"Harganya memang segitu, Bu" ujar Dhyanda sekali menegaskan.
"Mana ibu yang biasa jualan disini? saya bertahun-tahun langganan disini, tidak mungkin harga panci ukuran seperti ini 80 ribu"
Dhyanda hanya bisa menghela nafasnya berat. Percuma saja melawan emak-emak, pikirnya hanya bisa diam bergeming.
"Kalau begitu ibu tunggu saja, ibuku kebetulan sedang ke toilet, sebentar lagi mungkin ia kembali" ujar Dhyanda kemudian.
"Memangnya kau ini anaknya?" tanya ibu itu memicingkan sebelah matanya penuh selidik.
Dhyanda mengangguk pelan.
"Masa? kok tidak mirip ya? kamu itu gak pantes jualan disini, neng. Pantesnya berjemur dipantai-pantai sana lho" sindir si ibu sambil terkekeh. Namun tak membuat Dhyanda sakit hati atau tersinggung sedikit pun. Gadis itu sudah terbiasa diperlakukan seperti ini.
Lalu seseorang datang lalu mengusap lembut punggung Dhyanda seraya tersenyum. Mengedipkan kedua matanya tanda semua baik-baik saja. Dhyanda tersenyum, ia paham apa maksud kedipan ibu Arumi barusan. Dhyanda pun mundur selangkah, membiarkan ibu Arumi kini yang ambil alih.
"Oh, maaf ibu, tadi saya tinggal sebentar dulu ke toilet. Bagaimana, ada yang bisa saya bantu?" Arumi segera menyambut hangat ibu kepo yang sudah menjadi langganan ditokonya.
Dhyanda menghela napas lega, ia sudah malas jika berhadapan dengan emak-emak seperti ibu itu.
'Emang kenapa kalau aku tidak mirip dengan ibu Arumi? memang dia bukan Mama ku, kok? tapi dia Ibu ku, ibu yang merawat dan membesarkan ku sejak aku terlahir kedunia ini,' batin Dhyanda.
***
Keesokan harinya disekolah, Dhyanda seperti biasa sering duduk menyendiri saat jam istirahat dikursi taman sekolah. Dia tengah asik mendengarkan lagu menggunakan earphone sambil menulis sesuatu dibukunya.
"Hai, Dhy..." sapa Imel, dia teman sekelas Dhyanda yang mungkin bisa dibilang dekat dengannya selain Gio.
Tidak ada respon dari Dhyanda, Imel tak segan-segan menepuk bahu temannya yang asik mendengarkan musik tanpa menyadari kedatangannya, "Whoyy!! musik Lo kekencengan tuh" tegur Imel.
"Mel?" Dhyanda sedikit terkejut melihat imel yang tiba-tiba saja sudah duduk disampingnya.
"Serius amat, nulis apaan sih? jangan bilang Lo belum ngerjain tugas rumah" tuduh Imel.
"Enak aja" gadis itu mendengus, "Gue lagi cari inspirasi lagu yang pas buat nanti pentas seni.
"Jadi ikutan, Dhy?" kedua bola mata Imel membulat sempurna.
Dhyanda menutup bukunya, lalu menurunkan earphone dan melingkarkan benda itu dilehernya, "terpaksa gue, Mell. Kalau bukan pak Rian yang minta gak bakalan mau deh" ujar Dhyanda.
"Seriously? gue jadi penasaran denger suara Lo pas nyanyi" Imel terkekeh, "semoga tidak membuat kuping gue sakit" ujarnya lagi.
"Sialan!!" Dhyanda mendengus kecil.
"Oya, Lo sudah lihat guru bantu bahasa Inggris yang menggantikan Ibu Kanaya Megan yang baru melahirkan itu?" tanya Imel seraya menyenggol bahu Dhyanda.
"Emang ada guru bantu?" gadis itu malah balik bertanya.
"Wah, emang kurang gaul Lo, Dhy. Disana anak cewe udah heboh ngomongin guru bantu yang ganteng nya bak titisan dewa itu" ujar Imel.
"Ck! titisan dewa aja gue gak tau kaya apa, Mel" sahut Dhyanda seperti tidak tertarik untuk membahasnya.
"Jadi Lo gak tau wajah ganteng titisan dewa itu kaya gimana? demi Tuhan, Dhy!" sindir Imel nada meledek sekaligus gemes dengan sikap polos sahabatnya ini.
"Whatever!" sahut Dhyanda datar.
Imel langsung memegang kepala Dhyanda, sedikit memutarnya 35 derajat ke kiri dan memaksanya untuk melihat seseorang yang sedang berjalan beriringan dengan kepala sekolah.
"Tuh! yang kaya begitu tuh rupanya titisan dewa. Ganteng kan?!" tunjuk Imel.
"Pak Johan, maksud Lo, Mel?"
"Yaelaah, Dhy. Bukan dia tapi yang disebelahnya! Pak Johan mah biasa aja kali, emang Lo naksir ya sama kepsek itu?"
