Eps 09

  Kejadian itu membuatku kini berada di ruang tertutup yang diisi oleh Noya, Shina dan ayah mereka yakni raja dari Eclipse, aku bingung harus apa! Sebab saat ini aku sudah seperti di sidang, dimana aku duduk di kursi terpisah berhadapan dengan anak dan ayah yang duduk di kursi kerja sementara Noya dan Shina berdiri di sebelahnya 

"Anu.. Sebenarnya aku salah dimana?" ujarku polos sembari mengangkat tangan, seperti seorang anak SD yang tengah diabsen 

"Dasar" gumam Shina tersenyum tipis. Sementara dua pria di sisinya hanya tersenyum kecut melihat sikap anggota baru mereka yang begitu polos

"Kamu tahu apa kesalahanmu, Putra?" tanya ayah Noya yang bernama raja Omend itu 

"Ti-dak" sekatku kebingungan 

"Kamu sudah membuat kepanikan seisi kerajaan dan kegaduhan di pagi buta" ujar Omend 

"Tapi yang mulia, saya kan cuma latihan lagian apa salahnya dari latihan" 

"Sihirmu adalah sihir api, beruntung, bagaimana jika sihir mu angin, apa nggak terbang seluruh prajurit" celoteh Noya 

"Yah.. Maaf" ucapku

"Sudahlah berhubung kamu juga tidak tahu, jadi kita maafkan kamu untuk kali ini tapi jangan diulangi lagi, kamu mengerti, Putra"

"Siap" jawabku 

Akhirnya sidang yang mengerikan itu dapat berlalu tanpa ada masalah berkepanjangan, karena jika ada mungkin aku bisa tambah pusing. 

Seperti biasa, hari yang baik harus dilakukan dengan kegiatan baik juga aku dan Shina, kami berjalan di halaman istana guna untuk merilekskan pikiran ku atas kejadian pagi tadi

"Jangan terlalu dipikirkan lagian itu juga gak sepenuhnya salahmu kok" ucap Shina 

"Aku juga sudah mulai lupa" ujarku 

Kami berjalan dengan santai suasana yang mendukung membuat hati menjadi sejuk menikmatinya 

"Terkadang aku bingung deh, mengapa auramu bisa berubah-ubah sih, kandang cerah, kadang juga suram" ucap Shina ketika mereka berada di hamparan bunga-bunga yang subur

"Entahlah, aku juga gak tahu" 

"Apa ada masa lalu yang tidak bisa kamu atasi?" 

"Yah.. bisa dibilang begitu" jawab singkat kepada Shiina 

"Dari awal kita bertemu, aku melihat auramu suram tetapi disaat kita ngobrol berdua dalam kereta auramu berubah menjadi abu-abu, dan disaat kita bertemu setelah satu hari berpisah, auramu langsung cerah" 

"Jangan terlalu dipikirkan, apapun aura ku asal aku tidak berubah itu sudah cukup" 

"Berubah?" 

"Haha.. Lupakan saja, anggap itu hanya angin lalu" dalihku kepada wanita itu 

"Ih.. Jangan gitu, aku jadi penasaran loh" gerutu Shina sembari memasang wajah cemberut 

"Bodo amat" ucapku dengan canda, tetapi ketika melihat reaksi shina yang cemberut, itu malah membuat ku langsung tersipu 

"Bagaimana kalau kita keluar kerajaan?" tanyaku ketika itu mulai mengalihkan pembicaraan 

"Boleh" balas Shina. Kami berdua berjalan menuju luar gerbang istana untuk bisa menghirup udara segar disana, ditambah suasana di dalam istana tidak seramai di luar istana

Jadi keluar istana bisa membuat kita melihat banyak emosi seseorang, terutama Shina ketika sudah di luar pastinya langsung menuju ke tempat para pedagang asongan berada

Pedagang yang berada di pinggir jalan seraya aktif dalam mengobral dagangannya. 

