NovelToon NovelToon

Obsesi, Kebencian, Sang Mafia

PROLOG.

PROLOG...

Mulut dari wanita cantik itu tertutup dengan sangat rapatnya, kedua tangannya mengepal erat, sedangkan mata wanita itu tetap memancarkan ketajaman seperti biasanya.

Meskipun, hal demikian itu hanya untuk menutupi jiwanya yang seakan ingin berteriak dan berlari untuk memberikan sebuah pukulan keras pada seorang wanita yang umurnya kini sudah berkepala tiga.

"Sudah Liya! Kana itu hanya sekertaris ku, kau tak perlu mencurigai apapun pada kita," ujar seorang pria berusia 39 tahun dengan aksen bahasa yang lembut.

Pria yang menjabat sebagai seorang CEO di perusahaan yang dibilang tidak terlalu besar itu menarik istrinya kedalam pelukannya, dia mendekap erat wanita yang sedang marah akibat kesalahpahaman antara pria itu dengan sekertaris nya.

"Apakah itu benar? Apa kau tidak berselingkuh dibelakang ku?" tanya wanita itu menangis.

Pria itu menghela nafasnya lelah. "Katakan padaku, apa alasanku untuk berselingkuh dari dirimu, hmm?" pria itu mengelus lembut rambut wanitanya, dia tersenyum sembari menghapus air mata wanita itu.

"Aku sudah tua, dan tubuhku sudah melebar ka—"

"Sssstttt, sudahlah, jangan dibahas lagi. Kau hanya salah paham. Dan aku tekankan sekali lagi, bahwa, aku tidak akan mengkhianatimu aku adalah pria beruntung telah memiliki istri sempurna seperti dirimu, paham?!"

Wanita itu mengangguk, "Maaf" cicitnya meremas kemeja sang suami.

"Kau minta maaf pada Kana, ya. Kasian dia sudah bersusah payah untuk membuat berkas untuk kemajuan perusahaan kau malah menyobeknya, dan lihat dia, sudah seperti seorang gelandangan" ujar pria yang masih gagah itu melirik dengan ujung matanya kearah sekertaris nya.

"Sialan!" umpat Kanaya dalam hatinya.

Sabar.

Meskipun rasanya dia ingin marah. Namun Kanaya meredam emosi itu, ia harus sabar karena kata tuan George, istrinya itu tengah hamil setelah 12 tahun menanti kehamilannya.

Dan efek kehamilan pertama istri dari bosnya  itu membuat hormon wanita itu tidak stabil. Oleh Karen itu, istri tuan George menuduh Kanaya yang sedang berbicara dengan bosnya secara santai.

Padahal hanya berbicara dan jarak antara tempat duduknya dengan suami wanita itu terhalang oleh sebuah meja besar. Entahlah, Kanya tidak habis pikir lagi.

Wanita itu terdiam, dia melepas pelukannya dan menunduk, "Maafkan aku Kanaya, aku telah salah paham. Entah kenapa aku hanya ingin marah ketika melihat Geo berbicara dengan wanita lain" ujar wanita itu.

Ia marah karena suaminya telah mengingkari janjinya untuk menemaninya memeriksakan kandungan.

Alhasil Isa harus memeriksa perkembangan bayi yang sudah lama ditunggu-tunggu sendirian. Setelah memeriksakan kandungannya, Isa pergi ke perusahaan sang suami dan malah melihat pemandangan yang menyesakkan hatinya.

Isa melihat suaminya tengah berbicara serius dengan sekertaris yang memiliki wajah sangat cantik namun judes dan body seperti gitar spanyol.

Kanaya mengendurkan kepalanya, dia tersenyum dan menundukkan badannya 180 derajat.

"Maafkan saya telah membuat nyonya salah paham, saya tidak akan tertarik dengan tuan, nyonya. Saya berjanji. Dan saya pamit untuk membenarkan penampilan saya" ujar Kanaya menundukkan badannya kearah Geo dan Isa.

