PIT 16 — Couvade Syndrome

Pagi harinya, para pelayan kediaman utama nampak sibuk merapikan bekas-bekas pesta semalam. Begitu heboh dan meriah apalagi saat Arsen maju menawarkan diri untuk menyanyi.

Sungguh di luar dugaan antariksa bahwa ternyata seorang Arsenio berani bernyanyi di depan umum. Padahal bukan rahasia lagi bahwa suaranya sangat merdu hingga Nadira berpikir; nyanyian Arsen bisa saja merusak gendang telinga seorang tamu.

Tetapi, lebih di luar dugaan lagi, para tamu justru bertepuk tangan meriah, tentu saja bukan karena lagu yang dibawakan Arsen melainkan pengumuman kerja sama publik beserta peresmian produk baru dari perusahaan baru yang dibacakan Arsen-lah yang mengundang tepuk tangan hangat nan riuh itu.

Jam di dinding masih menunjukkan pukul tujuh pagi, Nadira masih terlelap, agaknya perempuan itu sangat kelelahan menyambut tamu semalam.

Sedangkan Arsen baru saja menyelesaikan aktifitas barunya, yaitu berlari pagi mengelilingi taman kediaman utama sebanyak tujuh kali putaran.

Sarapan sudah tersaji saat ia masuk, harum masakan chef mengisi dapur hingga ruang makan. Langkah Arsen terhenti saat mencium wangi masakan yang tak asing baginya.

Indra penciumannya begitu tajam, asap tampak masih mengepul dari panci. Arsen membuka tutupnya dan ...

"Woek!"

Tak tahan ia dengan baunya hingga mual dan memuntahkan isi perutnya ke wastafel. Sang chef cukup terkejut dengan kehadiran Arsenio di dapur.

"Maaf, Tuan!" serunya sedikit menundukkan kepala.

"Apa yang kau masak? Kenapa baunya seperti itu?" tanyanya sambil menutup hidungnya sendiri sebab bau itu masih mengitarinya.

"Eh, hasil permintaan Nyonya, Tuan. Beliau meminta dimasakkan bubur kacang hijau dengan santan," jawab chef bernama Arya.

Kening Arsen sedikit berkerut. "Bubur kacang hijau?" gumamnya seakan tak percaya, biasanya ia cukup suka dengan baunya, kenapa sekarang malah mual ketika menciumnya? Aneh! pikirnya lalu berlalu dari sana tanpa berkata apapun lagi.

Sesampainya di kamar, ia lihat Nadira masih bersembunyi dibalik selimut. Mendadak pikiran jahilnya muncul, ia tiup-tiup kedua mata Nadira yang terkatup sehingga perempuan itu terusik dari tidurnya. Begitu Nadira mengerjapkan matanya, Arsen terkekeh geli.

Nadira melenguh panjang kemudian menggeliat selama beberapa detik sebelum matanya benar-benar terbuka sempurna dan melihat Arsen yang memangku dagunya dengan sebelah tangan seraya tersenyum.

"Pagi, Nyonya," katanya menggoda. Mendapat pandangan seperti itu membuat Nadira jadi malu sendiri, ia refleks memukul Arsen dengan bantal.

"Jangan ganggu aku, Mas!" ujar Nadira manja yang membuat Arsen makin gemas. Ujung matanya melirik ke jendela yang belum dibuka tirainya. "Jam berapa sekarang?"

Arsen mengedikkan bahu, "Jam delapan pagi, kenapa?"

"Apa? Astaga!"

Nadira langsung beranjak dari tidurnya dengan segera sambil berlari menuju kamar mandi.

"Hati-hati!" teriak Arsen dengan nada memperingatkan. Tetapi, sedetik kemudian Nadira langsung menutup pintu kamar mandi dengan sedikit membanting, membuat Arsen menggelengkan kepalanya pasrah.

***

Menjelang siang, keduanya tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hingga menjelang siang, barulah mereka saling lirik sebab denting jam yang berbunyi. Secara refleks mereka menoleh ke arah jam dinding di ruang kerja. Pukul dua belas tepat.

Lalu, terdengar suara ketukan pintu. "Tuan, Nyonya, makan siang sudah disajikan." Suara kepala pelayan terdengar dari balik pintu, Arsen langsung beranjak dan menutup laptop miliknya lalu berjalan ke meja kerja Nadira dan menutup laptop istrinya secara paksa.

"Mas! Aku belum selesai," protes Nadira.

Arsen menaikkan dagunya, "Apa? Sudah waktunya makan siang, Sayang. Nanti kita lanjut lagi, ya?" kata Arsen dengan nada lembut. Mau tak mau Nadira mengikuti Arsen dengan bibir yang mengerucut.

Sesampainya di meja makan, dua orang pelayan langsung melayani mereka. Begitu duduk, hidung Arsen mengendus bau yang lagi-lagi mengusik hidungnya.

