"Ini putraku Jeffrey, panggil saja Jeff." Elisa memperkenalkan Jeff pada Narti. Meskipun keluarga Vinson kaya raya, mereka tidak sombong dan tidak mengenal kasta.
"Halo Nak Jeff, senang bertemu denganmu," ucap Narti, tersenyum penuh kekaguman kepada anak muda di depannya.
"Apa Dira pernah menceritakan aku Tante?" tanya Jeff dengan gaya sok akrab.
"Dira anaknya pendiam, jarang cerita apa-apa sama Tante. Paling cerita soal pekerjaan," jawab Narti dengan serius, tidak mengerti kalau pertanyaan Jeff hanya untuk menggoda Dira.
"Dia juga tidak pernah menceritakan kekasihnya?"
Narti tersenyum. "Tidak. Tante belum pernah mengetahui Dira punya kekasih," ucapnya jujur.
"Aku senang mendengarnya. Kualitas calon menantuku ini memang tidak diragukan lagi," celetuk Elisa. "Semangat Jeff, Mama mendukungmu sepenuhnya!" memberi semangat Jeff agar terus mengejar Dira.
Narti terlihat bingung dengan tingkah kedua tamunya. Kemudian Dira berjalan menghampirinya. Percakapan ini bisa merembet kemana-mana kalau tidak segera dihentikan. "Sebaiknya ibu duduk. Jangan kelamaan berdiri, nanti ibu pusing," ucapnya.
Setelah berbincang sebentar, mereka menuju ruang makan untuk makan malam. Dira mengundang chef khusus untuk memasak makan malam di rumahnya kali ini, mengingat lidah Jeff dan Elisa tidak terbiasa makan makanan rumahan.
Selesai makan malam, Elisa pamit tetapi Jeff masih ingin tinggal karena dia masih ada urusan dengan Dira.
"Baiklah, Tante pulang dulu ya Sayang. Aku sudah mengenal keluargamu dan aku setuju kalau kamu menikah dengan Jeff. Tinggal menunggu restu dari ibumu saja," ucap Elisa tanpa dosa. Beruntung Narti masih di dalam sehingga dia tidak mendengar apa yang dikatakan Elisa. Kalau ibunya itu sampai dengar, pasti dia akan berharap banyak karena selama ini dia ingin Dira segera mempunyai pasangan.
Jeff dan Dira kembali ke ruang tamu setelah kepergian Elisa. Sementara Narti langsung ke kamarnya karena memang kondisinya tidak begitu sehat.
"Jadi bagaimana Baby? Kamu ingat kata-katamu tadi siang 'kan?"
Dira mendengus. Bukan seperti ini yang dia maksud. Dia hanya meminta Jeff untuk menego pemilik bangunan agar mau menjual bangunannya kepada Dira, tetapi Jeff justru membeli bangunan itu sendiri.
"Sebutkan berapa yang harus aku bayar?" tanya Dira meskipun tahu pertanyaan ini tidak ada gunanya. Jeff tidak akan menerima uang dari Dira karena yang dia inginkan bukan uang.
Jeff tidak menjawab. Dia hanya menatap mata Dira lekat-lekat. Dira tidak berkutik. Kalau Jeff sudah mode seperti ini dia merasa tidak bisa apa-apa. Salah tingkah, gugup, jantung berdebar-debar, semuanya dia rasakan bersamaan apalagi mereka duduk sangat berdekatan sekarang.
"Aku tahu kamu menyukaiku, kenapa kamu menyangkalnya?" tanya Jeff dengan mata yang mengunci mata Dira.
Dira semakin tidak bisa apa-apa. "Apa yang kamu inginkan Jeff?"
"I want you baby, kamu tahu itu," bisik Jeff di telinga Dira.
"Lebih baik aku mencari lokasi lain untuk aku jadikan restoran," ucap Dira sambil berpindah duduk ke sofa yang lain, membuang wajahnya dari Jeff agar tidak begitu terlihat kegugupannya.
Jeff tersenyum tipis, berusaha mengikuti permainan Dira yang sebenarnya suka tapi tidak mau mengakuinya. "Baiklah, akan aku berikan padamu dengan satu syarat."
"Katakan! Tapi kalau syaratnya harus menikah denganmu atau tidur denganmu aku mundur. Aku akan mencari lokasi lain saja!"
Jeff tertawa. "Tidak, bukan itu. Syaratnya jika sedang di kota ini kamu harus selalu menemani aku. Deal?"
Dira mengangguk, tidak menyangka syaratnya semudah ini.
