PIT 05 — Maaf Yang Tertahan

Sudah beberapa hari berlalu sejak Arsen memarahi Nadira. Pria itu seolah menarik diri dari perempuan yang dicintainya dengan menyibukkan dirinya sendiri di ruang kerja.

Beberapa kali ia mendapati Nadira menyelinap ke ruang kerjanya ataupun diam-diam mengirimkannya makan siang dan makan malam beserta kopi melalui pelayan.

Arsen bukannya tak tahu, ia tahu, bahkan ia juga diam-diam sering memperhatikan Nadira. Saat perempuan itu berangkat bekerja atau saat ia terjaga di malam hari untuk menyelesaikan disertasinya.

Saat perempuan itu memasak, menyiram tanaman bahkan saat perempuan itu terpekur lama dengan bukunya. Arsen tak melepaskan perhatiannya sedikit pun.

Ia boleh saja marah tapi bukan berarti berhenti peduli pada istrinya. Arsen hanya merasa, harus ada jeda dalam sebuah hubungan agar mereka bisa mencoba saling memahami kembali.

Sama seperti, harus ada spasi agar tulisan mudah dibaca. Barangkali dengan jeda, mereka bisa sama-sama merobohkan dinding yang bernama ego itu.

Pun jangan tanya apakah ia rindu perempuan itu atau tidak. Ingin rasanya Arsen curahkan kerinduan pada istrinya melalui puisi, lagu, syair atau bahkan jerit teriakan hati. Kerinduannya kian membuncah saat ditatapnya bingkai foto sang istri di meja kerja.

Arsen kembali menatap layar laptopnya yang masih menyala, membaca kembali deretan kalimat yang tertera di layarnya dengan cepat.

Suara ketukan di pintu mengalihkan fokusnya untuk sesaat, ia berteriak, "Masuk!" untuk mengizinkan siapapun yang berada di balik pintu untuk masuk.

Beberapa menit Arsen menunggu, tapi seseorang itu tak kunjung masuk. Ia beranjak dari duduknya dan membuka pintunya sendiri. Betapa kagetnya Arsen ketika mendapati Nadira yang berdiri di depan pintunya.

"Boleh aku masuk?" tanya Nadira pelan. Ia menatap Arsen dari atas sampai bawah. Jujur saja, Nadira ingin sekali memeluknya meski harus ia akui masih ada sedikit rasa kesal yang bercokol di hatinya.

Arsen membuka pintu ruangannya sedikit lebih lebar untuk membiarkan istrinya itu masuk, "Hm, masuklah."

Dengan langkah yang terasa berat, Nadira memasuki ruang kerja itu. Biasanya di akhir pekan, mereka akan menghabiskan waktu berdua di sini, menyelesaikan pekerjaan mereka atau bahkan sekadar duduk dan membaca buku.

Dari yang Nadira ingat, mereka sudah lama sekali tak menghabiskan waktu bersama. Keduanya sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing. Seatap tapi tak saling tatap.

Arsen berdeham pelan, berusaha mencuri atensi istrinya itu. Nadira menoleh. "Ada perlu apa?" tanya Arsen sedikit ketus.

"Aku ... Aku butuh bantuan," kata Nadira akhirnya. Arsen kemudian menatapnya cukup lama.

"Bantuan? Bantuan apa?" tanya Arsen. Nadira terdiam selama beberapa saat. Menimbang dengan baik hal yang ingin dikatakannya.

Arsen menatap perempuan di hadapannya dengan gemas. Alih-alih berbicara, Nadira justru menggigit bibir bawahnya sendiri. Pria itu sedikit berdecak kemudian mendekat. Meraih tengkuk Nadira dan meninggalkan sebuah ciuman tepat di bibir Nadira.

"Jangan digigit, katakan, kamu butuh bantuan apa?"

Mata Nadira tampak mengerjap beberapa kali kemudian menengadah, menatap Arsen yang beberapa inchi lebih tinggi darinya. "I ... I want a hug," kata Nadira pelan yang lebih terdengar seperti sebuah bisikan.

Arsen menyembunyikan senyumnya, "Apa? Kamu bilang apa? Aku tak bisa mendengarnya dengan baik. Say it louder," pintanya. Nadira tampak memilin ujung jubah tidurnya.

"Come, Honey!" Tanpa menunggu jawaban Nadira, Arsen langsung menarik Nadira ke dalam pelukannya. Merengkuh tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Seolah ingin melampiaskan rindu yang selama beberapa hari ini ditampungnya.

"Maaf," lirih Arsen seraya mengusap punggung Nadira. Mengecup pucuk kepala Nadira berkali-kali, Arsen tak ingin melepaskan perempuan itu. Begitu pula sebaliknya. "Maafkan aku, ya."

Tanpa sadar Nadira mengurai tangisnya. Rasa kesal yang semula ia jinjing seolah menguap begitu saja saat Arsen merengkuhnya mesra. "Aku juga seharusnya minta maaf. Bukannya bertanya, aku justru hanyut dalam prasangkaku sendiri," kata Nadira.

