Sasa tampak bingung melihat Lana yang tiba-tiba menangis sampai sesenggukan dengan memeluk lututnya duduk di atas sofanya, padahal tadi datang biasa saja, tapi kenapa pas Sasa mengambil minum untuk Lana, tiba-tiba sahabatnya itu menangis sejadi-jadinya.
"Kamu kenapa sih, Lana? Apa tidak cocok sama minuman yang aku bawakan? Mau ganti es sirup saja? Bukannya es coklat itu kesukaan kamu?"
Sasa sampai garuk-garuk kepalanya bingung karena Lana masih saja menangis.
"Lana, itu suit milik siapa?" Sasa entah kenapa baru sadar jika Lana memakai suit seseorang.
Lana tetap saja tidak menjawab, dia masih saja menangis. "Aduh! Dia ini kenapa sih? Masak kesurupan pas dia lewat depan rumah kosong itu."
Sasa melihat dari jendela di mana ada rumah kosong di depan jalan rumahnya. Sasa ini tidak melihat Lana diantar oleh Noah.
"Lana, kamu ini kenapa sih? Ayo ke rumah pak Ustad di blok sebelah, biar dihilangkan setan yang mengganggumu."
Lana masih saja tetap menangis tidak memperdulikan ucapan Sasa.
"Ya ampun! Kamu ini kenapa sih? Aku telepon saja bibi kamu, biar dia ke sini."
"Jangan!" seru Lana cepat.
Tangan Sasa yang mau membuka aplikasi WhatsAppnya mendadak berhenti.
"Sa, aku mohon jangan menghubungi bibiku. Aku tidak mau kalau sampai Bibiku tau keadaanku seperti ini." Lana mulai perlahan menyeka air matanya.
"Huft! Ternyata bibi Maya itu pawangnya Lana. Terus, kamu itu kenapa? Kamu tidak sedang kesurupan menangis seperti itu 'kan?"
"Masa depanku audah hancur, Sa! Hancur!" Lana kembali mengingat saat dia terbangun di kamar Noah, dan itu sangat menyakitkan.
"Hancur? Masa Depan? Apa karena tidak bisa membayar uang ujian kamu mengira masa depanmu akan hancur? Ya ampun, Lana! Kalau soal uang ujian, kamu itu bisa pinjam sama aku! Kalau perlu aku bayarin. Kenapa sampai nangis kayak orang kesurupan macam itu?" Sasa malah menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.
Maaf, ya, ini Sasa memang rada Le To The Mot alias Loading lama, tapi dia teman terbaik yang Lana miliki.
Lana menatap Sasa dengan mata bentuk kodok. "Sa, keperawananku sudah hilang," ucap Lana dengan bibir bergetar.
"Oh ... Ah! Apa? Coba bilang lagi?"
"Sa! Aku sedang tidak bercanda."
"Aku juga tidak bercanda, Lana, tapi apa yang barusan kamu bilang itu bukan kamu mau ngeprank aku 'kan? Kamu 'kan kadang usil."
Lana malah kembali menangis lagi. "Ya Tuhan! Beneran, ya? Bagaimana bisa sih, Lana? Kamu diam-diam pacaran sama siapa? Dan kenapa sampai bodoh sekali mau tidur dengan pria itu? Ih!" Sasa yang saking gemes dan marahnya sampai memukul lengan Lana.
"Aku dinodai seseorang, Sa. Dia sudah menjebakku sampai akhirnya dia merenggut kehormatanku!"
"Ya Tuhan!" Sasa sekarang malah ikutan menangis. "Kenapa hal ini sampai menimpa kamu? Siapa yang sudah menodaimu, Lana? Apa dia teman kampus kita atau orang lain?"
"Dia si brengsek itu!" ucap Lana marah.
"Si brengsek? Siapa?" Sasa beneran bingung.
"Noah! Orang yang kamu sukai dan banggakan, padahal dia tidak lebih dari seorang pria brengsek!" umpat Lana marah.
"Apa?" Tangan Sasa segera menjauhnya tubuhnya dengan tubuh Lana, sehingga Sasa bisa melihat wajah Lana. "Kamu serius? Noah si ganteng itu? Lana, kamu jangan bercanda ya?"
"Kenapa selalu menganggap aku bercanda sih, Sa? Aku tidak mungkin bercanda sama hal seperti ini! Aku ini teman kamu, kenapa malah percaya pada pria brengsek itu."
"Bukan seperti itu, Lana. Sekarang kamu minum dulu dan ceritakan semuanya sama aku. Bagaimana bisa si ganteng ... em ... maksud aku si Noah itu bisa sampai menodaimu? Kamu sangat membencinya 'kan? Dan dia juga terlihat tidak ada tanda-tanda suka sama kamu. Kok bisa?"
