PIT 13 — Dua Garis Merah

Nadira cukup takjub begitu melihat beberapa hidangan makan malam yang tersaji di meja makan. Bulu mata lentiknya berkedip berkali-kali, lalu menoleh ke sisi kanan meja makan di mana Arsen berdiri masih dengan mengenakan apron, sudut bibirnya terangkat, menampilkan deretan giginya yang rapi. Di kabinet, tepatnya di belakang Arsen, ada tiga orang chef yang berbaris.

"Kamu yang memasak ini, Mas?" tanyanya meminta penjelasan.

Bukannya menjawab, Arsen justru mendekatinya dan menarik kursi untuk Nadira duduki. Nadira cukup tersentuh dengan perlakuan lembut Arsen itu hingga ia melupakan kekesalannya tadi siang.

"Kamu yang memasaknya?" tanyanya lagi masih penasaran. Tapi agaknya Arsen tak berniat menjawab pertanyaan istrinya itu, sebab ia justru melepaskan apronnya dan ikut duduk di sampingnya.

"Aku bisa bertanya kepada mereka kalau kamu gak mau menjawab pertanyaanku," ancam Nadira yang sukses membuat Arsen membuka suara.

"Okay! Bukan. Bukan aku yang masak, hehe," jawabnya dengan kekehan kecil. Nadira memicing, ia sudah menduganya sejak awal.

"Jadi mereka yang memasak?"

"Ya, eh, bukan. Maksudku, aku juga bantu, tapi sedikit."

"Sedikit?"

"Ya, lihat! Aku yang memotong wortelnya," katanya bangga menunjukkan menu yang di sana ada potongan wortel yang bisa dibilang, tak beraturan bentuknya.

Lagi-lagi Nadira terharu, meskipun tak rapi tapi setidaknya Arsen sudah berusaha untuk menyenangkannya. Tanpa berkomentar apapun lagi, Nadira menyendok sesuap sayuran itu ke dalam mulutnya. Namun, baru tiga kali kunyah, tiba-tiba perutnya terasa mual.

Nadira langsung memuntahkan semuanya di wastafel, Arsen yang panik memijit tengkuk istrinya pelan. Dan meminta pelayan membawakan minyak angin dan juga obat. Dengan arahan dari pelayannya, Arsen secara teratur memijit tengkuk Nadira hingga isi perut perempuan itu keluar sepenuhnya.

"Kita ke rumah sakit aja, yuk, Sayang. Aku kok takut kamu kenapa-kenapa," ajak Arsen setelah beberapa menit berkutat di wastafel. Nadira tampak pucat dan terduduk lemah di ruang tamu.

"Yuk ke rumah sakit atau kuminta dokternya ke sini, ya?" tanyanya lagi yang dijawab dengan gelengan kepala.

"Ini pasti asam lambungku naik gara-gara telat makan beberapa hari terakhir," alibi Nadira.

"Kamu pasti terlalu stress," sergah Arsen. Lalu, tanpa aba-aba menggendong Nadira menuju kamar mereka.

"Istirahat yang baik! Jangan terlalu stress! Jaga pola makan! Mulai sekarang, aku akan mengatur jadwal makanmu, mengerti?" tegas Arsen yang hanya diangguki Nadira.

"Jangan angguk-angguk aja kamu, aku bilang apa tadi?" lagi, nada protektif itu muncul membuat Nadira mengulum senyumnya.

"Istirahat, jangan stress, jaga pola makan," cicitnya pelan. Arsen melipat kedua tangannya di dada, matanya tak lepas memerhatikan wajah Nadira yang masih pucat.

"Aku khawatir, biar aku panggil dokter pribadi ke rumah," putus Arsen pada akhirnya, kemudian berjalan menjauh guna menelepon.

Nadira menggigit bibir bawahnya, sedikit was-was dengan perasaannya. Sudah dua bulan aku tak menstruasi, ditambah sering mual, jangan-jangan ...

***

Di tempat lain, di waktu yang bersamaan. Sekelompok orang tengah berkumpul. Wajah mereka dipenuhi tatto, berbotol-botol minuman keras tampak menumpuk di meja. Mereka tengah berpesta ria, tiga orang wanita berpakaian terbuka meliuk-liukkan tubuhnya di tengah mereka, menggoda iman para lelaki di sana.

Jeana memasuki gang kumuh itu dengan menjepit hidungnya sendiri, bau alkohol dan rokok menguar hebat, menusuk-nusuk indra penciumannya.

Jika bukan karena misinya untuk balas dendam, jangankan datang, membayangkan tempat kumuh penuh preman itu sudah pasti tak akan ia lakukan.

"Bos! Ada cewek cantik nyariin Bos!" seru pria kurus kepada pria yang merupakan pimpinan mereka.

