"Kok diem?" tanya Dhyanda lagi.
Aldrick menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia lagi-lagi tak mempedulikan komplen dari gadisnya itu. Aldrick lebih sibuk menggulung tangan kemejanya sampai ke siku. Dhyanda yang mengamati gerak-gerik sang guru tampan itu nampak semakin terpesona. Apalagi ketika dengan begitu seksinya sang pacar melepas kancing kemeja paling atasnya.
“Mbak, emang biasanya sepi ya di jam-jam segini?” tanya Dhyanda penasaran pada seorang pelayan yang datang membawa pesanan makanan Aldrick.
“Eh, enggak kok, Dek. Biasanya malah ramai pengunjung kalau jam segini mah”, jawab si pelayan memanggilnya 'Dek?' mungkin karena Dhyanda masih berseragam SMA yang atasannya dibalut kardigan hitam.
“Lha, Cuma kita berdua yang ada di saung-saungan ini. Apa belum pada datang aja gitu ya?” Dhyanda masih penasaran.
“Ada beberapa pengunjung yang makan didalam. Dan kalau dibelakang sini emang udah jadi kebiasaan kakak ini kalau makan nggak mau ada pengunjung lain”, jelas si pelayan dengan tangan menunjuk pada Aldrick yang sudah asik mengambil nasinya.
“Maksudnya si Mbak yang tadi apa ya?” tanya Dhyanda pada Aldrick sepeninggal sang pelayan.
“Pesen minuman kamu kalo si mbak yang tadi datang lagi bawa pesananku” ucap Aldrick tak menjawab pertanyaan Dhyanda.
“Kak Al sengaja bikin rumah makan ini nggak dapet pengunjung lain?” ulang Dhyanda memperjelas pertanyaannya.
Aldrick berhenti meracik makanannya, lalu ditatapnya Dhyanda lekat, “Aku lagi gak pengen rame. Lagi pula aku hanya membooking halaman belakangnya saja. Mereka masih bisa makan didalam” ujarnya enteng.
Bola mata Dhyanda terbelalak,“Aneh ih!” gemas Dhyanda tak habis pikir. “buang-buang duit Cuma buat booking satu halaman ini, ya Tuhanku!” keluhnya kehabisan kata.
“Jadi kamu nggak mau makan nih?”desis Aldrick dan mulai menyantap gurame bakarnya dengan tangan.
“Ya makan sih,” jawab Dhyanda malu-malu kucing, “Luar biasa ya kamu” katanya sambil mengacungkan kedua ibu jarinya pada Aldrick.
Aldrick tersenyum sambil mengangguk, ia lebih sibuk mengunyah makanannya.
“Emang gaji guru berapa sih?” gumam Dhyanda menatap lekat lawan bicaranya itu.
“Makan dulu, perutmu udah protes tuh!” tunjuk Aldrick ke arah perut Dhyanda.
Spontan Dhyanda memeluk perutnya sendiri, berusaha menutupi suara genderang perang yang muncul dari dalamnya. Matanya asik mengamati Aldrick, memergoki lelaki itu menyunggingkan senyuman padanya.
“Kak Al udah sering makan disini ya, makanya si mbaknya hafal tadi” tanya Dhyanda kemudian.
“Banyak temen yang sering ngajak ngumpul ditempat kayak gini, makanya hafal.”
“Nah lho, berarti Kak Al suka ngumpul?” sambar Dhyanda menunjuk ke arah Aldrick.
“Memangnya kenapa?” Aldrick malah balik bertanya. “kamu nggak laper?” tanyanya menyimpang dari topik pembicaraan.
“Ya laper” jawab Dhyanda begitu polosnya.
“Terus kenapa ngobrol terus? Makan!” perintah Aldrick galak.
Dhyanda mencibir ke arah Aldrick. Ia terbiasa makan sambil berita ngaler ngidul dengan Bu Arumi dirumah. Jadi, makan dengan suasana diam dan khusyu begini bukan gayanya.
“Selera Kak Al dan tante Kinara berkelas ya” puji Dhyanda kemudian.
Aldrick belum mau menanggapi. Ini membuat Dhyanda justru memperhatikan cara makannya, Aldrick belum menghabiskan ikan guramenya, tapi justru mengambil ayam bakar madu yang aromanya saja sudah menggugah selera.
“Kok guramenya gak dihabisin dulu?” tegur Dhyanda seperti tengah memarahi anaknya.
“Aku gak terlalu suka” sahut Aldrick.
“Kalo gak suka kenapa tadi dipesan?” mata Dhyanda melotot.
“Tadi aku minta menu terbaik dari rumah makan ini, salah ya?”
“Kenapa makan dirumah makan ini kalau gak suka menunya?”tanya Dhyanda lagi.