Lana menceritakan kejadian demi kejadian yang dia ingat. Sasa yang mendengar benar-benar tidak percaya dengan hal yang menimpa sahabatnya itu. Mulutnya pun bahkan sampai terbuka dari awal Lana menceritakan kejadiannya sampai Lana mengakhiri ceritanya.
"Sekarang aku harus bagaimana, Sa? Bagaimana jika bibiku sampai mengetahui hal ini?" Lana kembali menangis memeluk lututnya.
"Bisa-bisa diusir kamu dari rumah, atau bahkan kamu bisa tidak dianggap keponakan lagi sama bibimu. Aduh! Aku juga bingung kalau begini." Sasa melihat dengan pandangan melayang. Bukan dia yang terkena bencana, tapi Sasa seolah ikut merasakan kebingungan dan kesedihan Lana.
Sasa memeluk sekali lagi sahabatnya itu. Tidak lama terdengar bunyi ponsel dari tas Lana.
"Bibi Maya, Sa. Bagaimana ini?" Lana tampak bingung.
"Ya kamu angkat saja dan katakan kalau mau menginap lagi di rumahku. Cepat angkat!"
"Halo, Bi," jawab Lana mencoba tenang.
"Lana! Kamu ini kenapa menginap di rumah Sasa tidak bilang? Kalau mau menginap itu harusnya izin dulu! Jangan main menghilang begitu saja! Bibi takut kalau kamu diculik sama orang," omel Bibi Maya di telepon. Lana yang mendengar omelan itu sampai menjauhkan telepon dari telinganya.
"Aku minta maaf, Bi. Aku kemarin pulang larut dengan Sasa. Jadi, aku langsung tidur," terang Lana sembari menahan air matanya dan suara tangisnya.
"Kamu kenapa? Kamu baik-baik saja?" Bibi Maya sedikit curiga.
"A-aku baik-baik saja."
"Jangan bohong kamu?" Bibi Maya seolah bisa mencium aroma ketidak jujuran dari Lana.
"Kita sedang menonton film India yang sedih sekali, Bi! Huah!" Sasa tiba-tiba berpura-pura menangis.
"Iya, Bi. Sasa mengajak aku melihat film India yang sedih sekali, sampai aku pun mengeluarkan air mata karena ceritanya sangat sedih."
"Cerita hidup kamu yang menyedihkan, Lana," celetuk Sasa lirih sekali.
Lana langsung saja menekuk wajahnya kesal dengar celetukan Sasa.
"Tumben sekali sebuah film bikin kamu sedih. Memangnya film India yang mana sampai membuat kamu menangis?"
Lana tampak bingung, dia saja tidak pernah melihat film India manapun. Sasa yang pernah mengajaknya melihat film, malah ditinggal tidur sama Lana.
"Film yang menceritakan seorang gadis dinodai oleh seorang pria, tapi pria itu tidak mau tanggung jawab. Gadis itu akhirnya bunuh diri, Bi."
Sasa mendelik mendengar apa yang Lana katakan. "Memangnya ada film India seperti itu? Apa Lana sedang menceritakan kisahnya sendiri? Ah! Bunuh diri?"
Sasa seketika merebut ponsel Lana, membuat Lana tersentak kaget. "Bi, sudah dulu, ya? Aku mau melanjutkan menonton keburu siang, soalnya siang nanti aku mau nonton film lainnya."
"Iya-Iya! Suka sekali menonton film sedih-sedih. Sasa, terima kasih sudah mengizinkan Lana menginap di sana. Maaf, kalau dia makannya banyak, nanti Bibi ganti sama nasi pecel buatan bibi."
"Ide yang bagus, Bi. Aku kangen nasi pecel buatan Bibi Maya. Ya sudah kalau begitu, Bi." Sasa mempercepat saja bicaranya supaya dia tidak keceplosan nantinya.
Sasa langsung menutup panggilan teleponnya. "Ya ampun Sasa! Sampai tidak mengucapkan salam. Eh, tapi tadi aku juga tidak mengucapkan salam sama Lana saking kesalnya," oceh Bibi Maya.
"Lana, film India mana yang tadi kamu ceritakan sama Bibimu itu?" tanya Sasa dengan wajah serius.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Defi
sahabat menguji adrenalin ini namanya 😂
2023-12-06
1
Chindy Miracle
Padahal film India itu mo sng ato sedih sll menyanyi dan menari...jd jarang org nntn film india mnangis. Tp kl bc novel kdg ikut baper sih kl dtabur dg bombay
2023-12-02
1