PIT 04 — Shattered

Nadira membiarkan tubuhnya berlama-lama di bawah pancuran air dingin. Kulitnya terlihat pucat, jari-jari tangan dan kakinya mengeriput akibat terlalu lama terkena air. Dalam upayanya untuk menenangkan diri dari rasa keterkejutannya tadi siang, Nadira lebih memilih berdiam di kamar mandi selama satu jam lamanya.

Membiarkan dirinya larut dalam kedinginan seraya berharap bahwa apa yang dilihatnya tadi siang hanyalah sebuah khayalan atau halusinasinya semata. Jujur saja, ia tak dapat meyakini bahwa Arsen dapat menduakannya. Namun apa yang dilihatnya jelas memporak-porandakan isi hatinya.

Ia tak ingin percaya apalagi mempercayainya. Nadira ingin menolak dengan keras pikiran buruknya itu, tapi tetap saja hatinya terasa sakit. Matanya kembali basah, padahal ia telah menumpahkan tangis semenjak pulang dari Royal Hotel.

May yang mengantarnya pulang bahkan sampai harus menanyainya beberapa kali lantaran perempuan itu telah tenggelam dalam prasangkanya sendiri.

Nadira kian menenggelamkan wajahnya ke dalam bathtub saat bayangan Arsen yang dipeluk wanita lain kembali terlintas. Malam itu, ia merasa hatinya hancur. Tak peduli sekuat apapun ia mencoba berpikir positif.

Sedangkan di lain tempat, Arsen nampak gusar. Pasalnya ponsel Nadira tak bisa dihubungi, sedangkan asistennya mengatakan bahwa Nadira sedang dalam kondisi yang tak baik. May menceritakan segalanya kepada pria itu.

Dan Arsen merutuki kecerobohannya yang tak langsung mendorong perempuan itu menjauh. Entah apa yang akan dipikirkan Nadira sekarang, Arsen menduga perempuan itu akan larut dalam lamunannya atau bahkan menyibukkan diri sampai lupa makan dan istirahat yang berakhir pada renggangnya komunikasi mereka.

Pernah suatu kali, hal yang sama terjadi, dan Nadira menyibukkan diri dengan menyelesaikan risetnya. Membaca jurnal-jurnal penelitian semalam suntuk. Dan apa yang terjadi selanjutnya sudah Arsen bayangkan. Nadira akan kelelahan dan berujung dirawat di rumah sakit selama beberapa waktu.

"Ck! Masih tidak bisa dihubungi," decaknya kesal sendiri. Tak ada pilihan lain, Arsen harus segera pulang sebelum istrinya tenggelam dalam pikiran yang tidak-tidak.

"Galen, kau urus sisa pekerjaan di sini. Aku harus segera pulang!" katanya memberitahu Galen. Kemudian dengan cepat berlalu dari Royal Hotel. Meninggalkan segala macam pekerjaannya.

Berpacu dengan jalanan, Arsen mengendarai mobilnya secepat yang ia bisa. Keadaan kediaman utama tampak seperti biasa, para pelayan yang melihatnya langsung memberi hormat.

Arsen tak memedulikan sapaan-sapaan itu, ia langsung berlari ke arah kamarnya dan Nadira. Sebelah tangannya langsung mendorong pintu yang syukurnya tak dikunci. Tetapi, begitu masuk, ia tak mendapati Nadira di manapun. Bahkan di ruang kerja atau di ruang baca pun tak ada.

Sayup-sayup Arsen mendengar suara gemericik air dari kamar mandi, tanpa berpikir panjang, ia langsung membuka pintu kamar mandi hingga menimbulkan bunyi membanting yang kencang. Matanya membelalak sempurna saat mendapati tubuh istrinya terendam di dalam bathtub.

"Nadira!" pekiknya langsung mengangkat tubuh Nadira yang mendingin, perempuan itu sudah tak sadarkan diri, denyut jantungnya melemah, bibirnya bahkan berubah kebiruan. Arsen menepuk-nepuk pipinya, berharap perempuan itu memberi respon sebatas gumaman.

Namun tidak, mata Nadira terkatup rapat. "Sial!" maki Arsen kesal bercampur panik. Ia buru-buru mengambil handuk, melilitkannya pada tubuh polos istrinya itu dan kemudian membaringkannya di atas kasur. Arsen menekan kuat tombol interkom dan beberapa pelayan tampak memasuki kamar mereka.

"Panggil dokter, cepat!" titahnya lugas. "Dan ambilkan air hangat! Juga selimut tebal!" pintanya lagi sambil menutupi tubuh istrinya dengan selimut. Berusaha agar menjaga istrinya tetap hangat.

