Bab 5

"Mau pulang?"

Gista menatap sinis ke arah Dika yang entah darimana tiba-tiba sudah muncul di belakangnya untuk ikut mengantre di depan lift. Wanita itu hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Dika.

"Mau saya antar?" tanyanya lagi begitu mereka masuk ke dalam lift yang tentu saja langsung mendapat penolakan dari Gista.

Begitu pintu lift terbuka, Gista yang sudah keluar dari lift tiba-tiba ditarik ke arah pintu darurat oleh Dika yang tentu saja membuat Gista memprotes lelaki itu.

"Dokter ngapain sih?" protes Gista sambil melepaskan paksa tangannya dari genggaman Dika.

"Ada Kalila tuh di lobby. Kalau dia sampai lihat kamu, kamu mau semua orang tahu kalau kita saling kenal?" ucap Dika dengan ekspresi kesal karena Gista selalu marah-marah padanya sejak pertama kali mereka bertemu lagi beberapa hari yang lalu.

"Kasih nomer ponsel kamu" ujarnya sambil mengulurkan ponselnya yang tentu saja mendapat respon tatapan bingung dari Gista.

"Kenapa harus?" tanyanya sinis dengan ekspresi tidak terima.

"Kalila biar aku bawa pergi, kalau udah aman kamu aku kabari baru keluar dari sini. Gitu aja masa masih harus dijelasin sih Gis?" omel Dika yang tetap mengulurkan ponselnya dan entah mantra apa yang mempengaruhi Gista, wanita itu akhirnya mengambil ponsel milik Dika dan menuliskan nomer ponselnya disana.

"Tunggu disini, jangan kemana-mana. Ngerti?"

Gista hanya mengangguk, sedangkan Dika sudah melangkah keluar dari area tangga darurat untuk menemui Kalila yang sepertinya sudah menunggunya di lobby.

"Ngapain kesini pagi-pagi?" protes Dika begitu berdiri di depan Kalila, adik perempuannya walaupun mereka berbeda ibu.

"Ya habisnya aku nyari mas Dika di rumah gak ada, ya udah aku susul ke rumah sakit aja"

Dika menghela nafasnya tanda tidak terima dengan keputusan yang dibuat adik tirinya

"Ini bukan rumah sakit keluarga, jadi jangan sering-sering kesini. Gak enak dilihat orang"

"Salah sendiri mas Dika ditawarin posisi Presdir di rumah sakit sendiri malah milih kerja di RS orang" gerutu Kalila yang hanya dijawab dengan helaan nafas oleh Dika.

"Sudah sarapan belum? Kalau belum mas traktir"

Kalila menatap curiga ke arah kakak laki-lakinya itu, tidak biasanya dia tiba-tiba sebaik itu pada Kalila.

"Dalam rangka apa?"

"Dalam rangka ucapan terimakasih."

"Ha? Terimakasih apa? Aku kesini itu disuruh papi" jelasnya karena merasa kalau Dika sepertinya salah paham dengan kedatangannya pagi itu.

"Ya udah pokoknya ucapan terimakasih. Mau gak? Kalau gak mau aku tinggal pulang nih" ancamnya yang akhrinya membuat Kalila berdiri dari duduknya.

Saat Dika sudah masuk ke dalam mobil Kalila, lelaki itu segera memberi kabar kepada Gista kalau dia sudah bisa keluar dari tempat persembunyiannya.

"Lagian ngapain sih pakai kerja disini?" gerutu Gista begitu membaca pesan singkat dari Dika yang membuatnya kesal.

"Gista? Ngapain lewat tangga darurat?" tanya Karen yang baru saja keluar dari lift.

"Nggak papa mba, ada orang gila tadi. Aku duluan ya mba" ujarnya santai sambil berjalan ke arah luar rumah sakit untuk menuju ke halte bus yang tidak jauh dari rumah sakit.

Sesampainya di rumah, Gista bergegas mandi karena matanya sudah sangat mengantuk. Baru saja dia keluar dari kamar mandi, ponselnya sudah ada lima pesan dari Dika yang menanyakan apakah dia sudah sampai rumah atau belum.

Gista menghela nafasnya dengan kesal sambil merutuki dirinya sendiri karena memberikan nomer ponselnya kepada Dika.

