Lana yang sudah sampai di depan rumahnya segera melepas helmnya dan saat kakinya akan melangkah masuk ke dalam rumah, lengan tangannya ditahan oleh Sasa.
"Lana, aku minta maaf tadi malah reflek menyapa Noah. Kamu marah sama aku ya?"
"Tidak kok, Sa. Aku memang membencinya, tapi aku tidak boleh mengikutkan kamu dalam kebencianku ini."
"Lana, kamu ingat kata pepatah tidak?"
"Pepatah apa?" Lana jadi bingung sama Sasa ini. Dia bicara apa, lah yang ditanyakan Sasa juga apa?
"Jangan terlalu membenci seseorang karena benci itu bisa berubah jadi cinta." Sasa ini bicara seolah tanpa dosa.
"Maksud kamu apa? Aku akan jatuh cinta sama Noah? Sudah deh, Sa! Kamu pulang saja sana!" Wajah Lana semakin ditekuk kesal. Dia langsung berjalan dengan langkah lebarnya masuk ke dalam rumah.
"Aku salah apa? Aku, 'kan hanya mengucapkan apa yang pepatah tulis. Memangnya salah?" Sasa seolah memang tidak merasa salah dia pergi ke sana dengan motornya.
Noah sendiri baru sampai di rumah megah miliknya bersama dengan Danang.
"Kapan aku punya rumah besar seperti ini, ya?" Danang memutar kepalanya melihat dekorasi di dalam rumah Noah yang memang tampak sangat apik dan bernuansa klasik.
"Jual saja salah satu ginjalmu dan sebagai gantinya minta dibelikan rumah," ucap Noah santai sembari melepas jaketnya.
"Hem! Seharusnya aku tidak bertanya sama kamu." Danang duduk nyaman di sofa panjang berwarna hitam.
"Jangan duduk di situ! Kamu tau, 'kan kalau itu sofa kesayanganku dan tidak ada yang boleh duduk di situ selain aku," ujar Noah ketus.
"Hanya sebentar, Noah. Habisnya sofa ini nyaman sekali, kenapa kamu tidak membeli dua atau tiga seperti ini?" Tangan Danang mengusap sofa hitam yang terbuat dari bulu-bulu yang sangat lembut.
"Itu tidak beli, tapi aku memesannya khusus sesuai apa yang aku mau. Nantinya sofa itu boleh diduduki oleh gadis yang menjadi pilihanku dan tentunya dia akan menjadi istriku. Kami akan bercinta di sana setiap hari."
Noah malah memberikan smirknya sembari menuangkan wine ke dalam gelasnya.
"Haduh!" Danang langsung berpindah tempat. "Ck! Menikah. Memangnya kamu bisa serius menjalin hubungan? Lagi pula siapa gadis yang mau menikah dengan seorang dewanya playboy? Kalaupun ada, palingan dia mengincar hartamu. Lumayan, meskipun sering sakit hati karena punya suami playboy, tapi terbayar dengan warisan ratusan juta." Danang sekali lagi malah tertawa dengan senangnya.
"Coba saja kalau dia berani melakukan hal itu. Aku buat menderita hidupnya."
Noah duduk santai di atas sofanya sembari menikmati wine putihnya dengan nikmat.
"Kamu jangan sampai menyakiti hati wanita, apa lagi jika dia istrimu. Meskipun wanita itu terlihat tegar, jauh di lubuk hatinya dia tetap wanita yang harus dilindungi," terang Danang terdengar bijaksana, bahkan sampai membuat Noah malah teringat dengan Lana.
"Noah, kamu kenapa? Apa kata-kataku menyentuh hati kamu, ya?" ejek Danang.
"Aku malah mengantuk mendengar kata-katamu." Noah meletakkan minumannya dan beranjak dari tempat duduknya.
"Noah, kamu mau ke mana?"
"Tidur!" jawab Noah sembari berjalan menaiki anak tangga.
"Lah aku bagaimana kalau kamu tinggal tidur?" Danang bingung sendiri di tempatnya.
"Lakukan sesukamu. Kalau butuh apa-apa tinggal minta sama pelayanku."
***
Esok harinya. Mata Danang mendelik melihat Noah yang masih bergelut dengan selimutnya, padahal hari ini di kampus Noah ada acara bazar amal, dan Noah sendiri yang mengajak Danang untuk hadir di sana, tapi ini Noah malah asik molor.
"Noah, bangun, kenapa kamu masih tidur?" Danang menarik selimut Noah.
