Dhyanda berjalan menyusuri koridor menuju kelasnya yang nampak masih sepi. Hanya beberapa siswa dan guru yang sudah datang ke sekolah. Wajar sih, masih jam 6.30 Dhyanda sudah tiba disekolah. Ini semua gara-gara semalaman tidak bisa tidur karena memikirkan sang pacar yang ngambek karena ditinggal begitu saja di food court sebuah mall kemarin malam.
'ini bukan salah gue kan? daripada ketangkap basah?' pikir Dhyanda bermonolog sendiri mencari pembelaan.
"Aaach!!" Dhyanda reflek menjerit saat seseorang menarik tangannya paksa untuk masuk ke dalam laboratorium bahasa yang baru saja ia lewati.
"Apa maksud kamu ninggalin aku semalem?" serang Aldrick memojokkan tubuh Dhyanda ke dinding.
Dhyanda terkejut bukan main, kayanya udah jadi kebiasaan Aldrick mengagetkannya lalu menarik tangan Dhyanda seperti ini. Ini bukan yang pertama kali, dulu lelaki itu pernah melakukan hal yang sama saat Dhyanda baru saja keluar dari toilet.
"Ngagetin aja deh", omel Dhyanda. "lagi pula kenapa masih bahas ini lagi sih, kak? gue kan udah jelasin semalem ditelepon alesannya" ujar Dhyanda.
Aldrick mencengkeram bahu Dhyanda tapi tidak menyakitinya, "tapi gak perlu pulang duluan kan? Lo bisa tunggu gue dimana kek, emang gak bisa ya?" kesal Aldrick yang masih dongkol dengan sikap Dhyanda semalam. Bagaimana Aldrick gak sebel dan khawatir, susah payah dia nyari-nyari keberadaan Dhyanda setelah terbebas dari ocehan Mauren and d'genk.
"Sorry, Pak guru..." Dhyanda malah terkekeh. Sumpah demi apapun melihat Aldrick marah-marah seperti ini membuat wajahnya semakin ganteng maksimal dimata Dhyanda. Pahatan wajahnya yang nyaris sempurna itu membuat perempuan manapun pasti akan tergila-gila melihatnya.
"Kata sorry gak cukup bikin aku luluh, Dhy" ujar Aldrick mulai melunak. Meski nyatanya melihat senyum diwajah gadisnya itu sudah cukup membuat Aldrick meneduh.
"So what I do to make you forgive me, beib?" ucap Dhyanda dibuat semanja dan se-memelas mungkin. Entah kenapa dia senang sekali menggoda Aldrick yang tengah serius dengan tatapan tajam tapi penuh pesona itu.
"Jijik gue denger Lo nyebut 'beib' begitu" cebik Aldrick menahan tawanya. Dhyanda terkekeh, ia tau Aldrick masih menjaga image kulkas didepannya. "Jangan sekali-kali pasang wajah seperti itu lagi didepan laki-laki lain selain gue!" imbuhnya dengan nada mengancam.
"Kenapa?" Dhyanda mengernyit bingung.
"Mereka bisa salah paham nanti" sahut Aldrick seraya mengacak poni rambut Dhyanda dengan tangannya. "hanya didepanku saja, oke!" ucapnya lagi, gemes banget liat pacar ABG nya ini.
"Jadi kita udah baikkan nih?" tanya Dhyanda berseru senang.
"Enak aja, gak segampang itu! Setelah semalem aku dibikin panik nyariin kamu? for God sake, Dhyanda!!" laki-laki itu mengusap wajahnya, masih teringat bagaimana semalam ia mencari gadisnya di mall sebesar itu setelah ponselnya dinyatakan lowbat dan mati. Aldrick pun segera mencari toko penjual power bank untuk menghidupkan ponselnya kembali dan menemukan keberadaan Dhyanda yang ternyata sudah santai-santai rebahan dirumahnya.
"Sorry! aku janji gak akan ninggalin Kak Al lagi deh" ujar Dhyanda mengatupkan kedua telapak tangannya didepan dada. Ia mengakui kesalahannya sendiri.
Aldrick menarik tubuh Dhyanda ke pelukannya, "Jangan bikin aku kelimpungan nyariin kamu lagi. Selalu kasih kabar, dan jangan main kabur seperti itu!" ucapnya mengingatkan, lalu mengecup kening Dhyanda untuk yang pertama kalinya karena gemas.
Dhyanda pun mendongak menatap wajah Aldrick yang tengah menatapnya dalam. Jantungnya mendadak berdetak cepat, darahnya berdesir setelah merasakan kecupan di keningnya. Ya Tuhan, ini lah yang dinamai jatuh cinta? Dhyanda tersenyum, ada rasa yang tak biasa tengah bersarang dihatinya. Kisah cintanya dengan seorang guru pun telah dimulai.
Cinta bukanlah objek yang dapat dilihat dengan kasat mata karena cinta hanya dapat dihayati, dirasakan melalui hati dan perasaan saja.
TETT! TETT! TETT!!