Deru angin angin bersahutan. Detak jarum jam seolah bergerak melambat, memberi waktu bagi kedua insan itu untuk saling menukar rindu yang tak sempat mereka takar dibalik waktu. Dengan diriingi rintihan malam, keduanya saling melempar kata maaf yang sempat tertahan di kerongkongan.

"Kamu tak marah lagi?" tanya Arsen kemudian.

"Aku tak pernah marah, aku hanya kecewa," jawab Nadira lirih. Membayangkan kemarahan Arsen padanya pagi itu jelas masih membawa rasa pilu di hatinya.

"Aku lebih kecewa pada diriku sendiri." Arsen menarik Nadira untuk duduk di sofa sedangkan ia berjongkok di antara kedua lutut Nadira. Kemudian menautkan kedua tangannya dengan jemari Nadira.

Selama beberapa saat, keduanya hanya saling pandang. Meraih makna yang sampai saat ini tak bisa mereka ungkap. Ada perasaan-perasaan tertentu yang tak bisa mereka tangkap dengan jelas.

"Aku lebih kecewa pada diriku sendiri karena tak bisa menjagamu. Aku kecewa pada diriku sendiri karena tak bisa membuatmu percaya—"

"Aku percaya!" kata Nadira cepat memotong ucapan Arsen. Pria itu tampak menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri secara pelan.

"Hal paling krusial dalam hubungan kita adalah kepercayaan, Sayang. Ingat tidak? Kamu yang mengatakannya waktu itu, hal paling rumit dari hubungan ini adalah rasa percaya," ujar Arsen seraya tersenyum simpul.

Nadira terdiam seribu bahasa. Memang benar, berkali-kali mereka mencoba membangun rasa percaya itu, tapi selalu saja ada cambuk yang mencoba mengoyaknya.

"Tak peduli seberapa keras kita mencoba dan belajar untuk saling memercayai, selama keraguan mengisi ruang kecil di hati kita, maka mudah saja bagi kita untuk saling curiga."

"Aku tidak curiga, aku hanya merasa kesal kenapa kamu begitu marah, Mas?"

"Aku marah bukan karena ingin menyembunyikan kejadian itu, aku marah karena ternyata kamu tidak bisa menjaga dirimu sendiri. Aku tidak akan menyangkalnya bahwa perempuan itu memang memelukku. Tapi seharusnya kamu bertanya, Sayang. Sebab apa yang terlihat mata belum tentu benar, apa yang terdengar telinga belum tentu fakta. Kamu seharusnya bisa menelaahnya," kata Arsen panjang lebar.

Nadira kian terdiam. Pertengkaran mereka beberapa waktu lalu sebenarnya hanya disebabkan kesalahpahaman saja. Nadira terlalu tertawa emosi sampai mendiamkan pria di hadapannya berhari-hari. Berbeda dengan Arsen, Nadira justru menganggap bahwa jeda antara mereka adalah lambang kekecewaannya terhadap amarah Arsen.

"Kamu tahu bahwa aku hanya mencintaimu dan tak akan ada yang bisa menggantikan posisimu."

Benarkah? Tapi kenapa aku merasa semakin sulit menggapaimu, Mas? batin Nadira merintih.

Arsen kemudian bangkit dan mengecup pucuk kepala Nadira singkat. "Sudah larut malam, sudah waktunya bagimu untuk tidur."

Nadira tersenyum singkat dan mengangguk. Kemudian berjalan keluar dari sana. Arsen kembali sibuk dengan pekerjaannya. Setelah berada di kamarnya, Nadira termenung lama. Tak ada kantuk yang mengetuk bola matanya. Entah karena apa, ia memilih terjaga di tepi jendela.

Malam kian menepi bersama keheningan malam. Rembulan tergantung pada langit yang tak bertepi. Bintang gemintang bertaburan menebar cahaya gemerlapan. Suara gemerisik tirai yang terbang terbawa angin sesekali menyelinap, memecah sunyi di keheningan malam.

Bersama dengan buku, Nadira memangku kesepian itu dalam pangkuannya. Menatap jauh ke luar jendela, ia hanya menghela napas beberapa kali, seolah dengan itu, sesak yang menghimpit dadanya bisa sedikit berkurang.

"Apa yang sedang kita kejar, Mas?" gumamnya bermonolog. "Kenapa aku merasa kita jadi saling menjauh?"

•••

Selamat Membaca ❤️

Kalau suka jangan lupa tinggalkan jejak berupa like, komentar, vote, gift atau apapun itu, ya.

Karena dukunganmu sangat berarti bagiku. ❤️

Terpopuler

Comments

Fidia K.R ✨

Fidia K.R ✨

Pasti pernah dirasakan oleh wanita mana pun yg udah nikah /Grimace/ sadly but true

2023-12-06

2

Fidia K.R ✨

Fidia K.R ✨

Nadira... ga tau knpa tiba2 membayangkan expresinya saat ngomong gni ke suami.../Facepalm//Facepalm/ aku pun pucat pasi nahan malu tapi mau/Chuckle/

2023-12-06

1

Anna Kusbandiana

Anna Kusbandiana

maaf ya, ceritanya bikin capek hati..
bakal kesel saja bawaanya. lama nyambungnya ini sih.

2023-12-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!