"Mau apa dia?" tanya Garong kepada anak buahnya.

"Gak tahu, Bos! Katanya mah ada perlu begitu," jawabnya polos. Pria bernama Garong itu kemudian mengibaskan tangannya, meminta si anak buah untuk keluar memanggil seseorang uang tadi disebut-sebut sebagai cewek cantik.

Garong menjadi penasaran, siapakah perempuan cantik yang mau menemuinya? Matanya melotot begitu melihat Jeana masuk dan berjalan arahnya.

"Hehe, mangsa baru nih," gumamnya mulai berpikiran kotor. Dengan berkacak pinggang dan menenggak sebotol minuman beralkohol miliknya, Garong bersiul.

Melihat pria gendut di hadapannya bertingkah genit, Jeana jadi mual sendiri. "Gue punya kerjaan buat lo!" kata Jeana cepat tanpa basa-basi.

Garong menyunggingkan senyumnya, "Kerjaan apa? Bayarannya gak sedikit, lho," ucapnya dengan maksud lain. Jeana bergidik tapi mau tak mau ia harus menyetujui syarat Bos preman itu.

***

Nadira menggeliat dari tidurnya, mentari menyusup dari balik jendela. Membalikkan tubuh, meraba-raba sampingnya ia dapati Arsen sudah tak ada di tempat tidurnya.

Tubuhnya masih terasa lemah untuk bangkit, matanya berkedip, berkali-kali menatap ke atas.

Tak lama pintu kamarnya dibuka, Arsen masuk dengan mendorong sebuah troli makanan.

Di belakangnya juga ada seorang dokter perempuan. Dokter pribadinya. Arsen tersenyum cerah, secerah matahari pagi.

"Morning, Honey," sapanya lembut seraya mengusap pucuk kepalanya. Nadira balas tersenyum.

"Good morning, Ny. Nadira. Bagaimana kabar Anda?" sapa si dokter ramah seraya meletakkan tas yang dibawanya di dekat sofa.

"Kabar baik, Dok," jawab Nadirs sambil menyunggingkan senyumnya. Kening Nadira sedikit terangkat, menoleh ke arah Arsen. "Kamu yang panggil beliau?" tanyanya setengah berbisik.

Arsen mengangguk, "Iya, aku khawatir dengan kondisi tubuhmu. Biarkan dokter memeriksa kesehatanmu, ya. Tapi kita sarapan dulu," ujarnya menjelaskan.

Nadira hanya bisa mengangguk, kemudian Arsen sudah mengambil semangkuk bubur yang sengaja dibuatnya bersama seorang chef pagi-pagi sekali.

Arsen menyendokkan bubur itu dan menyuapi Nadira. Sedangkan sang dokter hanya bisa memerhatikan keromantisan pasangan itu dari sofa.

Setelah Nadira menyelesaikan sarapan paginya, dokter Dewi memulai pemeriksaannya terhadap Nadira. Dokter Dewi tersenyum bahagia saat telah selesai memeriksa.

"Ny. Nadira kapan terakhir kali menstruasi?" tanyanya memastikan.

"Dua, Dok, dua bulan saya rasa," jawabnya sedikit gugup. Matanya beralih pandang kepada Arsen, jantungnya tiba-tiba berdebar.

"Apakah itu penyakit serius, Dok?" tanya Arsen polos.

Dokter Dewi tersenyum lalu menggeleng, "Bukan, Tuan Muda. Untuk memastikan kita cek urin Ny. Nadira, ya," ucapnya lalu menyodorkan sebuah benda yang sudah Nadira duga. Alat tes kehamilan.

Dengan gemetar ia menerima benda pipih berbentuk persegi panjang tersebut. Tanpa perlu diberitahu, ia beranjak dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi dengan dibantu Arsen.

Selama beberapa menit menunggu, benda persegi panjang yang tak lain adalah tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah, "Omg, dua garis merah ... " gumamnya tak percaya.

•••

Selamat Membaca ❤️

Kalau suka jangan lupa tinggalkan jejak berupa like, komentar, vote, gift atau apapun itu, ya.

Karena dukunganmu sangat berarti bagiku. ❤️

Terpopuler

Comments

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

mau senang Nadiranya orang lain mau sedih die hamil/Facepalm/
omedeto nadira 😌

2023-12-24

3

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

『ꌚꉣꋫ꒓ꋫ꓅ꂑꌚ』ꇓꂑꋫꆂ ꁒꂑꁹꁍ 🅰️

/Frown/ orang jahat

2023-12-24

1

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

Hadehhhh
Om. Garong...
loe blm tau ta, kl si Arsen
sssttttt Agk mirip 'Mafia'...???
hihi hihihihihihi
Prok... pRok... prok..
Bravo, Jeana... !
kutunggu kehancuranmu...

2023-12-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!