Shena terbangun di kamar yang tak asing untuknya, kamar sean. Ia mengerjapkan matanya dan melihat sean yang duduk di sebelahnya sedang membaca buku.
"ceritakan!"
Shena mencoba duduk namun bahunya kembali di dorong oleh sean sampai ia kembali berbaring.
"tadi aku bangun sangat pagi, aku melihatmu pergi. Lalu karena aku kesal aku pergi ke ruangan lilin, aku tidak tau kenapa tiba tiba bocah itu bisa tau ada aku di dalam. Dia mengetuk pintu dan menerobos masuk, memegang semua benda benda yang ku punya sampai beberapa lilinku rusak dan yang terakhir dia menabrak meja tempat aku menaruh wax panas yang akan ku cetak. Dan kakiku tersiram," jelas shena kembali kesal dan mengepalkan tangannya.
"kenapa kau kesal melihat aku pergi?"
"aku mengatakan itu?" tanya shena bodoh.
Sean langsung memukul shena dengan buku yang ia bawa, "kau ingin bertanya sesuatu?"
"siapa bocah nakal itu? Dia bilang ayahnya pergi dan ibunya sakit. Apa dia anak dari orang orangmu?"
"dia anakku," jawab sean.
Shena langsung melotot, ia rasanya ingin mengacak acak tempat ini.
"apa itu artinya istrimu masih hidup? Lalu apa dia yang ada di ruangan itu?" shena langsung duduk dan menatap sean.
sean menanggapinya dengan menggangguk, ia kembali membuka bukunya.
"tapi kau bilang kau tidak punya anak," ucap shena lesu.
"karena aku tidak menganggapnya,"
"tapi kenapa aku baru melihat bocah sialan itu setelah satu bulan lebih aku tinggal disini?"
"karena aku mengurungnya,"
Mendengar kata kurung membuat ingatan shena terlempar jauh ke beberapa belas tahun yang lalu saat ia di kurung oleh orang tuanya. Di perlakukan seperti tidak di inginkan dan hidup tanpa tau apa apa.
"tapi aku membencinya," ucap shena lirih.
"kalau begitu kau mau apakan boca itu,"
"aku ingin menyiraminya dengan wax panas di bagian perutnya sampai dia mati,"
"tapi dia anakku,"
"kalau begitu aku saja yang pergi, terimakasih tuan,"
Shena bergegas turun, ia rasanya ingin menangis. Entah kenapa mendengar sean membelanya membuat hati shena sakit.
"kau mau pergi kemana?"
"entahlah, aku akan pergi di sini. Terimakasih tuan atas semuanya," shena berjalan mengitari ranjang dan mendekati sean dengan kaki tertatih.
Shena tiba tiba memeluk sean dan air matanya langsung luruh ,"aku yang salah, aku yang tak tau diri karena aku cemburu mendengar mu membelanya. Aku akan pergi tuan, karena jika aku disini itu hanya akan membuatku makin kesal, mendengar namanya saja sudah membuatku ingat pada ibuku,"
Sean mematung, baru kali ini ia merasa benar benar di cintai sampai shena menangis hanya karena sean mengatakan jika boca itu anaknya. Sean langsung tersenyum dan mengeratkan pelukannya pada shena.
"tak perlu pergi, dia yang akan pergi," ucap sean mengelus pundak shena yang bergetar.
"tidak, dia anakmu sedangkan aku bukan siapa siapa mu jadi aku yang akan pergi,"
"aku tak memperbolehkan dirimu pergi jadi jangan membuat keputusan sendiri tanpa seijin ku,"
"tapi aku tidak mau melihatnya atau mendengarnya, aku kesal hanya melihat bayangannya saja,"
sean tersenyum menatap wajah shena yang memerah dan penuh air mata, ia mengelapnya dan memangku shena.
"dia yang akan pergi,"
"daripada membuatnya menjadi gelandangan lebih baik dia mati," ucap shena kesal.
"apa kau tak kasihan jika anakmu mati? Dia kan anak dari istrimu tercinta itu," sindir shena.
Sean terkekeh melihat shena yang kesal, "kenapa kau kesal apa kau benar benar mencintaiku?"
