Pagi itu Dhyanda sudah siap-siap hendak berangkat ke sekolah. Seperti biasa menyantap sarapan yang dibuatkan Arumi terlebih dahulu, setelah itu berpamitan.
"Aku berangkat ya, Bu" ucap Dhyanda seraya menyiumi punggung tangan Arumi yang sebelah kanan.
"Iya, kamu hati-hati" sahut Arumi mengusap lembut kepala Dhyanda.
Lalu Arumi pun seperti biasanya mengantar Dhyanda sampai ke depan pintu. Namun alangkah terkejutnya Arumi dan Dhyanda saat melihat ada bayangan seseorang dikaca jendela bertirai tipis itu tengah celingukan diteras rumahnya.
"Kayanya ada tamu deh, Bu" ujar Dhyanda sambil mengerutkan keningnya.
"Iya, siapa ya..." Arumi pun segera membuka pintu untuk menyambutnya.
"Maaf mencari siapa ya?" sapa Arumi ramah.
"Bapak? Bapak kenapa ada disini?" kedua bola mata Dhyanda terbelalak lebar. Apa tidak salah ini???
Arumi nampak bingung, ia menyenggol Dhyanda sambil berbisik, "Bapak siapa?" tanyanya.
"Selamat pagi, Bu. Maaf pagi-pagi saya mengganggu. Saya Aldrick, guru disekolah Dhyanda" ujar tamu yang ternyata Aldrick.
"Oh, Pak guru... Mari masuk, pak!! Apa Dhyanda bikin masalah disekolah ya, sampai Pak guru repot-repot datang kesini?" Arumi terlihat kecewa, lalu melirik Dhyanda dengan tatapan penuh pertanyaan. Sementara gadis itu tampak menggelengkan kepalanya pelan, karena dia sendiri bingung maksud kedatangan guru baru itu.
"Dhyanda tidak bikin masalah, Bu. saya kemari hanya ingin memastikan kakinya baik-baik saja. Jika masih sakit, saya yang akan bertanggung jawab dengan mengantar jemputnya ke sekolah" ujar Aldrick.
Arumi semakin bingung, kedua matanya lalu memperhatikan kedua kaki Dhyanda yang sudah berbalut kaos kaki dan sepatu.
"Jadi gini, Bu" Dhyanda mencoba menjelaskan pada Arumi, "kemarin aku ditabrak sama mobilnya Pak Aldrick ini. Tapi aku gak apa-apa, cuma memar dan lecet-lecet doang" ujar Dhyanda seraya memperlihatkan lututnya yang masih terlihat memar dan lengannya yang lecet sedikit akibat terkena aspal jalan.
"Apa? kok kamu gak bilang kemarin, Dhy? beneran kamu gak apa-apa?" Arumi mengitari tubuh Dhyanda untuk memastikan tidak ada yang berubah dari fisiknya.
"Ngapain bilang, Bu, akunya gak apa-apa kok. lagian aku yang salah karena nyebrang gak liat-liat dulu" sahut Dhyanda enteng.
"Ceroboh kamu, Dhy, untungnya tidak sampai kenapa-kenapa" ujar Arumi seraya melotot kepada Dhyanda.
"Nah, bapak sudah lihat kan kalau saya tidak apa-apa? jadi seharusnya bapak tidak perlu kemari" ujar Dhyanda pada Aldrick.
"Iya, tapi saya sudah terlanjur kesini" sahut Aldrick datar.
"Ya sudah, bapak balik lagi saja" ujar Dhyanda dan langsung mendapat teguran dari Arumi agar berbicara lebih sopan apalagi dengan gurunya.
"Maaf" lirih Dhyanda setelah itu.
"It's oke. Kamu mau berangkat sekarang? kalau gitu bareng saya aja" ajak Aldrick kemudian, entah kenapa rasanya ia ingin segera pergi dari sini.
"Tapi---"
"Udah sana pergi, Dhy. Nanti terlambat lho" ujar Arumi memotong kalimat ragu dari Dhyanda, "terima kasih, Bapak sudah repot-repot datang kesini. Saya titip Dhyanda" ucap Arumi kepada Aldrick.
Aldrick mengangguk, lalu setelah itu berpamitan dan pergi bersama Dhyanda.
Arumi tersenyum, "Guru Dhyanda kok ganteng bener ya? masih muda pula. Mereka malah terlihat bukan guru dan muridnya tapi seperti kakak dan adiknya, atau sepasang kekasih? Ah kenapa pikiran ku jadi ngelantur gini sih?" Arumi pun segera membuang jauh-jauh pikirannya itu. Dhyanda masih kecil, dan Arumi tidak mau buru-buru ditinggal Dhyanda menikah.
