Setelah hampir dua jam berada di aula, akhirnya acara briefing untuk pentas seni itu pun kelar juga. Dhyanda dengan cepat keluar lebih dulu dari ruangan tersebut.
"Eitt! buru-buru bener, mau kemana?" tiba-tiba tangannya ditarik seseorang hingga langkah gadis itu terhenti.
"Ya, mau pulang lah" sahut Dhyanda enteng.
"Gue antar ya?" laki-laki itu ternyata Gio, dia mengajak Dhyanda untuk pulang bersamanya.
"Naik motor Lo yang itu?" Dhyanda mengernyit.
"Iya lah, Gue kan punyanya motor. Lo gak mau naik motor keren gue?" tanya Gio memicingkan sebelah matanya.
"Ck! motor keren apaan. Sori, Yo. Bukannya gue gak mau, tapi takut kaya waktu itu, mogok ditengah jalan terus ada preman malakin kita. Ogah gue, mending naik angkutan umum aja deh" ujar Dhyanda jadi teringat pengalamannya waktu pergi ke toko buku bersama Gio menggunakan motornya itu. Apesnya motor Gio tiba-tiba mogok tepat dihadapan para preman yang sedang berkumpul, mereka gak mau menghilangkan kesempatan untuk memalak kedua pemuda-pemudi itu. Akhirnya uang buat beli buku pun raib, ditambah Dhyanda harus membantu mendorong motor Gio yang mogok sampai ke bengkel.
"Apes... apes dah gue waktu itu" kenang Dhyanda terkekeh.
"Yah, pake diingetin itu lagi, Dhy. Sekarang mah motor gue udah beneran kali, gak pernah mogok lagi kok" bela Gio, berharap kali ini Dhyanda mau lagi diajak pulang bareng.
"Terimakasih, tapi gue gak mau, Yo. Gue pulang naik angkutan umum aja" tolak Dhyanda.
"Tapi, Dhy---"
"Lo gak usah maksa deh, atau mau gue musuhin?" ancam Dhyanda memotong kalimat Gio.
"Oke...oke, terserah Lo" sahut Gio seraya menghembuskan nafas kasarnya.
Akhirnya mereka pun berpisah didepan gerbang sekolah. Gio lebih dulu meninggalkan Dhyanda yang masih berdiri di tepi jalan untuk menunggu angkutan umum yang lewat.
Ih, kok gak ada angkutan umum yang lewat sih? gerutu Dhyanda dalam hati.
Akhirnya ia memutuskan untuk berjalan sambil menunggu angkutan umum melewatinya. Saat tiba di persimpangan, Dhyanda melihat ada kedai minuman Boba Milk diseberang jalan. Tenggorokannya tercekat saat melihat minuman menyegarkan itu, Dhyanda ingin sekali membelinya, ia pun reflek menyeberangi jalan tanpa melihat kanan-kiri terlebih dulu.
CIITTT!!!
"Aaahhhgg"
BRUKK!!
tubuh Dhyanda ambruk didepan sebuah mobil sport keluaran terbaru besutan Eropa.
"Aww!!" Dhyanda meringis sambil memegangi lututnya yang terkena benturan bemper mobil mahal tersebut.
Banyak orang yang berkerumun untuk melihat kondisi gadis berseragam putih-abu itu.
"Kamu gak apa-apa, Dek?" seseorang membantunya berdiri.
"Saya gak apa-apa, terimakasih" sahut Dhyanda yang memang tidak terluka parah.
Untungnya pengemudi mobil itu tidak terlalu ngebut sehingga bisa dengan cepat menginjak rem.
"Tapi adek tetap harus di periksa ke rumah sakit, takutnya ada luka dalam dikakinya" ujar orang itu lagi.
"Betul itu, penabraknya harus tanggungjawab tuh" sahut salah satu dari masa lain yang berkerumun itu melingkari Dhyanda.
