PIT 10 — Mendamba Buah Hati

Sore harinya, sebelum pulang ke rumah, Nadira dan Arsen menyempatkan diri untuk berjalan-jalan santai di sekitar taman Ibukota.

Syukur sore itu cuaca cukup mendukung dan jalanan cukup lenggang, padahal biasanya, menjelang akhir tahun banyak sekali hilir mudik orang-orang bepergian ke luar kota.

"Bagaimana jika aku juga ikut ke Paris?" tanya Arsen saat mereka telah duduk di taman seraya memangku dua buah kacang rebus yang mereka beli di pintu masuk.

Nadira sontak menoleh, "Apa? Kamu mau ikut?" Nadira balik bertanya. Arsen mengangguk mantap sambil memasukkan sebiji kacang yang telah ia kupas.

"Are you serious?" kaget Nadira. "Kalau kamu ikut aku penelitian di Paris, terus pekerjaanmu gimana, Mas? Masa ditinggal?" tanya Nadira bingung.

Pria disampingnya itu hanya mengedikkan bahu ringan. "Kan ada Galen," jawab Arsen santai.

Nadira melengos tak habis pikir. "Maksudmu, semua pekerjaanmu Galen yang urus, begitu? Nanti bagaimana —"

"Trust me, he can. Aku hanya akan menangani client penting dengan video konferensi. Lagipula, aku khawatir jika kamu pergi sendiri, di sana itu kan sangat bebas, Sayang. Terlebih lagi sedang musim dingin, kalau kamu kedinginan dan tak ada yang menghangatkan bagaimana?" kata Arsen panjang.

"Pewaris memang beda," celetuk Nadira asal, membuat Arsen terkekeh geli.

Sesaat kemudian, mereka hanya menikmati sore itu dengan bercengkrama lebar tentang apapun. Menghabiskan waktu kualitas bersama ternyata cukup untuk menambah kedekatan mereka.

Senja membayang garis-garis merah di bentangan langit, Arsen mengajak Nadira pulang sebelum malam menjelang. Sambil berpegangan tangan, keduanya berjalan ke luar taman Ibukota.

Sebelum memasuki mobil, sayup-sayup keduanya mendengar suara teriakan anak kecil. Di sana, di tepi jalan yang cukup ramai, seorang anak kecil meraung menangis mencari ibunya.

Melihat hal itu, Nadira tak bisa tinggal diam. Ia berlari meninggalkan Arsen yang sudah membuka pintu mobil. Mendapati istrinya berlari kencang, Arsen refleks mengikutinya.

"Sudah, ya, jangan menangis ... jangan menangis lagi," bujuk Nadira pada anak perempuan kecil itu. Nadira lantas membawanya menepi dan duduk di sebuah kursi. Arsen memerhatikannya dengan baik.

Anak kecil itu berangsur-angsur mereda tangisnya saat Nadira mengusap lembut bahunya. Selama beberapa saat, Arsen tertegun. Ia membayangkan apabila mereka dikaruniai seorang buah hati. Nadira pasti akan menjadi ibu yang sangat baik dan ia sendiri akan menjadi ayah yang siap siaga.

Nadira tampak masih menenangkan anak kecil yang tengah mencari ibunya itu, sedang Arsen mencari petugas keamanan setempat guna melaporkan anak hilang. Siapa tahu anak tersebut tak sengaja terpisah dari orangtuanya.

Setelah melaporkan kejadian itu, Arsen membawa serta Nadira dan anak kecil itu ke pos penjagaan sambil menunggu laporan selesai. Dan benar saja bahwa anak itu tak sengaja lepas dari pengawasan sang ibu saat sedang berjalan-jalan.

Dengan haru, sang ibu itu memeluk anaknya erat. Pandangan itu pun tak luput dari mata Arsen, saat Nadira fokus menatap ibu dan anak itu. Ada gurat sedih yang tak kentara di sana.

Mata Nadira jelas menunjukkan kekecewaan dan perasaan mendamba yang amat. Arsen tahu sebab ia juga merasakan hal yang sama. Ia mendamba kehadiran seorang buah hati di antara mereka.

Jika saja, jika saja dulu mereka tak kehilangan calon buah hati mereka, anak itu pasti juga sedang tumbuh dalam asuhan Nadira.

Arsen sangat menyayangkan dan menyesali hal yang terjadi pada Nadira dua tahun silam. Kendati mereka ingin menghindari dan bahkan menolaknya, takdir tetaplah sesuatu yang tak bisa mereka gugat.

Hingga hari ini, Arsen selalu menghindari topik tentang anak. Dan Nadira pun bahkan tak pernah mengusiknya. Tetapi, tanpa saling bicara pun, mereka sama-sama tahu bahwa mereka menginginkan hadirnya malaikat kecil di keluarga mereka.

Karena itu pula, mereka semakin melarutkan diri dalam kesibukan. Semata-mata agar tak terkenang masa lalu kelam itu.

