Dhyanda akhirnya diantar pulang oleh Aldrick dan ibunya. Awalnya gadis itu menolak, tapi ibu dari lelaki itu tetap memaksa untuk mengantarnya sampai kerumah.
"Saya turun didepan gang yang itu, Tante" ucap Dhyanda seraya mengangkat telunjuknya ke udara.
"Kenapa? kita antar sampai depan rumah kamu aja, ya" ujar Kinara ramah.
"Tidak usah, Tante" sahut Dhyanda tersenyum, "Pak Aldrick, tolong berhenti disini, Pak!" pinta Dhyanda dengan sopan.
Aldrick pun langsung menghentikan laju mobilnya sesuai permintaan gadis itu.
"Rumah ku masuk gang sempit ini, Tan. Jadi mobilnya gak bisa masuk" ujar Dhyanda menjawab alasannya kepada Kinara.
"Ooh, baiklah kalau begitu Tante antar ke dalam ya!" ujar Kinara malah siap-siap akan turun dari mobil.
"Eh, jangan, Tan!! Rumah ku masih jauh masuk ke dalam, nanti Tante malah capek. Aku permisi dulu, terima kasih atas kebaikan Tante dan Pak---" Dhyanda melupakan nama guru baru disekolahnya itu.
"Aldrick" sambung Kinara tersenyum.
"Ah, Iya, Pak Aldrick" ucap Dhyanda mengulang namanya seraya melirik ke arah Aldrick yang masih diam membisu dibalik kemudinya.
Huh!! guru kok belagu sih? gak ada ramah-ramahnya, rutuk Dhyanda dalam hati.
"Kamu hati-hati ya, Dhyanda. Maaf kalau Tante tidak bisa mengantarmu sampai dirumah"
"iya, tidak apa-apa, Tan" Dhyanda tersenyum dan keluar dari mobil sport berwarna putih tersebut, gadis itu melambaikan tangan dan masuk perlahan kedalam gang sempit menuju rumahnya.
Kinara dan Aldrick terus memandangi gadis itu hingga sosoknya tak terlihat lagi seolah ditelan mulut gang, jalan sempit yang hanya bisa dilalui satu motor saja.
"Ayo Al, kita langsung ke Bandara ya!" ujar Kinara menepuk bahu Aldrick yang masih menatap gang itu.
"Hah?" Aldrick langsung mengerjap, "untuk apa kita ke bandara, Ma?" laki-laki mengernyit bingung.
"Saudara sepupu mu satu jam lagi tiba dari Jerman. daripada kita bolak balik, lebih baik kita menunggu saja dibandara" ujar Kinara, "dia berencana mau meneruskan sekolah disini" perempuan itu meneruskan kalimatnya.
"What?" Aldrick sangat terkejut mendengarnya, wajahnya berubah masam seolah ia tidak senang mendengar kabar tersebut.
***
Sesampainya dirumah, Dhyanda langsung merebahkan tubuhnya diatas tempat tidurnya. Hari ini begitu melelahkan karena banyak energinya yang terbuang dengan percuma.
Gadis itu melirik jam dinding yang menempel ditembok kamar, jam 5 sore? kok ibu belum pulang dari pasar?
Dia kembali beranjak keluar kamarnya menuju ke teras rumah. Pandangan matanya menatap ke jalan, berharap ibu Arumi datang. Kebiasaan seperti itulah yang sering Dhyanda lakukan saat menunggu Arumi pulang.
"Ibu Arumi belum pulang, Dhy?" sapa Ayu, tetangganya yang baru saja lewat ke depan rumahnya.
"Iya, Lo dari mana, Yu?" pertanyaan Dhyanda membuat gadis berwajah oriental itu jadi berbelok ke halaman rumah Dhyanda.
"Abis beli pulsa di counter depan" jawab Ayu lalu menjatuhkan tubuhnya duduk dikursi rotan samping Dhyanda.
"Ooh" Dhyanda membulatkan bibirnya.
"Mmm.... Dhy. Sorry nih gue mau nanya boleh gak?" tanya Ayu ragu.
"Nanya aja kali, Yu. Pake permisi segala. Ada apa sih?" Dhyanda jadi penasaran.
"Ini tentang ibu Lo. Mmm... gue pernah denger dari orang-orang disini kalau...."
"Kalau apa?" tanya Dhyanda makin penasaran karena Ayu masih ragu mengatakannya.
"Kalau Lo itu bukan anak ibu Arumi ya?"
"Ha...ha...ha..." Dhyanda malah tertawa mendengar pertanyaan Ayu barusan, dan membuat gadis itu mengernyit heran.