Dan detik berikutnya Kana sudah berjalan keluar dengan tatapan dinginnya kembali. "Huh!! Hari yang sial, Kana!"

•••

Kana berjalan dengan sempoyongan setelah meminum alkohol di sebuah bar terkenal. Dia meminum minuman yang panas itu dengan kadar yang cukup tinggi. Yaitu 89%.

Karena memang tubuh Kana sudah mentolelir alkohol, Ia tidak terlalu mabuk.

Kana berjalan kearah gerbang rumah kecilnya disebuah perumahan sederhana.

"Aku lega, memang benar, di dunia ini hanya uang, rokok dan alkohol yang dapat membuatku bahagia!" racun Kana berusaha membuka kunci gerbangnya dengan menggunakan kunci ditangannya.

Berkali-kali Kana mencoba untuk memasukkan kunci itu pada gembok, dan berkali-kali itu pula Kana tidak bisa memasukkannya.

Dirasa dia lelah, akhirnya Kana mendudukkan tubuhnya dengan bersandar digerbang rumahnya.

"Ah sial!" umpatnya mengerjab demi menjemput kesadarannya.

Kana terdiam sebentar, merogoh tas kecilnya dan mengambil ponselnya, entah apa yang akan dilakukannya, mengontak-atik nya sebentar, lalu  dia sudah tidak tahan, ia perlahan menutup matanya untuk tidur. Persetan dengan para tetangga yang melihatnya esok hari.

Duk...

Duk...

Duk...

"Taruh di sini!"

"Kamu gila, lihat ada seseorang di depanmu!"

"Letakkan segera! Sepertinya dia mabuk. Kita harus mengalihkan perhatian mereka agar mereka tidak menemukan bayi ini!!"

"Baiklah, ayo kita kembali ke tempat kita datang!"

Kegaduhan itu membuat Kana yang mulai masuk kedalam mimpinya terusik, dia mengerjabkan matanya perlahan ketika mendengar suara yang lebih kencang dari sebelumnya.

"Oek..."

"Oek..."

"Oek...."

Kana membuka matanya, dia melihat lekat sesuatu didepannya dengan lekat selama beberapa menit. Ia masih mencoba untuk sadar dari mabuknya.

Lima menit berlalu, tangisan bayi itu semakin kencang dan Kana hanya melihat bayi itu dengan kosong. Seolah berpikir dengan keras apa yang telah hilang di ingatannya selama beberapa menit.

"Bayi! Darah! Rumah sakit!" pekik Kana satu persatu menyebutkan kata yang sempat hilang dan terlintas dipikirannya.

Kanaya masih mengerjab, dia mencoba untuk berdiri dari duduknya, dipikirannya sekarang hanya terlintas untuk membawa bayi yang seluruh tubuhnya terdapat banyak darah.

Namun, setelah mencoba beberapa kali untuk berdiri, dan tidak membuahkan hasil apapun karena seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Kana melihat bayi yang sepertinya sudah kesusahan mencari nafas itu dengan cemas.

Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdiam diri dengan melihat bayi itu kesusahan bernafas. Pikirannya buntu dan kepalanya sudah sangat pusing, perutnya mual.

Kana menyentuh kepalanya mu meredam rasa sakit itu, lalu berusaha keras untuk berpikir. Sedetik kemudian ia mengambil ponselnya. Menekan angka yang menghubungkannya dengan polisi setempat.

"Tolong disini ada bayi sekarat, dan aku juga sekarat!!"

"Halo! Halo! Nona dimana?" tanya polisi itu.

"Di perumahan Xxx rumah nomor 469" jawab Kana.

Ia melirik bayi yang matanya kini melotot itu. Kana meletakkan ponselnya seketika.

Menghampiri bayi itu dan menepuk punggung bayi yang seluruh tubuhnya ada darah. Meskipun sepertinya nyawanya pun terancam karena tetap berusaha untuk sadar dikala seharusnya dia tepar.

