Obsesi, Kebencian, Sang Mafia

Obsesi, Kebencian, Sang Mafia

PROLOG.

PROLOG...

Mulut dari wanita cantik itu tertutup dengan sangat rapatnya, kedua tangannya mengepal erat, sedangkan mata wanita itu tetap memancarkan ketajaman seperti biasanya.

Meskipun, hal demikian itu hanya untuk menutupi jiwanya yang seakan ingin berteriak dan berlari untuk memberikan sebuah pukulan keras pada seorang wanita yang umurnya kini sudah berkepala tiga.

"Sudah Liya! Kana itu hanya sekertaris ku, kau tak perlu mencurigai apapun pada kita," ujar seorang pria berusia 39 tahun dengan aksen bahasa yang lembut.

Pria yang menjabat sebagai seorang CEO di perusahaan yang dibilang tidak terlalu besar itu menarik istrinya kedalam pelukannya, dia mendekap erat wanita yang sedang marah akibat kesalahpahaman antara pria itu dengan sekertaris nya.

"Apakah itu benar? Apa kau tidak berselingkuh dibelakang ku?" tanya wanita itu menangis.

Pria itu menghela nafasnya lelah. "Katakan padaku, apa alasanku untuk berselingkuh dari dirimu, hmm?" pria itu mengelus lembut rambut wanitanya, dia tersenyum sembari menghapus air mata wanita itu.

"Aku sudah tua, dan tubuhku sudah melebar ka—"

"Sssstttt, sudahlah, jangan dibahas lagi. Kau hanya salah paham. Dan aku tekankan sekali lagi, bahwa, aku tidak akan mengkhianatimu aku adalah pria beruntung telah memiliki istri sempurna seperti dirimu, paham?!"

Wanita itu mengangguk, "Maaf" cicitnya meremas kemeja sang suami.

"Kau minta maaf pada Kana, ya. Kasian dia sudah bersusah payah untuk membuat berkas untuk kemajuan perusahaan kau malah menyobeknya, dan lihat dia, sudah seperti seorang gelandangan" ujar pria yang masih gagah itu melirik dengan ujung matanya kearah sekertaris nya.

"Sialan!" umpat Kanaya dalam hatinya.

Sabar.

Meskipun rasanya dia ingin marah. Namun Kanaya meredam emosi itu, ia harus sabar karena kata tuan George, istrinya itu tengah hamil setelah 12 tahun menanti kehamilannya.

Dan efek kehamilan pertama istri dari bosnya  itu membuat hormon wanita itu tidak stabil. Oleh Karen itu, istri tuan George menuduh Kanaya yang sedang berbicara dengan bosnya secara santai.

Padahal hanya berbicara dan jarak antara tempat duduknya dengan suami wanita itu terhalang oleh sebuah meja besar. Entahlah, Kanya tidak habis pikir lagi.

Wanita itu terdiam, dia melepas pelukannya dan menunduk, "Maafkan aku Kanaya, aku telah salah paham. Entah kenapa aku hanya ingin marah ketika melihat Geo berbicara dengan wanita lain" ujar wanita itu.

Ia marah karena suaminya telah mengingkari janjinya untuk menemaninya memeriksakan kandungan.

Alhasil Isa harus memeriksa perkembangan bayi yang sudah lama ditunggu-tunggu sendirian. Setelah memeriksakan kandungannya, Isa pergi ke perusahaan sang suami dan malah melihat pemandangan yang menyesakkan hatinya.

Isa melihat suaminya tengah berbicara serius dengan sekertaris yang memiliki wajah sangat cantik namun judes dan body seperti gitar spanyol.

Kanaya mengendurkan kepalanya, dia tersenyum dan menundukkan badannya 180 derajat.

"Maafkan saya telah membuat nyonya salah paham, saya tidak akan tertarik dengan tuan, nyonya. Saya berjanji. Dan saya pamit untuk membenarkan penampilan saya" ujar Kanaya menundukkan badannya kearah Geo dan Isa.

Dan detik berikutnya Kana sudah berjalan keluar dengan tatapan dinginnya kembali. "Huh!! Hari yang sial, Kana!"

•••

Kana berjalan dengan sempoyongan setelah meminum alkohol di sebuah bar terkenal. Dia meminum minuman yang panas itu dengan kadar yang cukup tinggi. Yaitu 89%.

Karena memang tubuh Kana sudah mentolelir alkohol, Ia tidak terlalu mabuk.

Kana berjalan kearah gerbang rumah kecilnya disebuah perumahan sederhana.

"Aku lega, memang benar, di dunia ini hanya uang, rokok dan alkohol yang dapat membuatku bahagia!" racun Kana berusaha membuka kunci gerbangnya dengan menggunakan kunci ditangannya.

Berkali-kali Kana mencoba untuk memasukkan kunci itu pada gembok, dan berkali-kali itu pula Kana tidak bisa memasukkannya.

Dirasa dia lelah, akhirnya Kana mendudukkan tubuhnya dengan bersandar digerbang rumahnya.

"Ah sial!" umpatnya mengerjab demi menjemput kesadarannya.

Kana terdiam sebentar, merogoh tas kecilnya dan mengambil ponselnya, entah apa yang akan dilakukannya, mengontak-atik nya sebentar, lalu  dia sudah tidak tahan, ia perlahan menutup matanya untuk tidur. Persetan dengan para tetangga yang melihatnya esok hari.