Akan tetapi, Author sepertinya memiliki rencana lain. Sekalipun mereka ingin melupakannya dan berupaya keras untuk menyembunyikannya, Author tetap punya celah untuk tahu dan kembali memoar luka itu agar pembaca geram.

Ibu tersebut nampak sangat berterimakasih pada Arsen dan Nadira bahkan ingin menghadiahi mereka sejumlah uang, tetapi tentu saja Arsen dan Nadira tegas menolaknya. Mereka tak butuh uang. Mereka lebih membutuhkan hal lain, jika mereka bisa memintanya.

"Sayang, yuk pulang," ajak Arsen begitu ibu dan anak itu menjauh. Nadira mengangguk. Tak lupa juga mereka ucapkan terimakasih pada petugas keamanan yang tadi sudah membantu mereka.

"Pak Jun, terima kasih, ya." Petugas keamanan itu mengangguk-angguk dan melambaikan tangannya seiring dengan langkah Nadira dan Arsen yang menjauh.

Sepanjang perjalanan pulang, Nadira lebih banyak diam. Arsen sudah bisa menerka apa yang dipikirkan istri cantiknya itu. Dengan sengaja, Arsen memutar kemudinya berbalik ke arah sebuah perumahan elit yang baru saja selesai dibangun.

"Sayang," panggil Arsen setelah menepikan mobilnya. Perempuan itu menoleh dengan bingung.

"Ini di mana, Mas?" tanyanya belum menyadari sepenuhnya di mana mereka berada. Arsen membukakan pintu mobilnya dan mengajak Nadira keluar.

Kedua mata Nadira nyaris membola saat melihat barisan bangunan mewah di hadapannya.

Harrington Residence. Begitu Nadira membaca plat yang tertera di bagian depan gerbang. Kemudian, Nadira berbalik menatap Arsen penuh tanya.

"Ini, konsep hunian yang aku canangkan waktu itu, kan? Kamu benar-benar membangunnya?" tanya Nadira tak percaya.

Arsen tersenyum kemudian mengangguk. "Iya, dan properti ini atas namamu. Sebenarnya, aku ingin memberimu kejutan di pesta grand opening akhir tahun nanti. Tapi berhubung kamu ingin pergi ke Paris, kuberitakan saja sekarang. Maaf, ya, momennya tidak pas, aku—"

"Terimakasih, Mas!" seru Nadira cepat lalu memeluk pria itu. Pelukan itu sangat tiba-tiba sampai Arsen terkesiap. Tetapi, sedetik kemudian, ia balik merengkuh Nadira.

"Jangan bersedih lagi, ya, Sayang. Apapun akan kulakukan untukmu, tapi perihal takdir, aku benar-benar tak kuasa," gumam Arsen pelan seraya mengusap dan mengecup pucuk kepala Nadira.

Pelan ia dapat merasakan Nadira yang mengangguk dalam pelukannya. Juga ada sebulir bening yang menetas di kemeja Arsen. "Kamu menyadarinya, ya? Maaf kalau aku belum bisa jadi istri yang terbaik untukmu, Mas," ujar Nadira dengan lirih.

"Tak ada hal yang sempurna, Sayang. Pernikahan kita mungkin juga tidak. Kita-lah yang harus saling menyempurnakan." Nadira kembali mengangguk. Lirih ia mengucap syukur dalam hati. Tentang betapa bahagianya ia dikaruniai seorang suami seperti Arsen.

Setelah puas berkeliling, Arsen kembali mengajak Nadira untuk pulang. "Malam ini biar aku masak sesuatu untuk kamu, ya, Mas," kata Nadira di sela-sela perjalanan mereka.

"Kamu tak lelah?" tanya Arsen melirik Nadira lewat ujung matanya.

Perempuan itu menggeleng. Ia memang lelah sekali rasanya, tapi untuk membalas semua kejutan yang Arsen beri hari ini, memasak akan jadi hal yang mudah baginya.

•••

Selamat Membaca ❤️

Kalau suka jangan lupa tinggalkan jejak berupa like, komentar, vote, gift atau apapun itu, ya.

Karena dukunganmu sangat berarti bagiku. ❤️

Terpopuler

Comments

Miss_dew 𝐀⃝🥀

Miss_dew 𝐀⃝🥀

beda horkay klo ngasih kejutan suka ga kaleng-kaleng /Grimace//Grimace//Grimace//Grimace/

2023-12-15

2

Miss_dew 𝐀⃝🥀

Miss_dew 𝐀⃝🥀

iyyuuuhhhh so sweet /Smirk//Smirk//Smirk/

2023-12-15

1

Munji Atun

Munji Atun

Suka banget sm rangkaian kalimat"nya runtut indah pemilihan katanya jg ga ada yg mis
thanks upnya semangat terus thor 😍

2023-12-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!