"Lana!" Noah seketika berteriak kaget sampai terduduk. Napasnya pun memburu dengan cepat. "Shut!"
"Lah, kamu kenapa?" Danang heran melihat Noah.
Noah langsung mengambil air minumnya dan menghabiskannya dengan sekali teguk.
"Lana siapa, Noah? Kenapa napas kamu sampai begitu? Apa kamu mimpi jorok, ya, sama gadis bernama Lana itu?" Danang malah menggoda Noah.
"Aku mimpi buruk!" Noah segera menyikap selimutnya dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
"Lana? Siapa lagi itu!" Danang malah memikirkan nama Lana.
Di dalam kamar mandi, Noah mengguyur kepalanya dengan air dari showernya, dia ingin sekali mendinginkan kepalanya yang tadi memanas karena bermimpi bercinta dengan Lana.
"Shit!Shit! Kenapa aku malah teringat percintaanku dengan gadis menyebalkan itu? Aku harus melupakan hal itu atau kalau tidak otakku bisa meledak." Noah seolah kesal pada dirinya sendiri.
Noah sudah rapi, dia pun mengajak Danang untuk sarapan pagi di ruang makannya. Danang terlihat berbinar kedua matanya tatkala melihat bermacam-macam hidangan di atas meja makan.
"Banyak sekali dan terlihat enak semua. Memangnya setiap hari begini menu makanan kamu, Noah?"
"Iya," ucap Noah ketus. "Cepat makan! Kenapa lelet sekali jadi orang."
"Bukannya lelet, tapi aku bingung mau makan yang mana?" Danang bingung sendiri melihat banyak makanan di meja.
"Huft! Makan saja semuanya kalau perlu."
Danang akhirnya mengambil nasi dengan lauk telur balado dan dia makan dengan lahap sekali.
"Loh, Noah! Kamu mau ke mana?" tanya Danang dengan mulut masih ada makanannya.
"Ke kampus, lah!" Noah memakai tasnya.
"Tapi aku belum selesai makan. Ini nasi goreng seafoodnya belum habis!"
"Kamu tidak perlu ikut kalau begitu!" Noah malah berjalan keluar setelah menyabet jaket kulit hitamnya.
"Boleh diracun ini tidak sih Noah? Mengesalkan sekali dia." Danang segera mengejar Noah.
Noah ke kampus dengan menggunakan motor sportnya. Danang tampak kesal karena Noah membonceng lagi-lagi dengan kecepatan tinggi.
Di kampus, tepatnya di halaman gedung besar itu, tampak sekali berjejer dengan rapi stand bazar, dan ada panggung yang di atasnya ada dua MC yang sedang menyapa orang-orang di sana.
"Kampus kamu keren sekali, Noah. Besar dan bagus."
"Biasa saja," ucap Noah santai sembari mengedarkan pandangannya, dan seketika kedua matanya menangkap hal yang membuat kedua alis tebalnya berkerut.
Noah sedang melihat Lana yang sedang diberi setangkai bunga oleh seorang laki-laki. Lana dan laki-laki itu terlihat sedang bicara serius.
"Noah, kita ke sana! Mau tidak?" Danang menunjuk pada salah satu stand bazar.
"Kalau mau ke sana, ke sana saja sendiri! Memangnya aku pengasuhmu?" Noah terlihat kesal. Dia pun menyalakan rokoknya.
"Kamu ini kenapa sih? Lagi PMS, ya?" Danang malah terkekeh. "Aku ini mengajak kamu, supaya bisa dibayarin kalau mau beli apa-apa. Kamu tau sendiri kalau aku tidak punya uang karena sudah tidak bekerja.
Noah kemudian mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya dan memberikan pada Danang. "Sana, habiskan!"
"Ini kebanyakan, Noah."
"Habiskan saja tidak apa-apa, lagi pula nanti juga uangnya akan disumbangkan pada rumah sakit kanker anak-anak. Sudah sana pergi!" seru Noah kesal.
Hari ini perasaan Noah benar-benar sangat tidak baik setelah mimpi tadi pagi. Mimpi itu sangat menggangu Noah.
Kedua rahang tegas Noah mengeras saat dia sekali lagi melihat pada Lana dan lelaki itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Defi
boleh-boleh
2023-12-06
1
Defi
jelas salah Sasa, karena kamu mengatakan itu pada Lana yang punya kisah kelam dengan Noah
2023-12-06
2
bunda s'as
bentar juga bucin
2023-12-05
1