***
Dhyanda dan Aldrick, keduanya pun berjalan berdampingan, Aldrick memasukan tangannya kedalam saku celananya. Bola mata hazel milik lelaki itu memindai keadaan jalan sempit yang mereka lalui, membayangkan gadis SMA disisinya setiap hari melewati jalanan ini setiap pergi dan pulang sekolah. Hati Aldrick merasa iba, keadaan gang yang sedikit jorok, juga terdapat selokan besar disisinya membuat indera penciuman Aldrick menolak untuk bernafas dengan normal.
Apa dia tidak merasa jijik? Batin Aldrick sambil melirik Dhyanda sekilas yang tampak baik-baik saja.
"Selokannya bau ya, Pak?" ujar Dhyanda seolah bisa mendengar suara hatinya.
"Kalau harum bukan selokan namanya" sahut Aldrick datar.
Dhyanda mengernyit, Ya iya lah, gue juga tau kale.
"Oiya Bapak tau dari mana rumah saya?" tanya Dhyanda kemudian.
Aldrick terdiam beberapa saat,
"Gampang, tinggal nanya saja kan, apa susahnya. Lagipula ini bukan keinginan ku, Mamaku menyuruhku menjemput mu. Ia memang terlalu berlebihan mengkhawatirkan sesuatu yang tidak penting seperti kamu" ujar Aldrick dan sukses membuat Dhyanda merengut kesal.
What?? gue tidak penting?? wah, benar-benar ni orang, tidak bisa menghargai orang lain.
Dhyanda hanya bisa menelan salivanya.
Akhirnya sampai juga dimulut gang. Dhyanda sudah bisa melihat mobil milik gurunya itu sudah bertengger didepan sana.
Aldrick pun lalu membukakan pintu untuk Dhyanda. dengan sedikit ragu gadis itu pun masuk perlahan-lahan karena takut membuat mobil mahal itu tergores oleh tubuhnya sendiri.
Selama diperjalanan menuju ke sekolah tidak ada percakapan sepatah katapun diantara mereka. Dhyanda sudah illfeel sejak Aldrick menganggap dirinya tidak penting. Tapi memang tidak penting sih, Dhyanda kan bukan siapa-siapanya Aldrick.
"Stop pak!!" ujar Dhyanda dan membuat Aldrick reflek menghentikan laju mobilnya setelah menepikannya terlebih dulu.
"Ada apa?" Aldrick melirik Dhyanda yang duduk disampingnya.
"Saya turun disini aja, Pak. Udah dekat kok, gak enak banget dilihat orang" ujar Dhyanda lalu dengan cepat membuka safety belt yang sedari tadi mengikat tubuhnya.
"Gak enak sama pacar kamu maksudnya?" tanya Aldrick dengan nada meledek.
Dhyanda mendengus kecil, "terimakasih atas tumpangannya, Pak" sahut gadis itu lalu membuka pintu mobil dan berlalu keluar tanpa menjawab pertanyaan terakhir dari Aldrick.
Aldrick hanya menggelengkan kepalanya, dasar tidak sopan!! dia pun kembali melajukan mobilnya mendahului Dhyanda yang masih berjalan di trotoar menuju sekolah yang tinggal 100 meter lagi.
***
Dikelas, anak-anak pada heboh membicarakan tentang pentas seni antar sekolah yang akan digelar disekolah ini dalam waktu dekat lagi.
"Wah, nanti bakalan banyak anak sekolah lain yang datang kesini dong ya" ujar Mauren, gadis yang konon paling modis dan tajir disekolah ini dan kebetulan sekelas dengan Dhyanda.
"Pasti banyak cowok-cowok yang cakep nih, apalagi anak band" sahut Bianca, teman satu genknya.
"Iya, kita musti oke didepan mereka" kata Fatiya teman sebangku Mauren.
"Iya...iya bener tuh"
"SSSTT!! gurunya dah datang, berisik amat sih kalian dari tadi" teriak Gio selaku ketua kelas dikelas ini.
Semua siswa dikelas XI.2 itu seketika diam saat mendengar derap langkah seseorang yang masuk kedalam kelasnya. Semua pandangan mata tertuju pada guru yang baru saja datang, tak terkecuali Dhyanda.
"Wuiih, guru baru nih"
"Ternyata beneran ganteng ya"
"Asli keren nih guru, liat saja bodynya, sempurna"
Bisik-bisik kaum hawa dikelas ini membuat kaum Adam jadi mencibir, karena merasa tersaingi oleh guru baru muda yang pesonanya bisa membuat semua murid cewe disekolah ini begitu mendamba.
"Mel, sekarang pelajaran apa?" bisik Dhyanda kepada teman sebangkunya.
"Bahasa Inggris, Lo pikun atau terkesima liat gurunya?" sahut Imel malah meledek.
"Haissh!" Dhyanda mendengus kecil.
Ternyata sekarang pelajaran dimana Aldrick untuk pertama kalinya mengajar dikelas ini. kedua mata lelaki itu sekilas menangkap sosok Dhyanda yang duduk di bangku jajaran ketiga dari depan.