"Kenapa?" ucapnya dingin saat menjawab panggilan telefon Dika yang ke 8 kalinya pagi itu.

[Tidak ada apa-apa, hanya memastikan kalau kamu sudah sampai rumah]

"Ya sudah, saya matikan ya dokter panggilan telefonnya? Saya ngantuk" ucap Gista yang sebenarnya sudah cukup malas meladeni panggilan telfon laki-laki yang menjadi sahabatnya sejak di bangku SMA tersebut.

[Maaf ya, 3 tahun yang lalu harusnya aku gak pergi kalau tahu kamu...]

"Udah yuk bahas masalah itu. Aku udah gak mau ungkit masalah itu lagi, itu masih buat aku trauma sampai sekarang" jelas Gista yang dia tahu benar kemana arah pembicaraan ini.

[Ya sudah istirahat Gis]

"Saya tutup ya dok" pamitnya sebelum akhirnya menutup panggilan telefon dari Dika diiringi dengan helaan nafas.

Di tempat lain, Dika juga hanya bisa menghela nafasnya. Kepergiannya 3 tahun lalu untuk melepaskan cintanya justru menjadi malapetaka untuk orang yang dia cintai.

"Harusnya aku Gis yang kamu nikahin waktu itu, bukan lelaki bajingan itu" ucap Dika dengan nada kesal saat mengingat kejadian tiga tahun lalu.

-------------------------------------------------------------------- && --------------------------------------------------------------------------------

Sore harinya, Gista yang baru saja selesai mandi terkejut mendengar bel rumahnya berbunyi. Semenjak dia pindah kemari, dia belum pernah menerima satu tamupun kecuali Dika.

Gista bergegas ke arah layar kecil yang ada di dekat pintunya, alisnya mengernyit saat melihat Dika sudah ada di depan gerbang rumahnya.

"Ngapain mas Dika kesini?" gumamnya heran walaupun akhirnya dia tetap keluar ke arah pagar untuk menemui Dika.

"Dokter ada urusan apa kemari?" tanya Gista tanpa membuka pagar rumahnya.

"Gis, kita lagi gak di rumah sakit, bisa gak manggilnya gak usah pakai embel-embel dokter?" protes Dika dengan ekspresi tidak suka.

Gista menghela nafasnya dengan ekspresi bingung, masa lalu mereka memang sebagai sahabat baik, tetapi mereka sudah hampir 6 tahun tidak bertemu dan tidak berkomunikasi dan itu membuat mereka sedikit canggung satu sama lain.

"Mas Dika mau ngapain?" tanya Gista yang akhirnya merubah panggilan untuk Dika.

"Cari nasi bebek yuk. Aku sudah lama gak ke pak Adi" ujarnya santai yang masih berdiri di balik pagar rumah Gista.

"Mas, kalau ada orang rumah sakit yang lihat aku keluar sama kamu, apa kata orang? Saranku mending kamu pulang deh dari sini"

"Kamu mau sampai kapan sih Gis selalu mikirin omongan orang?"

"Aku gak mau berdebat. Saranku mending mas pulang."

Gista memilih kembali masuk ke dalam rumah meninggalkan Dika yang masih berdiri di tempatnya tanpa bergeming sedikitpun dari posisinya.

Dika hanya menatap wanita itu masuk ke dalam rumahnya lagi tanpa melirik sedikitpun ke arahnya.

"Aku gak akan lepasin kamu lagi Gis kali ini" ujarnya singkat sebelum kembali masuk ke dalam mobil untuk bergegas pergi dari depan rumah Gista.

Sedangkan di balik jendela rumahnya, Gista hanya bisa menatap mobil Dika yang bergerak meninggalkan rumahnya.

"Kenapa kita harus ketemu lagi sih mas? Aku gak mau rasa yang dulu pernah ada muncul lagi sekarang. Statusku sekarang jauh lebih gak pantas buat mengharapkan kamu mas" gumamnya pada diri sendiri.

Terpopuler

Comments

Nurul Mufliha Pispirman

Nurul Mufliha Pispirman

semangat dokter 🤭

2024-01-03

1

Annisa Permatasari

Annisa Permatasari

semangaat dr dikaaa kejar lagi cintamu 😃

2024-01-03

1

Linda Dwi Saputri

Linda Dwi Saputri

ayo kak lanjut lagi

2024-01-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!