"Iya benar, ayo keluar!"
"Gak berani keluar ya?!"
BUK! BUK! seseorang memukul-mukul kap mesin mobil tersebut.
"keluar dong!! tanggung jawab nih" ujarnya.
Tak lama kemudian sang pengendara mobil berwarna putih itu pun keluar.
"Mana? memangnya dia terluka parah?"
Seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan kedua mata yang masih terbalut kacamata hitam itu langsung masuk kedalam kerumunan untuk melihat korban yang barusan ditabraknya.
"Mau terluka parah atau tidak, anda harus tetap tanggung jawab dong" sahut seseorang yang tadi menolong Dhyanda.
"Kamu?" rupanya si penabrak itu mengenali Dhyanda.
Dhyanda sendiri kaget, ternyata yang menabraknya itu orang yang sama dengan yang menubruk dirinya disekolah tadi.
Sial! kenapa harus dia lagi sih? umpat Dhyanda dalam hati.
"Bawa dia kerumah sakit, Mas!! takutnya ada luka dalam, kasihan kan" ujar orang yang masih menahan tubuh Dhyanda.
"Oke, tolong bantu dia ke mobil ku!!" pintanya.
"Tidak usah! saya tidak apa-apa, kok" sahut Dhyanda cepat.
"Jangan gitu, Dek. sebaiknya tetap diperiksakan dulu ke rumah sakit, mumpung yang nabraknya masih ada dan mau tanggung jawab. Kalau nantinya ada apa-apa bagaimana, iya kan?"
Bener juga ya apa kata orang ini, kalau ternyata ada luka dalam di kaki gue bagaimana? tapi gue kan takut disuntik, pikir Dhyanda malah bingung sendiri.
Akhirnya Dhyanda pun mengikuti saran dari orang-orang yang berkerumun disana. Dia ikut bersama laki-laki yang menabraknya tadi.
"Awas, Mas. Jangan macam-macam ya sama anak itu!" celetuk seseorang kepada si penabrak.
"Maaf, maksud anda apa ya?" laki-laki itu nampaknya tersinggung dengan ucapan barusan, "Kalian perlu tau, gadis itu murid saya. Kalau tidak percaya kalian bisa cek data saya disekolah yang ada diujung jalan sana. Nama saya Aldrick, saya guru bahasa Inggris di SMAN 305"
Mendengar penjelasan dari seorang Aldrick itu, akhirnya semuanya diam. Satu persatu orang-orang disana membubarkan diri.
"Saya turun disini aja, pak. Gak usah ke rumah sakit, saya gak apa-apa kok" ucap Dhyanda ragu, saat mobil lelaki bernama Aldrick itu sudah meluncur menuju rumah sakit terdekat.
"Tidak. Saya tetap akan bawa kamu ke rumah sakit" sahut Aldrick tanpa memindahkan pandangannya tetap fokus menyetir.
"Tapi, Pak---"
"Cukup! jangan banyak bicara lagi! hari ini kamu sukses sudah membuat saya sial, Dhyanda" ujarnya lagi.
"Lho? Bapak tau nama saya?" tanya Dhyanda begitu terkesiap.
Laki-laki itu tak menjawab pertanyaan Dhyanda, dia malah sibuk menghubungi seseorang melalui sambungan bluetooth di mobilnya.
"Mama, bisa bantu aku sekarang? tadi aku menabrak seseorang, ini lagi perjalanan menuju rumah sakit. Mama temani aku ya!!" ujar laki-laki seperti berbicara sendiri, "Oke, Ma. aku tunggu disana, bye"
Waduuh, kok jadi ribet gini sih? batin Dhyanda jadi merasa membebani orang lain.
***
Sesampainya dirumah sakit, Dhyanda langsung dibawa ke UGD untuk diperiksa sisa luka dan lebam dikakinya. Sementara Laki-laki bernama Aldrick menunggunya diluar ruang periksa. Ia duduk disalah satu kursi yang berderet panjang, lalu terlihat seseorang datang menghampirinya.
