PIT 15 — Protective

Arsen tampak sibuk mengatur pesta yang akan diadakan di kediaman utama sebagai wujud penyambutan dan perayaan kehadiran calon bayi mereka.

Semenjak siang, Nadira telah dimanjakannya kendati Nadira tak memintanya. Arsen kata, biarlah itu sebagai bentuk cintanya kepada sang istri juga buah hati mereka.

Cukup berlebihan memang, entah apa kata pembaca nanti jika tahu Arsen mengundang hampir seluruh koleganya ke pesta perayaan itu. Ia bahkan secara khusus memanggil penata rias dan designer kondang demi mendandani istrinya agar tampil cantik nan menawan.

Tak lupa juga beserta dokter kandungan sebagai orang yang akan menjaga Nadira selama pesta berlangsung, jaga-jaga jika sang istri kelelahan.

Protective.

Hanya satu kata itu yang bisa Nadira berikan kepada Arsen sekarang. Prianya itu bahkan lebih cerewet dibandingkan ibu-ibu tetangga yang tengah bergosip.

Segala hal yang dilakukan Nadira menjadi sorot perhatiannya, seolah-olah Nadira adalah barang berharga yang tak boleh terluka sedikitpun.

"Aku bisa sendiri, Mas!" seru Nadira saat Arsen bersikeras menyuapinya buah-buahan. Gemas sendiri dengan perlakuan suaminya yang menurutnya terlalu over.

"Gak apa-apa, Sayang, biar pembaca iri, ayo makan lagi," ujarnya memanas-manasi, entah siapa pula yang akan merasa panas.

Bersyukur saat itu ponsel Arsen berdendang nyaring, yang memaksanya untuk mengangkat telepon itu sesegera mungkin. Nadira menghela napas lega saat ia dapati Arsen bergerak menjauhinya.

Wajah Arsen berubah tegang saat tahu siapa yang menghubunginya. "Aku tidak mau tahu! Cari siapa pelakunya!" tegasnya langsung menutup telepon.

Setelah panggilan telepon itu, kepalanya kembali berdenyut pusing. Tidak bisakah seseorang tidak menggangguku barang sejenak? Astaga! makinya kesal sendiri.

***

"Bagaimana?" tanya Garong pada bawahannya. Sedang yang ditanya mengangguk seraya menunjukkan kedua ibu jarinya ke hadapan.

"Beres, Bos! Sudah kami lakukan dengan baik," katanya dengan bangga telah berhasil menyelesaikan misi.

Garong menyeringai, merasa senang telah menepati janjinya, kini ia tinggal menagih bayaran yang telah dijanjikan Jeana padanya.

"Tapi, Bos." Anak buah Garong kembali bersuara membuyarkan lamunan kotor Garong terhadap Jeana, gadis cantik yang menyerahkan dirinya sebagai bayaran. Sungguh miris.

Garong menatap galak, "Apa?!" sentaknya yang membuat anak buahnya menciut nyalinya.

"A-Annu, Bos! Kayaknya yang kita bakar gudangnya bukan orang biasa, Bos! Gimana kalau polisi menyelidiki kita, Bos?" tanyanya sedikit takut dengan resiko yang mungkin akan mereka terima.

"Ya kita tinggal kabur dari sini! Gitu aja, kok, repot! Dah sana, balik kerja lagi," titahnya enteng.

Kemudian satu tangannya meraih ponsel guna mengabarkan berita bahwa ia telah menyelesaikan tugasnya, tinggal menagih bayarannya. Senyum jeleknya terukir bersamaan dengan telepon yang berdering.

***

Pesta penyambutan itu jauh lebih megah dibandingkan dengan pesta-pesta yang pernah diadakan di kediaman utama keluarga Harrington.

Terakhir kali mereka merayakan pesta adalah saat ulang tahun Arsen yang ke-28, setelah itu tak pernah ada pesta lagi. Mungkin itu sebabnya Arsen sengaja membuat pesta yang begitu heboh.

Para tamu mulai berdatangan, ada kolega bisnis Arsen, para staff Harrington Group juga turut hadir memeriahkan pesta. Bahkan walikota dan beberapa keluarga konglomerat yang mengenal nama Arsenio Harrington turut hadir.

Arsen dengan pakaian formalnya menyambut tamu lebih dulu, mempersilahkan mereka untuk mencicipi hidangan yang tersedia beserta ucapan terimakasih dan selamat saling terlempar dari lisan masing-masing.

"Selamat datang."