Saat itu aku dan Shina, berada disalah satu pedagang yang sedang menjual makanan ringan, sebenarnya aku tidak ingin untuk mampir, tetapi karena Shina yang ingin singgah akhirnya aku hanya bisa menurut apa kata putri kerajaan

"Ini kelihatan enak deh" ujar Shina ketika itu melihat sebuah bola-bola yang ditusuk lalu dibakar dengan bara api 

Karena memang gara-gara aroma makanan tersebut akhirnya membuat kami singgah. "Nona ini hanya satu koin silver untuk satu tusuknya"

"Kalau begitu aku beli sepuluh" ujar Shina 

"Baik nona" ucap penjual itu akhirnya menyiapkan sepuluh tusuk, seusai permintaan dari Shina yang kemudian menyerahkannya kepada Shina dibarengi Shina yang membayar sebesar 10 koin silver

Usai kami membeli makanan itu akhirnya kami melanjutkan perjalanan untuk bisa menghirup udara segar 

"Ternyata aku gak menyangka yah, kamu seorang putri kerajaan bisa makan, makanan rakyat jelata seperti kami" ucapku ketika kami berjalan bersama 

"Memang kenapa? Aku juga manusia dan aku juga punya selera, walaupun makanan itu berkelas atau tidak selagi enak akan aku makan" cerca Shina 

"Yah.. Iyah, aku tadi hanya asal bicara, karena sedikit kaget" 

"Dari pada kamu komen lebih baik, nih" ujar Shina sembari menyodorkan satu tusuk bola bakar 

"Tidak, terimakasih" tolakku. Tetapi bukannya mengalihkan makanan itu justru Shina semakin menyodorkannya kepadaku

"Makan!"

Melihat wajah Shina yang serius, akhirnya aku menghela nafas kemudian memakannya dengan lahap tanpa sisa, sampai-sampai ketika aku mengunyah aku terbelangah karena rasanya yang gurih dan enak

"Enakkan!!" seru Shina, aku hanya mengangguk pelan 

Pada akhirnya aku pun memakan bola bakar itu dengan sadar, tetapi memang ketika itu rasanya enak dan itu membuatku mengingat sebuah kenangan lama tentang makanan jalan yang paling kusuka pada dunia lama 

Kami sudah berjalan sampai langkah terhenti ke sebuah taman yang luas, kala itu kami melihat banyak anak-anak tengah bermain dengan orang tuanya, bahkan diantara mereka semua hampir sebagian besar terlihat senyum dan tawa yang sumringah 

Tentu itu mengingatkan ku kembali akan keluarga ku yang hancur dan membuatku harus mati karena dendam 

"Kamu kenapa?" tanya Shina melihatku dengan heran. "Tidak hanya sedikit terkena ingatan flashback" 

"Sebenarnya seperti apa kehidupanmu yang dulu? Putra" 

"Yah tidak lebih seperti anak-anak yang ada di sana lah, walaupun ada lika-likunya tersendiri" ujarku tersenyum tipis 

Shina menarik pakaian ku dengan mencubitnya, aku bingung melihat reaksinya tetapi saat itu aku tidak diberi waktu untuk mencerna, karena sesaat Shina mengajakku untuk duduk disebuah kursi taman berdua

Aku menurut dan tidak memberi komentar apapun, karena melihat sikap Shina yang seperti itu, sudah membuatku bingung harus berkata apa 

"Sekarang ceritakan, jika aku boleh tahu" ucap Shina ketika kami sudah duduk di kursi yang sama

Mendengar hal itu segera aku berbalik memalingkan pandangan sembari berkata. "Belum saatnya kamu tahu tentang aku, Shina" 

Entah apa yang aku katakan salah atau tidak tapi sesudah mengatakan hal itu, wajah Shina mulai berubah dan terlihat sedikit kecewa 

"Lihat deh, mereka!" seruku menunjuk ke arah anak-anak yang tengah bermain dengan orang tuanya

"Mereka kenapa?" tanya Shina bingung. "Menurutmu terlahir dikeluarga seperti itu merupakan keberuntungan atau keharusan?" 