"Aku heran, kenapa kamu sangat menginginkan tempat itu? Banyak lokasi lain yang letaknya lebih strategis jika kamu ingin membuka restoran. Lagi pula restoran ini bukan bidangmu Baby," celetuk Jeff tiba-tiba.
Dira tidak tahu harus menjawab apa. Tidak pernah terpikir jika Jeff akan menanyakan pertanyaan seperti ini. Tidak mungkin juga dia berkata sesungguhnya kepada Jeff karena selama ini dia tidak pernah bercerita kepada siapapun mengenai masalah yang dihadapinya. Dira merasa apa yang dia alami di sekolah dulu adalah sesuatu yang sangat memalukan. Bahkan rasa malunya masih dia rasakan sampai sekarang meskipun mungkin, mereka yang melihat kejadian itu sudah melupakannya.
*
Di dalam kamarnya Selvi membuka paket yang baru diantar oleh pembantu rumahnya. Wajahnya terlihat berseri-seri menerima sebuah hadiah yang dia pikir dari kekasih hatinya, Zaki.
"Dia memang selalu seromantis ini," gumam Selvi mulai membuka kertas pembungkus paket.
Selvi terlihat semakin bahagia begitu melihat isi box paket itu sebuah tas bermerk terkenal dan harganya mahal.
"Bagaimana aku tidak jatuh cinta kepadanya kalau dia seperti ini?" gumamnya lagi sambil mengamati tas di tangannya. Lalu Selvi mengambil handphone-nya dan menghubungi Zaki.
"Halo Sayang ... " ucapnya begitu panggilan tersambung.
"Hmm ... Tumben meneleponku siang-siang begini?" balas Zaki dari ujung telepon.
"Aku ingin berterima kasih padamu."
"Terima kasih untuk apa?"
"Hadiah yang kamu kirimkan ini, aku sangat menyukainya."
"Hadiah apa? Aku tidak mengerti maksudmu?"
"Jangan pura-pura tidak tahu begitu. Aku sudah bisa menebaknya. Apa kamu sengaja ingin memberiku kejutan?"
"Maaf Sayang, tapi aku benar-benar tidak mengerti yang kamu bicarakan," balas Zaki apa adanya.
"Tas ini, kamu yang mengirimkannya 'kan?" tanya Selvi mulai sadar ada yang salah.
"Tidak, aku tidak mengirimkan apapun padamu. Coba kamu baca dulu siapa pengirimnya, dan pastikan paket itu untukmu atau bukan."
"Sebentar ... "
Selvi menaruh tas nya lalu membolak-balik box tempat tas itu. Tetapi dia tidak menemukan nama pengirimnya, di dalam box pun tidak ada apa-apa. Tadi dia juga asal menerima dari pembantunya tanpa bertanya darimana asal paket itu.
"Bagaimana?" tanya Zaki masih di sambungan telepon.
"Tidak ada nama pengirimnya, aku pikir itu dari kamu," ucap Selvi mulai takut.
Lalu Selvi membuka resleting tas itu dan menemukan amplop kecil berisi sebuah catatan.
Terimalah hadiah kecil dariku. Semoga tas ini bisa membuatmu selalu mengingat kenangan kita semasa sekolah dulu.Tidak sabar ingin segera menceritakannya pada kekasihmu.
Dira Si dekil.
Wajah Selvi mendadak pucat setelah membaca tulisan ini. Beruntung dia berbicara dengan Zaki hanya lewat telepon sehingga laki-laki itu tidak bisa melihat ekspresi wajahnya.
"Halo ... Sayang ... Selvi ... Apa kamu masih di sana?" Suara Zaki memastikan jika sambungan telepon mereka tidak terputus.
"Eh ... Iya .. " jawab Selvi.
"Jadi bagaimana, kamu sudah tahu siapa pengirimnya?"
"Ternyata ini hadiah dari salah satu teman sekolahku. Dia tidak bisa datang ke acara pertunangan kita nanti jadi dia mengirim tas ini sebagai permintaan maaf," jawab Selvi diiringi tawa palsu.
"Ya sudah, kalau begitu aku mau melanjutkan pekerjaanku." Lalu Zaki menutup teleponnya.
Selvi menatap nanar tas yang ternyata dikirim oleh Dira. Dia merasa takut tetapi juga marah disaat bersamaan.
"Kamu pikir aku takut dengan teror semacam ini?!" ucap Selvi, melemparkan tas itu dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
lizah meon
pilih aje Jeff. jgn jual.mahal sgt. nnti diambil org atau Jrff bosan dgnmu Dira.
2024-09-28
2
kriwil
mungkin dira mau jadi perawan tua😀
2024-07-31
1
Ani Ani
sombong tak habis
2024-07-29
1