Duk...

Duk...

Duk...

"Taruh di sini!"

"Kamu gila, lihat ada seseorang di depanmu!"

"Letakkan segera! Sepertinya dia mabuk. Kita harus mengalihkan perhatian mereka agar mereka tidak menemukan bayi ini!!"

"Baiklah, ayo kita kembali ke tempat kita datang!"

Kegaduhan itu membuat Kana yang mulai masuk kedalam mimpinya terusik, dia mengerjabkan matanya perlahan ketika mendengar suara yang lebih kencang dari sebelumnya.

"Oek..."

"Oek..."

"Oek...."

Kana membuka matanya, dia melihat lekat sesuatu didepannya dengan lekat selama beberapa menit. Ia masih mencoba untuk sadar dari mabuknya.

Lima menit berlalu, tangisan bayi itu semakin kencang dan Kana hanya melihat bayi itu dengan kosong. Seolah berpikir dengan keras apa yang telah hilang di ingatannya selama beberapa menit.

"Bayi! Darah! Rumah sakit!" pekik Kana satu persatu menyebutkan kata yang sempat hilang dan terlintas dipikirannya.

Kanaya masih mengerjab, dia mencoba untuk berdiri dari duduknya, dipikirannya sekarang hanya terlintas untuk membawa bayi yang seluruh tubuhnya terdapat banyak darah.

Namun, setelah mencoba beberapa kali untuk berdiri, dan tidak membuahkan hasil apapun karena seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Kana melihat bayi yang sepertinya sudah kesusahan mencari nafas itu dengan cemas.

Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdiam diri dengan melihat bayi itu kesusahan bernafas. Pikirannya buntu dan kepalanya sudah sangat pusing, perutnya mual.

Kana menyentuh kepalanya mu meredam rasa sakit itu, lalu berusaha keras untuk berpikir. Sedetik kemudian ia mengambil ponselnya. Menekan angka yang menghubungkannya dengan polisi setempat.

"Tolong disini ada bayi sekarat, dan aku juga sekarat!!"

"Halo! Halo! Nona dimana?" tanya polisi itu.

"Di perumahan Xxx rumah nomor 469" jawab Kana.

Ia melirik bayi yang matanya kini melotot itu. Kana meletakkan ponselnya seketika.

Menghampiri bayi itu dan menepuk punggung bayi yang seluruh tubuhnya ada darah. Meskipun sepertinya nyawanya pun terancam karena tetap berusaha untuk sadar dikala seharusnya dia tepar.

"Hey! Hey! Tolong!!! Tolong!!" pekik Kana meminta tolong, namun kerena tubuhnya yang sangat lemah dan ingin sekali mengeluarkan seluruh isi dalam perutnya, suara Kana hanya sebatas seperti seorang yang sedang berbicara dengan pelan. Padahal Kana sudah berusaha untuk berteriak sekencang mungkin.

"Oek..."

"Oek ..."

"Tolo—"

Bruk...

Kini, Kana yang sudah tak tahan lagi dengan tubuhnya sendiri sudah tergeletak tak berdaya disamping tubuh bayi yang sedang sekarat itu dengan keadaan yang masih memegang tubuh kecil itu.

Sementara diujung dunia berbeda, seorang pria nampak murka karena telah kehilangan pewaris yang ia dapatkan dari hasil menyewa rahim seorang wanita.

"Bagaimana, apa kau sudah menemukan anakku?" tanya pria itu meneguk cairan berwarna merah untuk mencoba meredam emosinya.

"Maafkan saya tu—"

"Apa yang kau lakukan selama ini ha!? Apa pekerjaanmu hanya tidur!? Apa kemampuanmu sudah hilang hingga mencari seorang anak kecil saja tidak bisa!?"

"Saya sud—"

"Aku tidak butuh alasanmu! Yang aku butuhkan saat ini adalah keberadaan anakku! Tidak berguna. Untuk apa aku menggaji mu jika bekerja saja tidak becus!"

Prang...

Pria itu melemparkan gelas yang berisi cairan merah itu kearah pria yang sudah menjadi bawahannya dari kecil.

Bawahan itu menunduk dalam, dia merasa dirinya sangat tidak berguna sekarang. Yang berada didalam pikirannya saat ini adalah, percuma. Percuma dirinya memiliki banyak keahlian dan kemampuan serta kuasa yang tak kasat mata jika mencari tuan kecilnya saja tidak bisa.

Bawahan itu menghapus darah yang keluar dari pipinya karena gelas yang kini sudah menjadi beling dilempar oleh sang tuan. Namun dia merasa sangat pantas karena dia membuat kesalahan yang sangat fatal beberapa tahun ini.

"Cari anakku sekarang! Sudah tiga tahun aku kehilangan dirinya! Cari sampai dapat, entah mati ataupun hidup!" pria itu mengetatkan rahangnya, ia menatap tajam kearah pria yang lainnya dengan emosi yang membara karena sudah kehilangan anaknya selama bertahun-tahun.

"Tua—"

"Aku beri waktu satu Minggu, jika para bawahan itu tidak menemukannya, maka aku yang akan melemparkan mereka satu-persatu ke kandang buaya itu!!"

---

Jangan lupa like, subscribe dan komen untuk kemajuan novel ini....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!