"Bagaimana keadaannya? dia tidak terluka parah kan? kok bisa sih kamu sampai menabrak orang, Al?” cerca perempuan cantik berambut panjang itu nampak khawatir sekaligus kecewa dengan kejadian yang menimpaku putranya itu. Sorot mata teduh menatap Aldrick sambil mengunci tangannya didepan dada.
“Dia baik-baik saja, Ma. Aku hanya ingin memastikan dia memang baik-baik saja, agar jika suatu hari nanti gadis itu menuntut ku, kita punya rekam medisnya” ucap lelaki yang memiliki mata hazel itu.
“Ah, syukurlah kalau memang dia tidak kenapa-kenapa” ucap sang Mama lega seraya mengusap dadanya, "tapi tunggu! kau bilang dia seorang gadis?" perempuan itu kembali berpaling melihat sorot mata putranya.
"Ya, dia salah satu siswa disekolah tempat aku mengajar, Ma"
"What?? jadi dia murid kamu, Al?" Bola mata perempuan itu nampak membulat sempurna.
Laki-laki itu hanya merespon pertanyaan sang Mama dengan anggukan, dan sang Mama pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tak lama kemudian Dhyanda keluar dengan seorang dokter praktek yang menanganinya. Aldrick langsung berdiri menyambutnya.
"Bagaimana, Dok, tidak ada luka yang serius kan?" tanyanya tak sabaran.
"Tidak ada, Mas. Adiknya baik-baik saja kok. Memar di lututnya cukup dikasih salep saja dan obat anti nyeri yang sudah saya resepkan ke apotek" ucap dokter itu ramah.
CK!! Adik? dipikirnya dia adikku, batin lelaki itu jengah.
Melihat putranya yang hanya diam saja, akhirnya sang Mama yang maju seraya menyenggol bahu Aldrick.
"Oh iya, Dok, Syukurlah kalau tidak ada hal serius. Kalau begitu dia boleh langsung pulang kan?"
"Tentu saja, Bu" ucap sang dokter tersenyum, setelah itu pamit masuk keruangan periksa lagi untuk merawat pasien yang lain.
Tak lama kemudian Mama dari Aldrick itu menyuruh anaknya untuk menebus obat dan salep yang sudah di resepkan dokter tadi. Sementara ia dan Dhyanda menunggu sambil duduk-duduk dan mengobrol sejenak.
"Kamu beneran tidak apa-apa kan, Nak?" tanya Mamanya lelaki itu menyapa Dhyanda.
"Saya tidak apa-apa kok, Tante" sahut Dhyanda tersenyum samar. Ia sudah bisa menebaknya kalau perempuan dihadapannya kini pasti ibu dari lelaki itu.
"Syukurlah, Oya nama kamu siapa, Nak?"
"Dhyanda Genovefa, Tante" sahutnya.
"Nama mu bagus sekali, Nak. Oya kenalkan, saya Kinara, Mamanya Aldrick" ucap perempuan itu seraya menatap hangat pada manik mata Dhyanda.
Dhyanda merasa rasa sakit di lututnya tiba-tiba saja berangsur sembuh ketika ia menatap mata perempuan bernama Kinara yang bening, sebening air yang bisa meluluhkan hatinya seketika.
Susah diucapkan, sesak tak diucapkan. Menjadi pilu jika aku tak mengatakannya, aku sangat merindukan sosok Mama yang sesungguhnya. Mama kandungku yang tak akan pernah bisa aku lihat, aku peluk, aku cium. Tapi aku percaya suatu saat nanti kita akan bersama kembali di surgaNya.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
🐾🌿🌿🌿
2020-10-29
0
Zee🖤
itu ayahnya dhyanda si Andrew kemana sih, jahat banget ninggalin anaknya
2020-07-21
2