Beberapa saat kemudian, dokter mulai memeriksa Nadira. "Bu Nadira terkena hipotermia, akibat terlalu lama berendam di air dingin. Tapi Pak Arsen tenang saja, saya sudah memberi suntikan dan cairan infus yang dihangatkan. Tolong dipantau saja suhu tubuhnya, jika sampai suhu tubuh Bu Nadira di bawah 35 derajat, harap segera ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut," kata sang dokter memberi penjelasan.

Arsen mengangguk mengerti. Setelah itu, dokter tersebut diantar keluar oleh seorang pelayan. Arsen kembali duduk di tepi tempat tidur seraya menautkan jemarinya dengan jemari Nadira. Membawa punggung tangan itu ke hadapannya dan mengecupnya cukup lama.

"Maaf, Sayang," lirihnya. Kali ini dengan menangkupkan tangan Nadira ke pipinya.

Semalaman Arsen menjaganya dan terus mengecek suhi tubuhnya. Syukurlah menjelang pagi, suhu tubuh Nadira telah kembali normal.

Perempuan itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Membuka perlahan kemudian terbuka sempurna. Hal yang pertama dilihatnya adalah langit-langit kamar yang terang. Padahal seingatnya, semalam ia berada di kamar mandi. Pelan ia merasakan kepalanya berdenyut.

Saat ia hendak mengangkat tangan, sudut matanya menangkap seseorang tertidur di tepi tempat tidurnya. Sesaat, napas Nadira terasa tercekat.

"Mas Arsen?" katanya bingung. Merasakan gerakan tangan halus istrinya, Arsen terbangun.

"Sayang? Kamu sudah bangun? Bagaimana perasaanmu? Ada sesuatu yang terasa sakit atau tak nyaman? Katakan!" tanya Arsen beruntun. Matanya mengabsen sekujur tubuh Nadira.

"Mas? Kok bisa di rumah?" tanya Nadira sedikit lemah. Jujur saja ia senang dengan kehadiran Arsen di sisinya tapi juga sekaligus heran.

Arsen mengusap wajahnya yang sayu nan lelah. "Kamu tak bisa dihubungi, tentu saja aku harus cepat-cepat pulang," jawab Arsen sekenanya. Kemudian, ia memilih berpindah duduk, mengambil termometer dan mengecek suhu tubuh Nadira kembali.

Nadira masih terdiam, menelisik penampilan Arsen yang menurutnya tampak lebih kacau. Rambutnya berantakan, bahkan ada beberapa rambut halus yang tumbuh di sekitaran dagunya, juga lingkaran hitam di bawah mata akibat kurang tidur.

Pakaiannya juga tampak kusut, semalam, pria itu pasti langsung menyetir pulang dan langsung menjaganya, pikir Nadira pendek.

"Suhu tubuhmu sudah normal. Boleh aku tahu kenapa kamu bisa tenggelam di kamar mandi?" tanya Arsen menatap Nadira lekat.

Kening Nadira sedikit berkerut. "Aku? Tenggelam di kamar mandi?" tanyanya bingung. Ia tak dapat mengingat dengan benar.

Arsen menghela napas, "Iya! Saat aku pulang, kamu sudah tak sadarkan diri di dalam sana!" Telunjuk Arsen menunjuk pintu kamar mandi.

"Kamu sadar tidak kalau berendam terlalu lama di air dingin bisa menyebabkan hipotermia?" tanya Arsen menyudutkan Nadira.

"Kamu tahu tidak jika aku sedikit saja terlambat, nyawamu taruhannya, Sayang!" seru Arsen merasa marah. "Ada apa sebenarnya denganmu, hm?" cecarnya lagi.

Sedangkan perempuan yang ia marahi hanya terdiam, membisu, tak tahu harus berkata apa. Nadira tahu mungkin itu kesalahannya dan kecerobohannya. "Kamu memarahiku?" tanya Nadira sedikit tercekat.

"Tentu saja aku marah! Aku benar-benar tak habis pikir. Bagaimana bisa kamu berendam di dalam sana sampai seluruh tubuhmu mendingin? Kamu sadar tidak betapa berbahayanya hal itu? Dan kamu tahu tidak betapa panik dan hancurnya aku semalam?" cecar Arsen menggebu-gebu.

•••

Selamat Membaca ❤️

Kalau suka jangan lupa tinggalkan jejak berupa like, komentar, vote, gift atau apapun itu, ya.

Karena dukunganmu sangat berarti bagiku. ❤️

Terpopuler

Comments

Miss_dew 𝐀⃝🥀

Miss_dew 𝐀⃝🥀

elaahhh.. sekiceup donk Thor...
kurg banyak... isshhh.../Curse//Curse//Curse//Curse/

2023-12-02

2

Ig : moon.moon9921

Ig : moon.moon9921

bakal ada penjelasan atau bakal bertambah runyam...??? 🤪🤪

2023-12-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!