"Ehem" Aldrick berdehem menjernihkan tenggorokannya sebelum memulai materinya hari ini. Murid-murid dikelas ini kembali hening dan fokus pada wajah lelaki yang tengah berdiri dimuka kelas.
"Oke, kalian pasti sering mendengar seseorang mengatakan perasaan cinta dan kesedihan. Love and Sadnes merupakan salah satu Expression dalam Bahasa Inggris yang tentu sangat sering digunakan dalam percakapan sehari-hari" jelas Aldrick memulai materi pelajaran bahasa Inggrisnya.
"Diantara kalian coba sebutkan contoh kalimat yang mengungkapkan Expression Love, ada yang berani?" tantang Aldrick kepada muridnya.
"Saya, Pak!!" dengan semangat Mauren mengangkat satu tangannya.
"Yes, but first tell me what's your name?"
(iya, tapi sebutkan dulu siapa namamu)
"My name is Mauren. There is no other but you, Mr Aldrick"
(nama saya Mauren. tidak ada yang lain selain dirimu, tuan Aldrick)
"Good, kalimat mu benar sekali, Mauren. Coba yang lainnya, siapa lagi?"
"Saya, Pak" sahut Bianca.
"Yes, tell me!"
"My name is Bianca. I adore you, Mr Aldrick"
(nama saya Bianca. aku mengagumimu, tuan Aldrick)
'Huuuuu...' suara riuh suara meledek pun terdengar satu kelas.
"Cukup! kita lanjutkan lagi" ujar Aldrick dan sukses membuat para siswa dikelas itu kembali diam.
"Yang tadi dikatakan oleh Mauren dan Bianca itu adalah salah satu contoh kalimat Expression Love" ujar Aldrick, namun kedua sudut matanya selalu tertuju pada Dhyanda yang selalu menunduk seolah tidak memperhatikan materi yang ajarkan Aldrick.
"Sekarang coba sebutkan contoh kalimat Expression Sadness, ada yang berani?" tantang Aldrick lagi, tapi kali ini sepertinya semua murid dikelas ini gagal paham, hingga tidak ada yang berani menjawabnya.
"Oke, saya akan memberikan salah satu contohnya" ujar Aldrick, "seperti, I can't hold my tears" (aku tidak bisa menahan air mataku)
"Paham kan? ada yang mau memberikan contoh kalimat Expression sadness lagi?" ujar Aldrick seraya mengedarkan pandangannya, lalu tertuju pada Dhyanda yang tengah asik memutar-mutar pulpennya diatas meja, "Dhyanda!! bisa kamu sebutkan contoh kalimatnya?"
"Hah?" Dhyanda begitu terkesiap mendengar namanya dipanggil, ia pun reflek mengangkat wajahnya menatap wajah Aldrick yang tengah sama-sama menatapnya dengan serius.
"Mel, dia nanya apa barusan?" bisik Dhyanda menyikut lengan Imel.
"Ah, payah Lo. dia nanya contoh kalimat Expression sadness" sahut Imel balas berbisik.
"You hear me, Dhyanda?" tegur Aldrick sekali lagi dan membuat seluruh siswa dikelas itu memandang ke arah Dhyanda.
"Emhh... I'm not in a good mood, Mr Aldrick" (mood ku sedang tidak baik, Tuan Aldrick)
"Nah, itu juga termasuk kalimat Expression sadness" ujar Aldrick kemudian, "Oke, sekarang tugas kalian coba buatkan sebuah dialog yang didalamnya terdapat Expression Love and sadness. Saya beri waktu setengah jam, setelah itu kumpulkan didepan!" ujar Aldrick, lalu ia memutuskan untuk duduk santai dulu dimeja guru sambil menunggu siswanya mengerjakan tugas yang barusan ia perintahkan.
"Eh, gila Lo, kirain Lo emang bener-bener gak mood sama Pak Aldrick, ternyata itu kalimat Expression sadness" bisik Imel pada Dhyanda yang mulai menuliskan sesuatu dibuku tulisnya.
"Emang gue gak mood kok sama dia" sahut Dhyanda.
"Beneran Lo gak mood nih" Imel terkekeh, "eh, tapi kok Pak Aldrick tau nama Lo sih? pan tadi Lo gak sebutin nama kan?"
Pertanyaan Imel membuat Dhyanda reflek membuang mukanya kesembarang arah, "Mana gue tau" sahut Dhyanda malas, lalu kembali melanjutkan kegiatan menulisnya.
Imel menatap Dhyanda curiga, tapi tak lama kemudian dia pun kembali melanjutkan tugasnya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Fitriani
ya iya tau namanya rmhnya aja tau 😁😁😁
2021-03-29
1
ARSY ALFAZZA
🌿🐾🌿
2020-10-29
0
Diya Ghanie
kynya aldrik suka deh tuh
2020-07-26
0