"Selamat atas kehamilan istri Anda, Tuan Harrington. Kami turut berbahagia."

"Terimakasih banyak, silahkan masuk dan nikmati pestanya."

Tak tanggung-tanggung, hadiah juga rangkaian bunga memenuhi sudut ruangan. Tampaknya bukan hanya Arsen yang berbahagia tetapi juga semua orang.

Nadira mengulum senyumnya dan menangkupkan kedua tangan, turut menyambut tamu-tamu.

"Prof Karl?!" Nadira terkejut mendapati seseorang yang ia kenal hadir dalam pestanya. "Bagaimana Prof bisa tahu?"

Prof Karl itu tersenyum ramah, lebih ramah dari pertemuan mereka waktu itu. "Tentu saja aku datang, sebagai pakar dalam bisnis, aku sesungguhnya mengagumi suamimu, Presdir kenamaan Harrington. Siapa yang tak mengenalnya?" kelakarnya.

Nadira hanya mengangguk, bagaimana ia bisa lupa dengan fakta itu? Presdir kenamaan Harrington itu adalah suaminya. Pewaris keluarga Harrington itu adalah suaminya. Bahkan sang pewaris itu kini akan memiliki pewaris lagi.

Keduanya lalu asyik berbincang tentang Arsen dan bisnisnya. Prof Karl tampak bersemangat saat membahas tentang pria tinggi tegap yang kini berjalan ke arah mereka.

"Halo!" sapa Arsen ramah seraya menjabat tangan sang professor. Dengan senang hati, Prof Karl menyambutnya.

"Senang sekali bisa bertemu secara langsung dengan Anda, Tuan Harrington."

"Ah, tentu, Prof. Senang juga bisa melihat Anda di sini," katanya beramah-tamah. Nadira justru bingung dengan keramah-tamahan mereka yang lebih terkesan akrab.

"Mas kenal dengan supervisorku?" tanya Nadira sedikit berbisik.

"Tentu saja," jawabnya enteng sambil tersenyum. Sebelah tangannya ia gunakan untuk meraih jemari Nadira dan meletakkannya di tangan kirinya.

"Saya sudah banyak mendengar tentang kepiawaian Anda, Tuan Harrington," puji Prof. Karl tulus.

"Anda terlalu melebih-lebihkan, Prof! Tapi itu memang benar," jawabnya sedikit jumawa. Di balik punggung, Nadira mencubit pinggang Arsen, seolah memberi sinyal agar suaminya lebih rendah hati lagi.

"Oh, ya, Prof, bolehkah kita berbicara berdua di ruangan saya? Hanya lima belas menit, tak akan lama," pintanya yang langsung diangguki oleh sang professor.

Kemudian, setelah meminta Nadira untuk kembali ke tempatnya bersama dengan dua pelayan pribadinya, Arsen menuntun sang professor ke ruangannya. Meninggalkan hingar bingar pesta di belakang.

"Silahkan duduk, Prof. Maaf mengganggu waktu Anda," kata Arsen begitu mereka berada di ruangannya. Sesaat, Prof. Karl cukup terkesima dengan ruang kerja Arsen yang penuh buku-buku.

Prof. Karl kemudian duduk tepat di depan Arsen dengan gaya elegannya. "Tidak apa-apa, Tuan Harrington. Ada perlu apa jika saya boleh tahu?" meski penasaran, Prof. Karl tetap berusaha bersikap tenang.

"Ada sesuatu hal yang ingin saya bicarakan."

Nadira berkali-kali menatap pintu ruang kerja Arsen, setelah dua puluh menit berlalu kenapa kedua orang itu belum keluar juga? Apa yang tengah mereka bicarakan sebenarnya?

•••

Selamat Membaca ❤️

Kalau suka jangan lupa tinggalkan jejak berupa like, komentar, vote, gift atau apapun itu, ya.

Karena dukunganmu sangat berarti bagiku. ❤️

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

aishhhhh
si Authorrrr...
Gk ucah Le-Bay dech...
makan buah pun disuapin..
apa2 dimanjain....
hadehhhhhhh
aaaaaaaasa
aqu mau juga digituinnnnn
ArSennnn....
😍😘😄

2023-12-28

3

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

/Scowl/ aku sih cuek/Facepalm/ /Curse/bisa gk ,gk seindah itu?/Facepalm/

2023-12-27

1

Munji Atun

Munji Atun

Thanks upnya thor 😍
ditunggu nextnya
yuuk semangat yuk 💖🌹

2023-12-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!