Sebuah harapan

Ele masuk kedalam rumahnya dengan senyum yang merekah, dia langsung berlari kecil kearah ruangan kerja sang Daddy dengan membawa piala, piagam, dan sebuah kalung piagam yang terpasang indah dileher Ele.

"Daddy!"

Tok...

Tok..

Tok ..

"Masuk!"

Ele masuk mendengar persetujuan dari Michael, Ele telah mengerti bahwa jika dirinya ingin menemui Daddy nya kamar ataupun tuang kerjanya harus mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Daddy! Aku memenangkannya! Aku menang Daddy!" pekik Ele girang, ia melompat kecil lalu menghampiri Michael yang tengah duduk didepan komputernya, pria itu sama sekali tidak menoleh barang sedikitpun pada sang anak.

Senyum Ele merekah, dia meletakkan piala yang ukurannya sedang namun piala itu terbuat dari emas asli yang membuatnya sedikit berat. Dan sertifikat penghargaan.

Lalu dengan cepat dia melepas kalung piagam yang menggantung dilehernya dan langsung mengalungkannya pada leher Michael dengan susah payah. Mengingat tubuh kecilnya dan tubuh besar Michael yang memiliki perbandingan cukup jauh.

"Kalung penghargaan untuk Daddy!" Ele girang, dia menatap Daddy-nya yang kini sudah menoleh kearahnya dengan wajah datarnya.

"Ele sudah mendapatkan yang pertama Daddy, Daddy senang?" tanya Ele dengan mata yang berbinar.

"Biasa saja" jawab Michael melepas kalung yang didapatkan oleh Ele dengan susah payah itu keatas meja dengan melemparkannya kecil.

Perubahan drastis yang ditunjukkan oleh mimik wajah Ele melihat usahanya untuk mencari perhatian dari Daddy-nya pun sia-sia.

"Daddy tidak suka?" tanya Ele dengan nada yang sudah mulai bergetar.

"Pergilah, bawa barang-barang mu dari sini, aku sibuk!" ujar Michael kembali fokus dengan layar komputernya.

"Daddy~" lirih Ele dengan air mata yang berlinang, bahunya merosot tanda dia sudah kehilangan semangatnya.

"Apa Daddy tidak memberikan ucapan selamat untuk Ele?" tanya Ele lirih.

Michael diam, dia masih fokus dengan layar komputernya, tidak ada waktu untuknya untuk sekedar memberi apresiasi terhadap Ele yang telah berjuang keras dalam ajang olimpiade itu.

"Apa Daddy kurang puas dengan hasil Ele?" tanya Ele mencoba mengetahui apa yang diinginkan oleh Michael kali ini.

"Apa Daddy tidak mau memberikan ucapan selamat untuk usaha Ele?"

"Dad—"

Brak....

"Pergilah! Aku tidak sesabar yang kau kira stupid!" dibentak Michael dengan menggebrak meja kerjanya. Dia muak dengan rengekan tak berguna Ele.

Ele terkejut, hingga kakinya mundur beberapa langkah. Lalu dengan tergesa dirinya keluar sembari menghapus air matanya yang bercucuran.

Dirinya tak mengangkat kata 'Bodoh' itu keluar dari mulut orang yang menyuruhnya untuk mendapatkan yang pertama dalam ajang olimpiade itu.

"Nona, ada apa?" tanya Uno melihat nona nya menangis.

"Nona!"

Ele berhenti berjalan, dia menoleh kearah Uno yang tengah membawa sebuah kertas ditangannya.

"Paman!" lirih Ele berlari kearah Uno dan langsung memeluk tubuh tua itu.

"Paman, kenapa Daddy jahat? Kenapa Daddy tidak memberikan aku ucapan untuk hadiah keberhasilanku ini? kenapa paman?!" tanya Ele sesenggukan di dada Uno.

"Wah, anda menang? Selamat nona!" ujar Uno bahagia.

"Paman, kau orang keempat yang telah mengucapkan kata itu" ujar Ele ditengah-tengah tangisnya.

"Terimakasih nona, ini cerita yang anda inginkan”

Ele terdiam, “Apakah ini cerita tentang ibu paman?" tanya Ele lirih. Dia tidak ingin Michael tahu.

“Benar, jangan bilang siapapun nona”

Wajah Ele yang semula muram kini menjadi lebih bersinar, dia mengangguk lalu mengambil kertas itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!