"Makasih Mama Gigis," bisik Anin masih menggelayut di punggung Giska.
Giska menepuk lengan yang melingkari lehernya. "Turun, nanti kalau ada yang liat aku lagi gendong tuyul ekspayer, bisa-bisa kamu pindah majikan."
Anin menepuk bahu Giska sambil melepas dekapannya. "Enak aja tuyul ekspayer! jin sarimi, lah," kekehnya, bangun dari sana dan melangkah ke depan Museum.
Giska ikut bangun, menuju parkiran tak jauh dari lokasi mereka tadi. Namun, dia tak melihat motor Anindya di sana.
Gadis kuncir kuda itu lantas terburu menaiki kuda besinya dan mengejar sang sahabat. Dia masih cemas, Anin belum fokus setelah meluapkan kekesalan tadi.
Tin. Tin. Giska menekan klakson dua kali.
"Nin, ayo, aku antar ke rumah," tawar Giska, melambatkan laju motor saat telah bersisian dengan Anindya yang berjalan santai sambil melihat handphone.
"Nggak usah, aku dijemput kakak prabu. Bentar lagi katanya sampai ... nih," balas Anin, menunjukkan isi chat Adyapi.
"Ck, kakang prabu! ... ya udin, akoh doloan ya bestie," sambung Giska, melambaikan tangan dan mulai menarik tuas gas laju.
Anindya lalu duduk menunggu di pos satpam. Gerbang Museum telah ditutup sebagian, hanya menyisakan celah bagi para staf yang mulai meninggalkan gedung.
Tak lama, kendaraan Adyapi menepi, pintu belakang pun langsung terbuka membuat Anin bergegas menghampiri.
Senyum Ad terulas ceria menyambut sang istri yang terlihat lelah. "Sore, Nyonya Bumandhala," sapanya riang ketika Anin baru saja masuk.
Wanita berhijab hitam itu tersenyum, meraih tangan Ad lalu menciumnya. "Sore, Pak suami. Langsung pulang, ya?" tanya Anin, sambil melepas ranselnya.
"Oke." Ad meminta Arno agar membawa kendaraan mereka melaju kembali menuju arah pulang.
Saat akan memasuki rumah, Ad melihat sebuah motor matic terparkir di carport menyebabkan mobilnya tidak dapat masuk. Tentu kendaraan di sana itu bukan milik Anindya sebab type dan warnanya berbeda.
"Ck, Ayu? mau apa?" decak Anin, mulai menggigiti bibir dan melirik suaminya.
"Adikmu?" tanya Ad, saat Arno membuka pintu belakang dan kursi rodanya telah siap.
"Ehm. Biar aku saja, Kakak langsung masuk," ucap Anin saat akan turun dari mobil.
"Berdua." Ad langsung menekan tombol pada panel kursi roda, bergerak maju menaiki teras melalui tanjakan landai yang dibuat khusus baginya.
Dugaan Anin terbukti, sapaan manja Bestari Ayu terdengar. Dia bahkan tetap duduk di sofa saat pasangan Bumandhala memasuki hunian.
"Halo kakak ipar, baru pulang, ya?" ujarnya basa basi sambil tersenyum lebar.
"Ada perlu apa?" tanya Ad, terus terang. "Darimana tahu rumahku?" sambung suami Anindya, menatap sinis pada sosok ganjen yang duduk di hadapan.
Anin memilih diam, dia mulai mengerti tabiat Ad dan tak ingin suaminya lepas kontrol lagi.
Bestari Ayu mengabaikan pertanyaan Adyapi, dia lantas melihat ke arah Anindya yang duduk di sofa, berhadapan dengannya.
"Kenapa semua pesan kami tak dibalas? sombong sekali! ... aku ke sini atas permintaan mama, kita nggak mau tau, Nin. Bukan tidak kasihan, tapi itu terlalu sedikit untukmu, kenapa susah banget, sih?" kesal Ayu, memanyunkan bibirnya.
"Tolong sampaikan pada ayah Agung, mintalah padaku secara langsung ... bila tidak, aku anggap sebagai angin lalu saja," sambut Adyapi, memundurkan kursi roda dan meminta Anin mendorongnya. "Dek, tolong," pinta Ad, untuk pertama kalinya.
Anindya sedikit terheran, tapi dia langsung semangat mendapat kepercayaan Ad untuk membantu, meski sekedar mendorong kursi rodanya.
Ayu melongo, satu jam menunggu tapi hanya ditanggapi demikian dan dia malah ditinggal oleh pasangan itu.
"Nin, ditunggu malam ini!" seru Ayu, sambil menghentakkan kaki dan ikut bangun dari sofa.
Tak ada sahutan, hanya suara jejak sandalnya yang beradu dengan lantai. Ayu lantas keluar dari sana dan membanting pintu. Brak.
Sementara di kamar. Ad menarik jemari Anindya agar dia berjongkok didepannya. Wanita ayu pun mengikuti kemauan sang suami.
"Mulai sekarang, aku mau hanya kedua tangan ini yang menyiapkan semua keperluanku ... apapun yang kamu suguhkan, akan aku terima dengan bahagia, boleh?" tanya Ad, menatap manik mata coklat tua di hadapan.
Anindya langsung sumringah, dia mengangguk cepat sebab baktinya untuk Ad akan mulai terwujud.
