ani Nur Meilan
Ayu..Kamu tuh jadi kacung nya Ad kerja yg bener jangan macam2 atau Ad bisa buat kamu ngga bisa hidup tenang
2023-12-23
1
Siti Chotijah
ayu....ayu.....jgn sng dlu.kamu tu LG dimanfaatin JD detektif😄😄😄
2023-12-21
1
AlAzRa
jangan seneng dulu! kamu tuh blm tau sadisnya Ad ngilangin jamur yg bikin gatel sebadan badan
2023-12-21
1