Sesudah menonton, Dhyanda dan Aldrick memutuskan untuk makan terlebih dulu di food court sebuah mall. Aldrick memesan dua tenderloin steak dan minuman teh manis dingin kemasan.
Dhyanda dengan lahapnya menyantap fillet mignon itu meski terlihat masih berasap dan panas dalam sajian hot plate. Aldrick yang melihat hal itu tertegun.
"keliatannya kamu laper banget ya?" sindir Aldrick melalui pertanyaannya. Sedari tadi dia memperhatikan cara makan Dhyanda yang tak biasa dilakukan perempuan manapun saat makan didepan pacarnya, baru jadian lagi. Biasanya jaga imej dulu lah selama sebulan dua bulan, tapi Dhyanda enggak.
"Heuh?" gadis itu menghentikan aktivitas makannya, lalu menatap Aldrick sejenak. "Ak... aku--" matanya membulat sempurna, ia memotong kalimatnya sendiri tatkala melihat tiga anak manusia lainnya melintas dari arah belakang Aldrick. "Oh, shit!" gumam Dhyanda tegang.
"Kenapa?" Aldrick memperhatikan kedua mata Dhyanda yang tengah serius melihat sesuatu dari arah belakang dirinya. Aldrick pun hendak mengikuti arah pandangan Dhyanda namun gadis itu segera menghentikan gerakan reflek Aldrick.
"Jangan berbalik!" seru Dhyanda melarang laki-laki itu untuk menoleh.
"Why?" Aldrick melotot dengan memasang wajah serius.
"Ada Mauren and d'genk" ucap Dhyanda seraya sedikit menyondongkan tubuhnya ke arah Aldrick karena volume suaranya ia kecilkan.
"Siapa? Mau-ren? memang dia siapa?" Aldrick terlihat kebingungan dengan yang Dhyanda maksud.
"Bapak gak tau siapa Mauren?" Dhyanda malah balik bertanya, dan sukses membuat Aldrick melotot geram. Dhyanda pun paham, "maksudku, Kak Al gak tau Mauren?" gadis itu pun segera meralat ucapannya, mengubah panggilan Bapak menjadi Kaka.
Aldrick hanya mengangkat bahunya tinggi-tinggi, "I don't know" sahutnya lalu kembali melanjutkan menyantap steak pesanannya.
"Mauren kan siswi paling populer disekolah, bahkan semua guru juga mengenalnya. Mereka yang satu kelas denganku itu lho, Kak" ujar Dhyanda masih dengan suara pelannya, dan gesture membungkuk menyembunyikan tubuhnya dari pandangan mereka dibalik tubuh kekar Aldrick yang duduk didepannya.
"Don't care who is Mauren. Only you are the most popular for me", ucap Aldrick dengan mulutnya yang masih penuh.
"What?" Dhyanda membulatkan matanya dengan sempurna, sumpah gadis itu tersipu malu, wajahnya langsung menghangat dan menampakkan rona merah disekitar pipi. Dhyanda benar-benar tersanjung dengan pengakuan Aldrick barusan. "Ehem!" ia berdehem kecil untuk menetralkan tenggorokannya yang sedikit tercekat, dirinya jadi salah tingkah sendiri hingga garpu yang dipegangnya terjatuh ke lantai.
"Oops!!" Dhyanda hendak mengambil garpu tersebut, tapi saat membungkukkan badannya ia langsung mengurungkan niatnya. Sial!! ternyata radar mereka lebih cepat menemukan keberadaan guru tampan penuh pesona ini. Dhyanda segera balik badan, berdiri dari duduknya lalu menyelinap pergi diam-diam.
Lho? kening Aldrick mengernyit saat melihat Dhyanda tiba-tiba pergi secepat kilat seperti itu. Belum sempat dia memanggilnya tiba-tiba,
"Pak Aldrick? bapak disini juga?" sapa centil Mauren, Fatiya dan Bianca yang sudah memergoki Aldrick disana.
Lelaki itu mendongak, dilihatnya wajah ketiga gadis itu sedikit familiar. Mereka sudah mengelilingi meja Aldrick yang masih bergeming dikursinya.
"Bapak disini dengan siapa?" tanya Mauren seraya menatap Aldrick yang tengah kebingungan harus jawab apa.
"Mm...saya sendiri" spontan Aldrick datar, namun kedua matanya terus beredar mencari sosok Dhyanda yang entah kemana perginya. 'Oh jadi karena mereka Lo ninggalin gue, Dhy?' batin Aldrick paham sekaligus kesel juga.
"Bapak nyari siapa? Aha, jangan-jangan bapak lagi ngedate sama pacarnya ya?!" tebak Fatiya yang curiga dengan gelagat aneh Aldrick.
"Heuh? enggak, jangan ngaco kamu!" sahut Aldrick lalu kembali pura-pura menyantap makanannya.
"Kalau bapak sendirian lantas ini punya siapa?" tanya Fatiya dengan kode lirikan matanya yang mengarah ke makanan dan minuman milik Dhyanda yang masih tersisa di meja yang sama.