"Itu mah emang udah jadi rahasia publik kali, Yu. Khususnya buat warga dikampung ini, kirain udah basi malah" ujar Dhyanda santai.
"Jadi?" bola mata Ayu terbelalak.
"Jawabannya bener. Gue emang bukan siapa-siapanya ibu Arumi. Gue anak pungut, Yu" sahut Dhyanda kembali terkekeh.
"Lo sendiri udah tau, Dhy?" tanya Ayu yang baru dua tahun ini menjadi tetangganya itu.
"Iya lah, gue ikut ibu saat usiaku enam tahun. Jadi gue masih ingat asal usul gue dari mana, orang tua gue siapa" ujar Dhyanda.
"Emang Lo dari mana sih? wajah Lo bule banget, tapi logat bicara Lo datar-datar aja tuh, gak ada aksen-aksen baratnya gitu"
Dhyanda kembali tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Ayu barusan.
Tapi tawanya seketika terhenti saat Arumi datang. Dhyanda yang tadinya ingin bercerita pada Ayu akhirnya ia urungkan karena melihat sang ibu sudah pulang.
"Kenapa jam segini ibu baru pulang?" tanya Dhyanda langsung.
Arumi tersenyum melihat wajah Dhyanda, "tadi dipasar lagi rame, Dhy. Rezeki kita hari ini" sahut Arumi.
"Oya? tau gitu tadi aku langsung ke pasar" ujar Dhyanda merasa menyesal karena tadi sepulang dari rumah sakit itu malah langsung pulang, bukannya ke pasar.
"Ya sudah, lanjutkan saja ngobrolnya dengan Ayu, ibu gerah, mau mandi dulu" ujar Arumi langsung masuk ke dalam rumah.
"Sorry, Yu. Kayanya gue harus nyiapin makanan dulu buat ibu deh" ujar Dhyanda secara tidak langsung mengusir tetangganya itu.
"Oh, Oke. tapi Lo masih punya utang ya, Dhy" sahut Ayu sambil beranjak dari pekarangan rumah Dhyanda.
"Utang apaan?" Dhyanda melotot pada Ayu.
"Utang penjelasan Lo yang tadi" seru Ayu sambil berlalu pergi.
"Oke-oke" sahut Dhyanda. Dia pun segera masuk kedalam rumah dan langsung menuju dapur.
Dhyanda membuka kulkas, mengambil beberapa sayuran lalu mencucinya. Dengan lincah gadis itu memotong-motong bahan makanan tersebut diatas talenan. Wajahnya nampak serius dengan aktivitas yang biasa ia kerjakan bersama sang ibu.
Dua porsi tumisan sayur berupa campuran brikoli, wortel, sawi putih, kembang tahu, bawang bombay, paprika merah, juga irisan bakso yang dipotong bagi dua agar lebih banyak. Warna yang kontras dari berbagai bahan itu kini tersaji bak pelangi diatas piring. Tak lupa Dhyanda juga menyajikannya dengan dua piring kecil nasi putih dan juga kerupuk tersaji semuanya diatas meja.
"Wah, kamu yang masak ini semua?" Arumi merasa takjub melihat makanan yang sudah tersaji hangat diatas meja makan.
"Iya, Bu. Ayo kita makan!! aku udah laper lho dari tadi nungguin ibu" sahut Dhyanda lalu menarik keluar kursi makan dan duduk diatasnya.
Arumi pun ikut duduk berhadapan dengan Dhyanda. Aroma masakan itu sudah menusuk indera penciumannya.
"Pinter masak juga ya, kamu" goda Arumi tak sabar ingin segera mencicipi masakan Dhyanda.
Pipi Dhyanda merona, "kan ibu yang ngajarin"
Mereka pun akhirnya menikmati makannya sambil diselingi obrolan ringan. Sejenak Dhyanda menatap Arumi begitu dalam.
Dirinya telah Memberikan Separuh Hatinya demi Mencintaiku layaknya seorang Ibu kandung. Terimakasih ibu.
.
.
.
.
Jangan lupa like dan komennya ya 🤗
Maaf nih kalo UP nya rada-rada telat, mohon dimaklumi karena author juga masih nerusin cerita ALEEYA yang masih on going. jadi waktunya kebagi-bagi deh 😀😀
Buat yang belum mampir ke cerita ALEEYA, aku tunggu lho ya.... terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Naoki Miki
ijin promote ya thor🙏
mampir yuk ke krya q 'Rasa yang tak lagi sama'🤗
Tkan prfil q aja yaaa jan lupa tinggalkan jejaakk😍
Vielen danke😘
2020-10-29
0
ARSY ALFAZZA
🐾🌿🐾🌿
2020-10-29
0