“Aku tau kamu suka suasana alam seperti ini. Makanya aku kepikiran bawa kamu kesini, Dhy” ucap Aldrick.
'What?' Bibir Dhyanda menganga tak habis pikir. Sungguh, jalan pikiran lelaki ini tak bisa Dhyanda imbangi. Jika tidak suka menunya, kenapa harus mengajak Dhyanda makan disini? Apa karena tau Dhyanda menyukai tempat makan bernuansa alam? Bolehkah Dhyanda berbangga dan merasa tersanjung dengan perlakuan Aldrick ini?
Aldrick lebih dulu menyelesaikan makan siangnya.
“Kak Al belum jawab pertanyaan aku yang tadi” ucap Dhyanda sambil mengunyah.
“Apa?”
“Apa gaji guru itu besar ya?” tanya Dhyanda tak masuk akal. Ia masih penasaran kenapa Aldrick bisa membuang-buang uangnya hanya untuk membooking tempat makan ini. Meski nyatanya Dhyanda tau kalau Aldrick berasal dari keluarga mampu, bahkan rumahnya saja tak kalah besar dengan rumah Anang-Ashanty.
Seringai Aldrick muncul, ia tersenyum gamang. Tak buru-buru menjawab, ia justru mencuci tangannya dengan santai, mengabaikan Dhyanda yang masih menunggu tanggapannya.
“Ck! Gak perlu dijawab deh, Kak. Aku udah tau jawabannya. Pasti Kak Al minta uang ke tante Kinara kan?” ujar Dhyanda setelah Aldrick duduk kembali.
“Excuse me?” kali ini Aldrick mulai bereaksi. Mata tajamnya menatap Dhyanda, tak rela melepaskan gerak-gerik gadis imutnya ini bahkan jika itu hanya bayangannya.
“Aku bilang kak Al pasti minta uang ke tante Kinara untuk makan siang disini” kata Dhyanda sekali lagi dan sukses membuat Aldrick gemas dengan bibir Dhyanda yang lincah menuduhnya seperti itu.
Aldrick menangkup kedua pipi Dhyanda dengan kedua telapak tangannya, dengan cepat dia mencium bibir gadisnya sekilas. Dhyanda mengerjap kaget dengan serangan yang tiba-tiba itu. Aliran darahnya langsung berdesir hebat, walau hanya sebuah kecupan dibibir tapi mampu membuat Dhyanda seperti melayang. Ini yang pertama kali bibirnya disentuh oleh bibir seorang laki-laki.
“Kamu salah. Sejak aku bekerja, aku tidak pernah lagi meminta uang kepada mereka” ujarnya lalu mengacak-acak rambut Dhyanda dengan gemas, “Sekali lagi lo nuduh gue begitu, gue bakal cium lo lebih lama dari yang barusan” ancam Aldrick terkekeh.
“Huh, awas saja kalau berani!” umpat Dhyanda dengan rona wajah yang masih memerah.
Aldrick tak menanggapinya, ia meraba saku celananya, mengeluarkan satu bungkus rokok dari sana. Diambilnya sebatang, lalu ditunjukkannya pada Dhyanda.
“Aku boleh ngerokok?” tanyanya pada Dhyanda seraya berdiri.
Dhyanda mengangguk kecil. Alasan apa dia melarangnya, Aldrick kan bukan anak sekolah lagi, dia laki-laki dewasa dan sudah memiliki penghasilan. Diikutinya langkah Aldrick yang tanpa alas kaki itu menuju kursi panjang pinggir kolam. Pesona bad boy Aldrick yang kental meremangkan bulu kuduk Dhyanda. Memiliki pacar yang sudah dewasa? Apa Dhyanda tidak salah?
“Huft, gara-gara ciuman tadi bikin nafsu makan gue berantakan. Sayang banget kan padahal”, keluh Dhyanda meratapi ayam bakar diatas piring rotannya.
Gadis itu mengitari. Diamatinya sepatu mengkilap milik Aldrick itu. Karena bentuk saung yang bernuansa lesehan, Dhyanda jadi bisa melihat Aldrick dalam mode laki-laki biasa dan apa adanya. Meskipun Dhyanda tau betul Aldrick bukan dari kalangan rakyat jelata sepertinya.
Pada dasarnya cinta tak mengenal apapun, cinta hanya mengenal tentang ketulusan hati.
.
.
So look me in the eyes, Tell me what you see
Perfect paradise, Tearing at the seams, I wish I could escape, I don't wanna fake it, Wish I could erase it, Make your heart believe... (Bad liar - Imagine dragons)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Oliviani Chindy
suka pake bageeeeet m critax
semangat ya thorr 💖
2020-10-30
1
Diya Ghanie
gemes juga ya
2020-09-27
0
Ika Dewi
keren thor,
amangat terus yakk😊😊
2020-09-23
1