Aldrick langsung mengangkat wajahnya, "Kamu tidak sopan sekali ya! saya mau makan sama siapa, jalan sama siapa, itu bukan urusan kamu, kan?" ujar Aldrick dengan nada tenang namun penuh penekanan, "lagi pula jam segini kalian masih berkeliaran di Mall? ini sudah malam lho." Lelaki itu melirik jam tangannya lalu menatap ketiga muridnya tersebut dengan tatapan tajam.
"Ehm..." mereka nampak kebingungan, "kami baru beli buku kok, Pak" ceplos Mauren nyengir.
"Oya?" Aldrick memicingkan matanya curiga, ia tau mereka berbohong. Buktinya tidak ada jinjingan yang mereka tenteng ditangannya selain ponsel dan tas kecil yang tak muat untuk satu buku novel pun. "whatever, you better go home right now!" ucapnya dengan nada datar.
"Bapak mau nganter kami?" pinta Mauren seraya memasang wajah sok melas dan manja, matanya sengaja berkedip-kedip genit kehadapan Aldrick. Sukses membuat seorang Aldrick menjadi illfeel banget melihat tingkah gadis itu.
"Nope! alasan apa saya harus mengantar kalian pulang?" Aldrick menyoroti ketiga pasang mata mereka dengan tatapan tajam satu persatu.
"Bapak sendiri kan yang menyarankan kami untuk pulang sekarang? sementara sopirku baru akan menjemput sekitar satu jam lagi. Gimana dong, Pak? bapak mau kan nganter kami pulang? ini sudah malam, kami gak berani naik angkutan umum" ujar Mauren berhasil membuat Aldrick diposisi absurd.
'Sialan, ni bocah! kenapa jadi gue yang dipojokan? apa gue salah ngomong tadi ya?' batin Aldrick menyesali ucapannya tadi yang malah jadi boomerang baginya.
"Saya pesankan taksi online saja ya! saya sedang ada ada janji dengan teman disini" ucap Aldrick memberikan alternatif lain.
"Temannya laki-laki atau perempuan, Pak?" tanya Fatiya bikin lelaki itu semakin kesal saja.
"Perlu saya jawab?" Aldrick menatap tajam pada Fatiya yang selalu kepo.
"Ng...nggak perlu juga sih, Pak" sahut Fatiya, setelah paham dengan sorot mata elang sang guru.
"Jadi Bapak gak bisa nganter kita pulang, ya?"
"Sorry" sahut Aldrick dingin.
Mauren mengerucutkan bibirnya, ia kecewa, "Baiklah, tapi kalau ada apa-apa sama kita, bapak tanggung jawab ya!"
"Hey!!" Aldrick jengah, ia berdiri dari tempat duduk, menatap tajam ke arah Mauren. "Kenapa jadi bawa-bawa saya?"
Tak habis pikir dengan remaja-remaja ini, seperti tidak punya etika apalagi sopan santun sama sekali.
"karena bapak tidak mau mengantar kami pulang. Padahal kami kan murid bapak disekolah" ucap Mauren terlalu percaya diri.
Aldrick menggeleng-gelengkan kepalanya, baru tau kalau disekolah tempatnya ia mengajar ada murid-murid yang kelakuannya seperti ini. "Saya kira sekolah dalam hal ini bukan lepas tangan terhadap anak didiknya seperti kalian. Tetapi memang ada waktu yang jelas terkait kewenangan terhadap siswa di sekolah" ujar Aldrick tak terima. "Permisi. Kalian hati-hati dijalan!" tambahnya lagi sebelum ia benar-benar melengos.
Rasanya Aldrick sudah malas berhadapan lagi dengan ketiga gadis labil itu. Ia pun segera pergi dari sana karena kehilangan selera lagi untuk menghabiskan makanannya. Ditambah rasa kesalnya kepada Dhyanda yang sengaja meninggalkan dirinya untuk menghadapi ketiga rubah kecil itu seorang diri.
"Eh, kok dia maen pergi sih, Ren?" kaget Bianca menyaksikan Aldrick yang angkat kaki begitu saja.
"Lo sih... pake ngotot paksa dia buat nganterin kita pulang. Si guru kulkas itu jadi minggat kan?" imbuh Fatiya.
Mauren mencebik kesal, "kalian bisa diem gak sih?" bentaknya. Hatinya sebetulnya gak terima dicuekin Aldrick begitu saja. Mauren memang termasuk salah satu dari kaum hawa disekolah yang nge-fans berat sama guru bahasa Inggris itu. Tapi tidak ada yang tau bahwa Dhyanda lah pemenangnya. Dialah pemilik hatinya dari seorang Aldrick Adiguna Putra O'Neill.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Ika Dewi
smangat kakak...
jangan lama² up nya yhaaaa...
dtunggu terus karyamu😊
2020-09-18
1
YuRà ~Tamà💕
akhirnya stelah lama ga nge up...
2020-09-18
1