Bel masuk sekolah pun berbunyi, tidak terasa sudah jam tujuh lagi. Dhyanda pun segera keluar dari ruangan itu menuju ke kelasnya. Sementara Aldrick masih berdiam di ruang laboratorium itu menunggu situasi aman dulu agar tidak ada yang melihat atau menaruh curiga terhadap keduanya.
*
"Ada selebgram yang lagi sohor nih..." sindir Mauren saat Dhyanda melewati bangku Mauren and D'genk.
"Tapi gak se-sohor Lo sih, Ren" sahut Bianca tersenyum miring. Matanya melirik sinis Dhyanda dari ujung sepatu hingga ujung rambutnya yang dikuncir tinggi dibelakang.
"Suaranya juga gak bagus-bagus amat sih, tapi kok bisa ya banyak yang nge-Like begitu..." tambah Fatiya tak mau kalah menyindir Dhyanda.
Dhyanda paham maksud sindiran itu, mereka pasti sedang membahas penampilan Dhyanda dipentas seni yang heboh di Instagram karena seseorang menguploadnya. Namun gadis itu tak perduli, bahkan tidak menanggapi ocehan Mauren dan kawan-kawan. Dhyanda tak mau ambil pusing, ia langsung duduk dikursinya dan menyapa Imel yang tengah menyadur tulisan dari buku milik Gio.
"Lo nyontek lagi?" tuduh Dhyanda mengagetkan Imel.
"Terpaksa gue, Dhy. Kemarin gue gak sempat ngerjain tugas karena di kafe lagi rame, jadi masuk dari pagi gue mumpung libur" timpal Imel tanpa menatap wajah Dhyanda yang sudah duduk disebelahnya.
"Lo lembur lagi?" tanya Dhyanda serius. Imel memang bekerja part time disebuah kafe sebagai waiters. Hari kerja dia mengambil jam sore dari pukul 3 sampai pukul 9 malam. Namun akhir-akhir ini kafenya rame dan Imel sering mengeluh lembur hingga jam 12 malam. "Kalo lembur terus Lo bisa sakit, Mel" Dhyanda mulai mencemaskan kondisi sang sahabat.
Imel menghembuskan napasnya berat, menghentikan aktivitas menulisnya sejenak untuk menatap Dhyanda. "Santey aja, Dhy. Gue kuat kok" ujarnya terkekeh.
"Ini bukan masalah kuat atau enggaknya, tapi pendidikan Lo yang terancam. Gue liat akhir-akhir ini Lo sering mengabaikan tugas-tugas sekolah. Nilai-nilai ulangan Lo juga anjlok. Yakin bisa naik kelas XII?"
"Wah!! Lo ngedoain gue gak naik kelas, Dhy?" Imel melotot geram.
"Ya kali gue sejahat itu, Mel" sahut Dhyanda santai. Gadis itu menurunkan tas ransel yang sedari tadi belum ia turunkan dari punggungnya, lalu menaruhnya dibelakang kursi yang ia duduki. "Gue cuma ngingetin doang. Karena Lo yang gue liat akhir-akhir ini mulai mengabaikan sekolah"
"Lo emang bener, Dhy. Tapi kalo gue gak kerja part time, gimana biaya sekolah gue" ujar Imel. Gadis itu terpaksa harus bekerja diusianya yang masih belia karena tidak ingin membebani biaya pendidikan kepada ibunya yang hanya sebagai buruh cuci harian. Setelah lulus SMA Imel bercita-cita ingin melanjutkan pendidikannya ke universitas. Maka dari itu mulai sekarang dia bekerja untuk menabung biaya kuliah nanti. Imel bekerja di kafe yang sama dengan Sandi sang kakak. Mereka memang kakak-beradik yang kompak dan saling menyayangi.
"Lo sendiri gimana? gue liat akhir-akhir Lo sering jalan sama Pak Aldrick, kalian berkencan?" ujar Imel memicingkan sebelah matanya curiga.
"Ssttt!!" Dhyanda reflek membekam mulut Imel dengan telapak tangannya, "stereo banget sih Lo kalo ngomong!" ujarnya kesal.
"Hah, ketauan kan Lo, Dhy?!" Imel menurunkan volume suaranya. Mengerti apa yang harus ia jaga dari keingintahuannya.
"Apaan sih?" Dhyanda masih menghindar.
"Ngaku Lo! udah beberapa kali gue mergoki kalian jalan bareng diem-diem. dan Lo masih belum mau ngaku? kelewatan lo, Dhy" sewot Imel menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lo salah liat kali, mana ada gue begitu" sahut Dhyanda masih gak mau ngaku.
Imel mendengus kesal, "Oke kalau masih gak mau ngaku, tapi jangan salahin gue kalo gue juga naksir sama guru itu"
"Eh, mana ada begitu? dia punya gue, kita udah ja--"
"Nah kan? Ada yang Lo sembunyiin dari gue, ayo ngaku?" Imel sudah langsung bisa menerka apa yang selama ini ia lihat dan ia curigai dari tingkah sahabatnya akhir-akhir ini.
"Ah, sialan"
.
.
Sahabat sejati bukanlah mereka yang memiliki banyak persamaan, tapi mereka yang memiliki pengertian terhadap setiap perbedaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Zee🖤
lanjut Thor💪🤗
2020-09-20
2