BAB 5. FAKTA

Anindya bangun tepat azan subuh, perlahan-lahan menjulurkan kaki menapak lantai granit, menuju toilet. Tak terlihat sang suami di kamar, entah kemana perginya lelaki itu.

Saat keluar dari kamar mandi, sajadah telah terhampar di dekat pangkal ranjang, lengkap dengan mukena serta mushaf di atasnya. Bahkan Adyapi sudah siap memimpin ibadah awal hari mereka.

Belum ada percakapan di antara keduanya, masih sama canggung akibat peristiwa semalam. Tapi, Ad memberanikan diri memulai percakapan lepas salat subuh sebelum dzikir pagi.

"Dek, jangan kerja dulu, ya. Istirahat sehari lagi, izin boleh nggak?" tanyanya lembut, takut-takut melirik ke arah Anin di belakangnya.

"Nggak bisa kayaknya, Kak. Kan aku dah cuti sepekan kemarin. Lagi banyak tur di Museum," jawabnya pelan, merunduk melihat ke mushaf yang terbuka, dia akan mengaji.

Ad tak lagi bicara, dia paham kalau Anindya terikat aturan perusahaan. Dirinya pun memberlakukan hal serupa di Bumiland Jaya, kecuali untuk situasi urgent, jajarannya akan melonggarkan prosedur.

Harusnya pagi ini mereka bicara banyak hal, akan tetapi, Arno mengatakan bahwa semalam Argan mengumumkan agar seluruh jajaran top management, termasuk direksi wajib hadir pada meeting trimester yang akan dilaksanakan jam 8 nanti.

Adyapi keluar dari kamar menuju ruang kerja untuk bersiap-siap ke kantor, ketika Anin mulai ganti baju. Dia lalu menunggu istrinya di teras berniat mengajak pergi bersama.

"Dek, bareng aja berangkatnya. Aku jemput sore nanti," kata Adyapi saat melihat Anin akan mengeluarkan motor dari garasi.

Anindya melihat tampilan berbeda suaminya pagi ini, sungguh memesona. Dia membalas dengan senyum manis. "Nggak usah, nanti Kakak telat nyampe kantor," balasnya, menjulurkan tangan meminta salim.

"Searah," sahut Ad, menahan tangan Anindya sambil menatap manik mata sang istri.

Putra Agung mengangguk, itung-itung imbalan semalam menjaganya dari demam. "Ya sudah iya, di searah-arahkan meski berlawanan tetap searah," kekeh Anin, membuat Adyapi tersenyum simpul.

Perjalanan menuju Museum didominasi suara Anin yang terdengar riang saat Adyapi menanyakan tentang sejarah benteng Frederick Henrik. Dengan gamblang dia menceritakan lokasi itu. Bermula dari kedai minum, rumah peristirahatan, beralih menjadi rumah sakit pada masa Hindia Belanda hingga menjadi taman Wilhelmina lalu menjelma sebagai Masjid Istiqlal.

Adyapi mengamati setiap ekspresi, bahasa tubuh bahkan intonasi suara Anindya ketika menjelaskan kalimat panjang, disertai tawa kecil serta binar mata bahagia. Sungguh berbeda dengan keseharian. Ad merasa istrinya bagai memiliki dua kepribadian.

"Keren. Sangat cocok kerja di Museum," puji Ad, meraih tangan Anin untuk digenggam sebagai bukti dukungan kecil darinya.

"Syukran, Kak. Aku suka dengan masa lalu, rasanya mau balik ke waktu itu," jawab Anin, sambil menerawang keluar jendela mobil. Ad hanya mengikuti arah pandang Anindya tanpa menimpali ucapannya lagi.

Mercedes Benz GLS 450 keluaran terbaru itu perlahan menepi dan masuk ke pelataran Museum, keduanya pun berpisah setelah Anindya pamit salim pada suaminya.

Kendaraan sang CEO langsung melesat lagi membaur dengan kemacetan menuju gedung Bumiland Jaya. Ad lalu membuka tablet dan melihat beberapa email baru pagi ini.

"No, niatan papa serius?" tanya Ad, melihat kaca spion dalam di bagian depan, setelah membaca pesan sang ayah.

"Sepertinya begitu. Saya telah mengirimkan satu bukti lagi ke email Anda, Bos. Dugaan sabotase kian tajam mengarah ke satu titik," sambung sang asisten, melirik dari ekor mata ke arah belakang.

Ad menarik napas panjang. "Oke, mari kita mainkan."

Kedatangan sang CEO menarik perhatian beberapa pasang mata yang telah hadir di ruangan meeting, termasuk Arlingga, si adik tiri. Dia lalu menghampiri Ad di ujung meja.

"Kak, sudah baikan?" tanyanya dengan senyum mengembang.

Ad membalas sapaan sang adik, tak lupa mengulas keceriaan di wajah. "Alhamdulillah, berkat doa orang baik," jawabnya singkat sambil menepuk lengan Arlingga.

Tak lama, Argan tiba dan rapat langsung digelar. Pendiri Bumiland Jaya mengalihkan tampuk kekuasaan perusahaan kedua yang selama ini dipegangnya kepada Arlingga.

Ad menilai ini adalah sebuah keputusan terburu-buru Argan. Arlingga belum paham benar tata aturan Bumiland. Seharusnya, Argan menarik Arlingga perlahan agar tak terjadi kecemburuan strata jabatan. Pendapat ini dia utarakan di forum, tapi mendapat sanggahan dari beberapa pendukung Arlingga.

Keputusan mutlak telah turun, Argan menandatangani surat pengunduran diri sekaligus pengalihan mandat Bumiland 2 pada Arlingga. Ad tak berkutik, putra tunggal Argan hanya dapat mengamati setiap wajah dibalik naiknya si adik tiri.

Ketika rapat telah bubar, Ad meminta sang ayah masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia ingin tahu alasan mendasar dibalik keputusan tersebut.

"Nggak ada, hanya ingin dia belajar lebih dalam. Toh, Arlingga itu lulusan luar negeri sama sepertimu," kata Argan, duduk di sofa seraya berpangku kaki, menyangkal tuduhan putranya.

"Tapi, Pa, harusnya tuh bertahap. Banyak kandidat lain, dan Arlingga belum mumpuni," sanggah Ad, menatap lekat Argan.

Tiba-tiba pintu ruangan dibuka seseorang. Dia menatap sengit Adyapi yang juga melihatnya dengan tatapan menusuk. "Oh, didepan baik di belakang nikam? gitu ya, Kak?"

"Aku bicara fakta, dulu pun aku begitu. Belajar dari bawah meski ayahku adalah pendiri Bumiland." Ad menjawab kesal, dia menegaskan dua suku kata akhir.

Arlingga masuk, duduk di sebelah Argan. "Jangan underestimate, bilang aja ngiri sebab elektabilitas menurun semenjak-," ucapnya menyeringai seraya melirik kursi roda Adyapi.

Argan menyenggol lengan Arlingga tanpa menegurnya, bahkan sang ayah tampak ikut menahan senyum.

"Kau! ... meski begini, aku masih mampu mengendalikan kestabilan saham Bumiland Jaya ... jadi tumpuan harapan hidup ratusan karyawan bahkan segala fasilitas yang kalian nikmati!" tegas Ad, menajam sambil menepuk panel kursi rodanya kencang.

"Ck, baper. Iya iya iya, Adyapi tersegalanya," tawa Arlingga diikuti Argan.

Ad kesal bukan kepalang tapi dia menahan agar emosinya tak serta merta membludak. Dia harus tetap terlihat tenang. Adyapi baru menyadari, betapa keberpihakan sang ayah kian kentara kini. Dengan enteng menunjukkan sikap demikian di hadapan, padahal dialah anak kandungnya.

"Oke, Pa. Aku akan menandatangani surat tugas Arlingga untuk Bumiland 2." Ad kecewa, sakit hati, hanya karena lumpuh, dia mulai disingkirkan perlahan oleh orang tuanya sendiri.

"Nah, gitu dong, Kak. Jadi Kakak punya waktu luang buat ngurusin rumah tangga, istri, atau nanem bunga ... family man, lah," sambung Arlingga, bangun dari sofa menuju meja Adyapi untuk mengambil dokumen penunjukkan dirinya.

Adik tirinya itu lantas pergi dengan wajah puas serta senyum terkembang. Tak lupa memeluk Argan yang bangkit melepasnya keluar ruangan.

"Kemarin Papa bilang aku harus segera menikah agar posisiku kuat. Sekarang pernikahanku dijadikan alasan supaya aku diam di rumah. Bagus sekali, Pa" tutur Ad, menatap rupa Argan yang seketika datar.

"Jangan asal ngomong, urusi saja rumah tanggamu dan buktikan kalau kamu masih produktif!" Argan menatap sinis Ad, lalu keluar dari sana.

CEO Bumiland Jaya itu lalu menuju sisi jendel, membuka gorden dan memandang ke luasnya jumantara. Sesak, begitu mudah kasih sayang Argan beralih.

Suara Arno, yang masuk tak lama setelah kepergian Argan, membuyarkan lamunan Adyapi. Lelaki itu menyerahkan sebuah map berisi satu informasi penting. "Bos, silakan dilihat dulu," ujarnya.

Adyapi kembali ke meja kerjanya, menarik beberapa lembar kertas dari dalam amplop tadi. Beberapa menit kemudian, pangkal alisnya bertaut, iris mata itu bergerak cepat ke kanan-kiri membaca banyaknya kata di sana.

"No, istriku menderita-," kata Ad, menatap nanar Arno, lalu meraup wajahnya kasar dan memejam, menyandarkan kepala di kursi. "Innalilahi, jadi selama ini a-aku-," imbuh suami Anindya, merasakan penyesalan teramat dalam.

.

.

Terpopuler

Comments

@Ani Nur Meilan

@Ani Nur Meilan

Argan Oil bisa2..Anak kandung ngga dianggap 😞😞😞😞Ad semangaaattttt jangan menyerah dengan keadaaan buktikan saja kalau kamu masih mampu

2023-12-09

1

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

𝐀⃝🥀ℝ𝔸 ¢нαιяα

semangat ad buktikan pada ayahmu bahwa kau mampu dan bisa juga...
semangt untuk sehat kembali .. semoga km dan anin bisa sembuh seperti semula... amiiin

mentang" musim ujan di gantung mulu ma mommy 😔😔

2023-12-07

2

AlAzRa

AlAzRa

nah nah....mulai ter ungkap

2023-12-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!