"Kenapa bertanya seperti itu, sudah pasti jawabannya adalah keharusan karena memang tugas seorang ibu dan ayah adalah membimbing anak mereka dari kecil hingga dewasa, tapi mungkin memang ada diluar sana yang nasibnya tidak seberuntung itu karena sejak lahir mereka tidak tahu siapa orang tua mereka" 

"Lalu bagaimana jika bencana datang dan membunuh diantaranya, siapa yang salah? Dewa atau bencana itu sendiri?" 

"Takdir" 

"Mengapa takdir?" tanyaku

"Takdir akan menentukan mati dan hidupnya makhluk hidup, kita hidup hanya sementara dan kehidupan ini adalah fana, terkadang banyak orang yang menyalahkan orang lain, padahal mereka sendiri lupa jika kodrat mereka adalah makhluk hidup yang tak abadi" 

"Jadi aku mati karena takdir, dan aku bangkit karena dewa" batinku mulai sedikit paham 

"Lalu, apakah kamu percaya dengan adanya dewa ataupun dewi?" lanjutku. "Bisa dikatakan iya, walaupun aku hanya tahu dari sebuah peristiwa sejarah" 

"Kenapa pembahasan mu, seakan-akan seperti paham dengan kematian seseorang sih" cerca Shina

Aku membalas dengan senyuman seraya menatap wajahnya dengan hangat. "Lagian pengetahuan ini adalah pengetahuan fundamental jadi memang sudah seharusnya dibahas, bukan" 

Shina hanya menggelengkan kepala dengan arti yang tak kuketahui, namun yang jelas aku dan dirinya bersama menikmati waktu yang ada dengan sebaik-baiknya dan saat itu 

Kami berdua mengalihkan obrolan ke sesuatu hal yang bisa dimengerti oleh Shina, karena obrolan tadi sudah membuat suasana menjadi tegang terutama untuk kami yang sedang berdua 

Tentunya bukan hal seperti tadi yang dibahas melainkan sesuatu hal yang bisa dimengerti dan tidak terlalu memberatkan

Lagian aku juga berkata seperti itu karena suasana hatiku sedikit tidak baik, dan aku hanya ingin meminta pendapat dari orang lain sebab selama ini semua unek-unek hati selalu aku simpan selama hidup hingga akhirnya aku mati dengan takdir

Sama seperti yang dikatakan oleh Shina, yaitu takdir adalah penentu antara hidup dan matinya seseorang walau sebenarnya aku sedikit tidak terima, tetapi aku selalu menghargai sebuah kata dan kalimat yang dikeluarkan oleh temanku

Usai menghabiskan waktu menghirup udara dan mencari suasana kami memutuskan untuk kembali ke  istana, ketika itu waktu juga sudah menunjukkan pukul 3 sore 

Yang mana kami sudah menghabiskan waktu lama diluar, sejak saat itu aku dan Shina mulai dekat sehingga diantara kami sudah tidak ada lagi rasa sungkan satu sama lain, walaupun aku sendiri enggan untuk mengungkap siapa aku sebenarnya 

Karena untuk perkara tersebut aku tidak bisa ungkap kepada sembarang orang, bahkan kepada Marvel sekalipun. 

**

Sesampainya kami di pekarangan istana. Kami sudah ditunggu oleh Angel ketika itu masih seperti biasa, dia menggunakan pakaian armornya walau tugasnya hanya dalam istana 

"Angel, sedang apa kau?" tanya Shina.

"Tentunya menunggu tuan putri" jawab Angel dengan sopan

"Ya Ampun, kamu tidak perlu menungguku seperti ini, ngel" ujar Shina 

"Kalau itu tidak bisa, karena menjaga tuan Putri adalah kewajibanku" jawabnya

"Huh.. Yaudah deh, terserah kamu aja"

Kami bertiga masuk ke istana dengan suasana yang tenang, terutama aku setelah menghabiskan waktu diluar tentu pikiran dan jiwa ku kembali fresh. 

Bersambung... 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!