"Eh, sembarangan. Udah ah gak penting banget, yuk ke kelas!!" ajak Dhyanda segera beranjak dari taman itu dan berlalu menuju ke kelas karena waktu istirahat telah habis.
Imel pun segera melangkahkan kakinya dengan cepat untuk mengejar Dhyanda yang sudah lebih dulu ke kelasnya.
*
Bell tanda berakhirnya jam sekolah pun berbunyi, semua anak-anak mulai heboh membereskan alat-alat tulisnya lalu satu persatu begiliran keluar kelas.
"Dhy, langsung ke Aula yuk!! Lo gak lupa kan kalau hari ini ada pertemuan para peserta pentas seni?" ujar Gio langsung mendekati Dhyanda yang masih terduduk dan sibuk memasukkan buku-bukunya kedalam tas.
"Iya lah, gue gak lupa kali, Gio" sahut Dhyanda tanpa mengindahkan pandangannya. "tapi Lo duluan aja lah ke Aula-nya, gue mau ke toilet dulu nih" ujar Dhyanda lalu mencangklongkan tas ransel hijau kepunggungnya dan segera berdiri dari tempat duduknya.
"Oke, tapi beneran kan Lo mau datang ke aula? jangan-jangan tar Lo langsung kabur gitu aja" sahut Dio seraya memicingkan sebelah matanya curiga.
"Ya gak lah, santuy aja kali, Yo. Gue kan udah janji sama Pak Rian, jadi gak mungkin gue ingkar. kecuali kalau janjinya sama Lo" ujar Dhyanda.
"Sialan" Dio mendengus, "Oke kalau gitu gue duluan ke aula ya, awas saja kalau Lo gak datang" ancam Gio dan hanya mendapatkan kibasan tangan dari Dhyanda tanda mengusirnya.
Imel yang masih disana pun terkekeh melihat tingkah Dhyanda dan Gio.
"Oke, Dhy. Kalau gitu gue duluan balik ya" pamit Imel kemudian.
"Lo gak mau nemenin gue, Mel?"
"Idih, ogah banget deh. Mending bobo cantik dirumah sambil nonton Drakor" ujar Imel.
"Seriously? Lo suka Drakor?" bola mata Dhyanda terbelalak.
"Iya, emang kenapa? emang emak gue doang yang doyan Drakor? gue juga kali" sahut Imel sambil berlalu pergi begitu saja meninggalkan Dhyanda.
Dhyanda tertawa seraya melepas kepergian Imel dari kelasnya itu, lalu tak berselang lama ia pun segera beranjak keluar dari kelas dan langsung menuju toilet yang berada diujung sana. Dyanda memang tidak terlalu fokus hingga akhirnya,
BRUKK!!
Gadis itu tak sengaja menubruk seseorang yang tengah berjalan sambil memainkan ponsel dari arah berlawanan.
"Eh, Maaf, maaf. Saya gak sengaja, Pak" Dhyanda segera mengambilkan ponsel dari lantai lalu memberikannya kepada sang empunya.
"Kamu kalau jalan hati-hati ya, jangan sampai merugikan orang lain. Bagaimana kalau handphone saya rusak? kamu mau menggantinya?" ujar lelaki dengan setelan kemeja berwarna biru laut dan celana katun berwarna hitam, lengkap dengan sepatu pantofelnya yang mengkilat.
'Eh, bukannya dia yang jalan gak liat-liat? mana ada jalan sambil asik main handphone. Dasar!!'
"Maaf, saya rasa saya sudah berjalan dengan semestinya. Mungkin bapak yang terlalu asik bermain handphone sehingga mengambil jalan saya" ujar Dhyanda.
Bola mata lelaki itu terbelalak, rahang tegasnya terlihat mengeras. Fix, sepertinya dia tersinggung dan pastinya gak terima.
"Pak Aldrick!! ternyata bapak masih disini? ayo kita ke aula sekarang, Pak. Anak-anak sudah berkumpul disana" ujar Pak Rian yang tiba-tiba saja datang menghampiri mereka. "Lho, Dhyanda? kok kamu masih disini ? ayo cepat ke aula!!" kata Pak Rian saat menyadari ada Dhyanda.
"Iya, pak. Saya mau ke toilet dulu" sahut Dhyanda cepat dan segera berlalu. Hufft!! selamat dah gue.
Langkah Dhyanda yang semakin menjauh itu ternyata tidak luput dari pengamatan lelaki yang ditabraknya tadi.
"Ayo, Pak Aldrick!!" ajak Rian kembali.
"Ah, iya Pak Rian"
Lelaki yang bernama Aldrick tersebut akhirnya berbalik, berjalan mengikuti Rian menuju ke Aula dengan perasaan yang sulit diartikan.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Elfi Susanti
Gio atau Dio? yg benar Thor
2020-10-30
0
Oliviani Chindy
lamjut thorrr
semangat,,
2020-10-29
0
ARSY ALFAZZA
🐾🌿
2020-10-29
0