"Ter ma suk o bat?" tanya Anin ragu-ragu.
Adyapi mengangguk, tangannya terulur mengusap pipi Anindya yang tak tertutup hijab. Iris mata gelap Ad menyelami netra bening pemilik paras ayu.
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Adyapi, sebuah penyesalan menyergap qalbu. Betapa dia bersalah melampiaskan amarah pada Anindya, hanya karena merasa telah mengenalnya.
"Maaf ya, Dek. Maafin aku," lirih Ad, tak melepas pandangan dari istri ayunya. "Mulai kini, aku nggak mau ada keluhan di hatimu meski sebesar zarrah. Aku hanya ingin jadi suami Anindya Basundari."
Putri Agung ikut terbawa emosi, dia langsung memeluk pinggang suaminya dan meletakkan kepala di pangkuan Ad. Lelaki ini adalah pahlawan di waktu itu. Entah mengapa kondisi Abdullahnya menjadi memprihatinkan seperti sekarang.
Malam ini dihabiskan dalam damai. Ad akhirnya mentransfer uang ke rekening Agung tapi hanya 10% dari yang mereka minta. Hal tersebut membuat ponsel Anindya tak henti berdering, tapi Ad meminta agar sang istri mengabaikannya.
...***...
Keesokan pagi, setelah mengantar Anindya ke Museum, Ad menuju klinik dokter istrinya. Dia disambut ramah oleh sang pemilik tempat terapi.
Adyapi lantas menyertakan bukti bahwa Anindya adalah istri sahnya agar sang dokter berkenan membuka rekam medis pasien padanya.
"Bipolar itu terjadi bisa karena genetik atau lingkungan. Pernah mengalami peristiwa yang membuat trauma sehingga tak dapat mengelola emosi dengan baik," terang sang dokter.
"Apakah kejadian itu menjadi salah satu pemicunya, Dok?" tanya Ad, sebab Anin pasti telah menjalani terapi pencetus.
"Di sini tercatat bahwa beliau pernah tanpa sadar mengumpat ayahnya. Memang ada kejadian lain?" tanya sang dokter, beberapa kali membuka map berisi rekam medis Anindya guna memastikan sesuatu.
Adyapi mengangguk, dia lantas berkisah tentang satu peristiwa. Hampir tiga puluh menit waktu yang Ad butuhkan untuk berkonsultasi dengan dokter Anindya. Dia pun meminta nomer kontak beliau untuk saling berkomunikasi demi kestabilan sang istri, sebelum pamit.
Diagnosa pencetus, menjadi titik perhatian Adyapi. Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat hingga sinar lembayung senja mencuat di ujung pandangan.
Tuan muda Bumandhala menjemput sang istri seperti biasa, kali ini dia akan mengajaknya ke suatu tempat, berharap Anindya akan membuka diri sepertinya.
"Jalan dulu bentar ya, maghrib di Masjid raya depan sana," kata Ad, menunjuk ke hadapan ketika Anin telah masuk ke mobil.
Anindya hanya mengangguk, rasa cemas Ad kesulitan beraktivitas di area umum, tatapan mata para pengunjung yang memandang aneh atau kasihan, menjadi fokus Anin.
Menit berikutnya, mobil pun berbelok ke arah pelataran Masjid, parkir tak jauh dari pintu utama bagi jamaah pria. Arno segera turun, membuka bagasi lalu mengeluarkan kursi roda Adyapi dan mengarahkan tepat di sisi lawang belakang kendaraan sang majikan.
Anin ingin membantu, tapi dia tahan. Hanya menggeser posisi duduknya lebih dekat dengan Ad yang berusaha mengatur kaki serta pergerakan tubuhnya agar dapat keluar dari mobil dengan mulus.
Mereka pun berpisah tempat, dan akan bertemu di toko lukisan, masih di komplek tempat ibadah yang sama.
Bada maghrib, Anindya masuk ke ruko tempat janji temu mereka. Dia melihat Adyapi tengah mengamati sebuah foto berbingkai emas yang menggantung di dinding.
"Jeddah. Entah kapan bisa ke sana lagi," ucap Ad saat tahu Anin telah berdiri disamping.
Anindya menoleh, lantas mengikuti arah pandang sang suami. "Jeddah? ... aku malah nggak mau ke sana lagi."
Ad terkekeh. "Itu kan tempat kita kete-," sang CEO menjeda ucapannya, dia menoleh ke arah Anin yang berdiri sambil bersedekap.
Deg.
Netra Anin membola, benar, Ad mengenalinya. Dia lantas menoleh ke arah pria yang kini tengah menatapnya. "Ka-kak, benar Abdullah?"
.
.
..._______________________...
...Kayaknya bakalan revisi nanti. Tapi, semoga enggak, ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Siti Chotijah
ada misteri kisah apa sih mom?tp q sk adyapi kini.manja&merasa butuh ma istri gpp kang prabu😊anin jg psti sng,krn mrs dibutuhkan❤️❤️❤️❤️
2023-12-09
1
@Ani Nur Meilan
Ternyata benar mereka sebelumnya pernah saling mengenal
2023-12-09
1
AlAzRa
kayaknya bakal double up nanti, semoga iya ya my...🤭
2023-12-09
1