"sudah jelas kenapa bertanya?"
"kau boleh menyiksanya," ucap sean enteng.
"jika dia mati bagaimana?"
"tak apa aku tidak membunuhnya karena aku tak bisa melakukannya,"
"kau menyayanginya? Karena itu kau tidak bisa? Kenapa tidak jujur saja dengan perasaan mu? Kenapa kau harus menyembunyikannya? Apa itu aib?"
"entahlah,"
"aku mau ke kamarku,"
"aku antar,"
"tidak perlu, aku masih bisa berjalan," ucap shena kesal. Ia langsung membanting pintu kamar sean.
Shena berjalan ke arah ruangan lilin, ia masuk dan mendapati lilinnya hancur berantakan dan tumpah kemana mana.
"sudah begini buat kesal saja, lantainya jadi kotor,"
Shena mengambil beberapa lilin yang masih utuh dan membuang yang sudah hancur. Ia malas mendaur ulangnya.
Namun tiba tiba di belakangnya sudah ada eliza, yang habis menangis.
"nona maafkan aku, aku tidak sengaja nona,"
"entah sengaja atau tidak seharusnya kau tidak menerobos masuk sebelum aku mengijinkan dirimu masuk kemari. Itu namanya tidak sopan, maafmu juga tak akan membuat kakiku sembuh. Jadi pergilah, aku tak ingin melihatmu lagi, aku benar benar tak ingin melihatmu lagi dimanapun! Jadi jangan pernah datangi aku bahkan di mimpiku,"
Shena berlalu pergi meninggalkan eliza yang sedang menangis di ruangannya, ia benar benar malas dan kesal. Ia rasanya ingin menyalakan kompor, memanaskan wax dan menyiram kepala eliza dengan wax panas.
sean melihatnya, ia melihat shena yang memarahi eliza, "kupikir kau akan menyiksanya, jika itu terjadi mungkin aku tak akan memafkanmu. Karena bagaimanapun dia adalah anakku,"
...****************...
malamnya shena tak keluar untuk makan, ia masih di dalam kamarnya. Ia menangis sedari tadi kembali dari ruangan wax. Ia tak ingin bicara pada sean, ia akan diam dan membiarkan pria itu mengamuk karena ia tak menganggapinya.
"shena!" panggil sean di ambang pintu.
Shena hanya menoleh dan kembali membenamkan wajahnya ke bantal. Ia tak peduli jika sean marah, karena ia juga sedang kesal dengan sean.
"kau tuli?"
"..."
"shena, kenapa kau diam saja?"
Sean langsung menghampiri shena, ia ikut masuk ke dalam selimut dan memeluk tubuh shena yang panas.
"kau sakit, kau harus di periksa,"
"MAX PANGGIL SAM KESINI!!!"
"baik tuan,"
"kenapa kau bisa sakit hmm? Aku sudah memberimu hidup enak kenapa kau sedih? Apa aku menyiksamu?" tanya sean khawatir, ia menangkup kedua pipi shena yang tirus.
"jawab aku!"
"kau yang membuatku sedih, kenapa kau tidak bilang dari awal jika kau punya anak ha? Kenapa? Lalu untuk apa kau bilang jika aku hamil kau akan menikahiku? Untuk membuat anakku bersaing dengan anakmu? Aku tak akan pernah hamil!" kesal shena dan langsung berbalik membelakangi sean.
Sean tersenyum, rupanya gadis ini sedang cemburu sampai menangis seharian penuh.
"tuan," ucap sam sopan.
"periksalah, badannya panas,"
Sam mulai memeriksa shena, "sepertinya baik baik saja, kepalanya panas karena dia banyak menangis dan menjadikan dirinya pusing,"
"kau bisa pergi,"
Setelah sam menutup pintu, sean langsung kembali naik ke ranjang shena. Ia memeluk shena yang masih marah dan membelakanginya.
"berhentilah menangis, jika kau tak menangis lagi aku membiarkan dirimu membalas elza,"
"lalu kau akan menghukum ku karena aku menyiksanya?"
"kau mau bertemu irene?"
...🪼TBC🪼...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments