BAB 10

Sepanjang perjalanan pulang Gista benar-benar tidak berbicara sama sekali dengan Dika. Matanya terus tertuju ke arah sisi kiri mobilnya. Semua pertanyaan Dika hanya dijawab seperlunya oleh wanita berusia 29 tahun itu.

Sesampainya di depan rumah, Gista yang sudah bersiap turun tangannya segera ditahan oleh Dika.

"Kenapa?" tanyanya dingin dengan sorot mata yang Dika tahu kalau Gista sedang marah padanya walaupun dia tidak tahu pasti apa alasannya.

"Kamu marah Gis?"

"Memang ada alasan yang mengizinkan aku buat marah ke mas? Nggak kan?" Ujarnya dengan nada dan ekspresi yang sangat dingin.

"Kita bisa gak dekat lagi seperti dulu?"

Gista melemparkan pandangannya ke arah lain. Tangan kirinya mendorong lembut tangan Dika agar melepas pergelangan tangan kanannya.

"Maaf, tapi kita gak bisa mas" jawabnya lirih.

"Kenapa? Apa karena status kamu yang pernah menikah?"

Gista menghela nafasnya, dia coba memberanikan diri menatap Dika yang masih menatapnya dengan tatapan teduh dan sendu.

"Mas..." panggilnya pelan diiringi dengan langit yang mulai memerah sebagai tanda malam akan segera datang.

"Ini bukan hanya tentang aku yang pernah menikah. Ini juga tentang nama baik kamu. Aku juga gak mau ada omongan liar di luaran sana kalau kita dekat, terutama kalau ada yang tahu aku pernah menikah dan gagal. Aku gak bisa mas"

"Aku gak perduli omongan orang Gis."

"Tapi aku perduli mas. Cukup saat mahasiswa aku pernah digosipkan menggoda kamu. Bahkan pernah ada gosip aku bisa dekat sama kamu karena...." Gista menghentikan kalimatnya, ekspresinya berubah menjadi sangat tertekan seperti dia tidak mampu lagi melanjutkan kalimatnya.

"Maaf mas, tapi aku benar-benar tidak bisa. Strata sosial itu benar-benar ada."

"Gis, kegagalan kamu itu bukan salah kamu Gis. Suami kamu yang selingkuh!" ucap Dika yang mulai tidak tahan mendengar semua alasan Gista untuk menolaknya.

"Mas!" Ucap Gista dengan nada tegas saat Dika terus menerus menyalahkan Wira, mantan suaminya.

"Mas Wira melakukan itu juga karena salahku. Aku penyebab semua kehancuran rumah tanggaku, bukan mas Wira. Jadi berhenti salahin dia"

"Mau sampai kapan sih kamu belain dia Gis?"

Gista terhenyak saat Dika yang terbiasa tenang tiba-tiba meninggikan suaranya. Ini memang bukan pertama kalinya dia melihat Dika marah, tetapi kemarahannya selalu terlihat lebih menakutkan jika itu sudah membahas tentang mantan suami dan juga ayah dan ibu tiri Gista.

"Kamu tahu gak pas aku dapat kabar kamu di selingkuhin? Detik itu juga rasanya aku mau terbang pulang Gis, tapi gak bisa karena kontrak pengabdianku disana. Kamu tau gak seberapa frustasinya aku disana bayangin kamu gak punya siapa-siapa disini dan masih harus menghadapi itu semua?"

Kali ini Gista benar-benar terdiam. Lehernya seperti tercekat saat mendengar semua pengakuan Dika dengan nada frustasi bercampur emosi yang sepertinya benar-benar sudah tidak bisa dia tahan.

Dika menghela nafasnya. Lelaki itu hanya bisa meletakkan kepalanya di kemudi mobil dengan posisi menunduk sambil coba mengatur nafas dan emosinya.

"Aku gak bisa melayani dia di ranjang mas. Selama 2 tahun menikah kami tidak pernah tidur sekamar. Jadi aku mohon, tolong berhenti salahin mas Wira"

Emosi Dika yang sebelumnya sudah di puncak kepalanya seketika seperti dilempar dengan gumpalan salju beku yang membuat otaknya ikut membeku saat mendengar penuturan Gista dengan suara bergetarnya. Dika segera mengangkat kepalanya, kini wanita di hadapannya itu hanya bisa menunduk dengan menggigit bibir bawahnya. Pundaknya bergetar hebat tanda dia menahan beban hebat dalam dirinya.