Perutnya kembali bergolak dan mual, detik berikutnya ia berlari ke wastafel dan mencoba mengeluarkan isi perutnya.

Nadira berkerut bingung dan secara spontan menghampiri Arsen, para pelayan nampak sedikit panik melihat tuan mereka yang pias. "Kamu kenapa Mas?" tanya Nadira berusaha tenang.

Arsen menyeka sekitaran mulutnya dengan tisu dan menggeleng, "Tak tahu, begitu mencium aroma masakan itu, aku langsung mual," katanya dengan nada lemah. "Tadi pagi juga gitu, lho, Sayang," tambahnya manja.

"Kamu masuk angin mungkin?" duga Nadira.

"Kalian memasukkan apa ke dalam masakan itu?" tanyanya mencurigai para chef dan pelayan yang berada di ruang makan. Para chef itu hanya saling pandang, bingung hendak menjawab apa, sebab mereka memasak sebagaimana biasanya.

"Jawab!" sentaknya. Salah seorang chef tampak maju dengan takut-takut.

"Ma-maaf, Tuan. Ka-kami memasak seperti biasanya," kata chef itu terbata.

"Bo—"

"Cukup, Mas, mereka gak salah," sela Nadira memotong amukan Arsen. Nadira memberi isyarat kepada para chef itu untuk undur diri dari ruang makan sebelum Arsen memuntahkan ketidaktahuannya.

"Sayang, kenapa dihentikan? Aku belum selesai! Mereka pasti tak becus dalam bekerja!" makinya.

Nadira menggelengkan kepala sambil bergumam pelan. Lalu menarik Arsen untuk duduk. "Aku tahu, kok, kenapa kamu mual-mual kayak tadi," katanya kemudian.

Arsen menaikkan sebelah alisnya, "Kamu tahu? Kenapa tidak bilang? Biar aku cari mereka!"

"Mas! Bukan salah mereka, ish!" Nadira menarik lengan Arsen dengan gemas untuk kembali duduk.

"Terus?"

"Baca ini, deh!" jawabnya seraya menyodorkan ponselnya yang menunjukkan sebuah laman khusus yang menjelaskan tentang gejala yang dialami Arsen.

"Couvade Syndrome?" keningnya mengerut dalam, tanda tak mengerti. Nadira mengambil ponselnya kemudian menatap Nadira dalam.

"Kehamilan simpatik, Mas. Maksudnya, kamu menggantikan aku merasakan mual-mualnya ibu hamil," jelas Nadira singkat.

Arsen makin tak paham. Memang, untuk urusan-urusan semacam Ini, otaknya lebih lambat dalam menangkap informasi. Dalam hati, ia tekadkan untuk benar-benar belajar secepat mungkin!

Nadira terkekeh melihat ekspresi tercengang Arsen yang menurutnya lucu. "Memang ada hal-hal semacam itu, Mas. Istri yang hamil tapi suami yang ngidam, mual-mual, lonjakan mood," terangnya yang membuat Arsen mengangguk-angguk.

"Oh, begitu. Jadi, aku mual-mual dan pusing tadi karena couvade syndrome ini, ya?" Nadira mengangguk.

"Astaga, Sayang, aku ternyata banyak tidak tahunya. Maafkanlah suamimu ini," gumam Arsen.

"Wajar, meskipun kita sudah banyak belajar teori, tetap saja, pengalaman adalah guru terbaiknya, Mas. Ke depannya kita akan belajar lebih banyak lagi tentang menjadi orangtua."

Arsen mengangguk menyetujui, "Betul, Sayang. Semoga kita bisa jadi ayah dan ibu yang baik bagi anak-anak kita, ya." Arsen kemudian beralih mencium kening Nadira lama.

"Kita pasti bisa menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kita, Mas, aku yakin itu," kata Nadira sungguh-sungguh.

Arsen mengangguk dan tersenyum. "Ya, mulai dari sekarang kita harus lebih banyak belajar lagi. Karena pelajaran orangtua yang sesungguhnya akan kita pelajari ketika dia lahir ke dunia," ucap Arsen sambil mengusap perut Nadira yang masih rata.

•••

Selamat Membaca ❤️

Kalau suka jangan lupa tinggalkan jejak berupa like, komentar, vote, gift atau apapun itu, ya.

Karena dukunganmu sangat berarti bagiku. ❤️

Terpopuler

Comments

SeeLihta

SeeLihta

Kayak kaivan di cs sebelah dong thor ini/Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2024-04-14

1

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

awas aja kenapa napa/Facepalm/ biasanya authornya suka oleng , tulung dijagain/Facepalm//Facepalm/

2023-12-31

1

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/ bapaknya yg mual ada ada aja

2023-12-31

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!