"Maksud kamu apa Gis?" Dika coba memelankan suaranya. Tangannya coba meraih tangan Gista tetapi segera ditampik oleh wanita yang masih menundukkan kepalanya itu. Genggaman tangannya pelan tapi pasti mulai basah karena air matanya yang mulai jatuh.

"Gis maaf, aku gak berniat bentak kamu. Maaf aku tahu aku kelewatan, aku gak tau kalau..."

"Aku pernah hampir di perkosa kakak tiriku mas"

Deggggggg

Jantung Dika terasa terhenti sepersekian detik saat mendengar pengakuan Gista yang baru pertama kali dia dengar. Tubuhnya terasa lemas, lidahnya bahkan terasa kelu, tidak ada kalimat yang bisa dia keluarkan untuk menghibur wanita yang sedang menangis di hadapannya itu.

"Itu alasanku memilih pindah bersama nenek saat aku kelas 2 SMA. Ayah bilang agar aku melupakannya, ibu tiriku bahkan menuduhku merayu kakak tiriku. Awalnya aku pikir itu akan berlalu dan semua akan baik-baik saja, tapi ternyata aku salah" Gista menjeda ucapannya, tangannya benar-benar bergetar hebat saat mencengkeram tangannya yang lain.

"Gis, udah gak usah dilanjut, aku gak bisa..."

"Saat menikah, aku baru tahu kalau itu menjadi trauma. Aku selalu ketakutan setiap kali mas Wira mau menyentuhku. Kami bahkan tidak pernah tidur bersama selama dua tahun pernikahan. Aku sudah berusaha keras untuk menyembuhkan traumaku tapi sampai detik ini aku masih harus ke psikiater mas. Jadi aku mohon berhenti menyalahkan mas Wira"

Kali ini tangis Gista benar-benar tidak bisa lagi dia bendung. Sedangkan Dika, dia hanya bisa menatap iba Gista yang sedang menutup wajahnya dengan kedua tangannya itu. Hatinya sakit mendengar semua pengakuan yang di ucapkan Gista sore itu. Dika bahkan merutuki dirinya sendiri karena tidak tahu kalau Gista ternyata menyembunyikan rahasia sebesar itu padahal mereka kenal sejak pertama kali Gista pindah sekolah.

Sore itu, Dika memacu mobilnya ke arah rumah dengan rasa hampa. Dia benar-benar seperti orang yang tersambar petir di siang hari. Tangisan hingga ucapan Gista masih terbayang jelas di kepalanya. Begitu juga dengan penolakan yang dia dapatkan saat berusaha merengkuh Gista ke dalam dekapannya.

Kakinya melangkah dengan gontai ke arah rumah. Tulang-tulang di tubuhnya benar-benar seperti tidak lagi mampu menopang tubuhnya. Kali ini, dia benar-benar merutuki dirinya sendiri karena membuka kembali luka yang bahkan belum sembuh di hati Gista.

Ambisinya untuk membawa Gista kembali ke sisinya justru membawa wanita yang dicintainya harus kembali mengingat luka lama yang dengan susah payah coba dia obati. Tidak, lebih tepatnya luka lama yang sampai sekarang belum berhasil dia obati.

"Apa ini? Aku bahkan tidak tahu apapun tentangnya, tetapi selama ini dengan berani aku menyebut diriku sahabatnya?" ujar Dika dengan senyum sinis pada dirinya sendiri.

"Dia bahkan harus melawan traumanya sendirian." lagi Dika hanya bisa mengusap wajahnya frustasi mengingat semua kejadian yang diceritakan oleh Gista tadi.

"Aku minta maaf Gis" ucapnya lirih.

Fokusnya terpecah saat ponselnya bergetar tanda sebuah pesan masuk. Sebuah pesan dari ruang rawat inap anak yang memberi tahu kalau mereka akan bertemu jam 8 malam di salah satu restoran yang menjadi langganan untuk menyambut anggota baru ruang rawat inap anak.

Terpopuler

Comments

Kuni Nurfaiza

Kuni Nurfaiza

Ternyata Gista punya banyak luka 🥺

2024-02-18

0

Rosa

Rosa

Gis kamu kuat 💪

2024-01-07

1

Linda Dwi Saputri

Linda Dwi Saputri

lanjut kak

2024-01-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!