"Hey! Hey! Tolong!!! Tolong!!" pekik Kana meminta tolong, namun kerena tubuhnya yang sangat lemah dan ingin sekali mengeluarkan seluruh isi dalam perutnya, suara Kana hanya sebatas seperti seorang yang sedang berbicara dengan pelan. Padahal Kana sudah berusaha untuk berteriak sekencang mungkin.

"Oek..."

"Oek ..."

"Tolo—"

Bruk...

Kini, Kana yang sudah tak tahan lagi dengan tubuhnya sendiri sudah tergeletak tak berdaya disamping tubuh bayi yang sedang sekarat itu dengan keadaan yang masih memegang tubuh kecil itu.

Sementara diujung dunia berbeda, seorang pria nampak murka karena telah kehilangan pewaris yang ia dapatkan dari hasil menyewa rahim seorang wanita.

"Bagaimana, apa kau sudah menemukan anakku?" tanya pria itu meneguk cairan berwarna merah untuk mencoba meredam emosinya.

"Maafkan saya tu—"

"Apa yang kau lakukan selama ini ha!? Apa pekerjaanmu hanya tidur!? Apa kemampuanmu sudah hilang hingga mencari seorang anak kecil saja tidak bisa!?"

"Saya sud—"

"Aku tidak butuh alasanmu! Yang aku butuhkan saat ini adalah keberadaan anakku! Tidak berguna. Untuk apa aku menggaji mu jika bekerja saja tidak becus!"

Prang...

Pria itu melemparkan gelas yang berisi cairan merah itu kearah pria yang sudah menjadi bawahannya dari kecil.

Bawahan itu menunduk dalam, dia merasa dirinya sangat tidak berguna sekarang. Yang berada didalam pikirannya saat ini adalah, percuma. Percuma dirinya memiliki banyak keahlian dan kemampuan serta kuasa yang tak kasat mata jika mencari tuan kecilnya saja tidak bisa.

Bawahan itu menghapus darah yang keluar dari pipinya karena gelas yang kini sudah menjadi beling dilempar oleh sang tuan. Namun dia merasa sangat pantas karena dia membuat kesalahan yang sangat fatal beberapa tahun ini.

"Cari anakku sekarang! Sudah tiga tahun aku kehilangan dirinya! Cari sampai dapat, entah mati ataupun hidup!" pria itu mengetatkan rahangnya, ia menatap tajam kearah pria yang lainnya dengan emosi yang membara karena sudah kehilangan anaknya selama bertahun-tahun.

"Tua—"

"Aku beri waktu satu Minggu, jika para bawahan itu tidak menemukannya, maka aku yang akan melemparkan mereka satu-persatu ke kandang buaya itu!!"

---

Jangan lupa like, subscribe dan komen untuk kemajuan novel ini....

Hanya 8%

"Apa kau tidak akan menikah, Kana?" tanya seorang wanita yang sedang tersenyum melihat Kana saat Kana menggendong sang buah hati yang sudah berusia dua tahun lebih itu.

Wanita yang tak lain adalah Isa itu terkikik geli melihat wajah Kana yang sangat tertekan akibat menggendong balita. Isa tau, bahwa sekertaris suaminya itu sedikit tidak menyukai bayi. Entah kenapa, Isa tidak tau itu.

Padahal menurut Isa bayi dan balita adalah makhluk kecil yang sangat menggemaskan.

"Saya masih tidak tertarik dengan pria, nyonya" jawab wanita yang kini berusia 27 itu.

Mata Isa mendelik. "Apa kau mempunyai kelainan seksual, Kana?!" tanya Isa mengambil anaknya yang tidak nyaman berada di gendongan Kana yang kaku.

Kana menghela nafasnya lega. Akhirnya dia terbebas dengan makhluk kecil yang merepotkan itu. Namun disisi lainnya ia juga merasa kesal karena istri dari bosnya menuduhnya memiliki kelainan seksual.

"Saya normal nyonya," jawab Kana datar.

Pekerjaan Kana sudah tidak hanya satu sekarang. Jika dulu dirinya hanya menjadi sekertaris tuannya saja, maka sekarang Kana merangkap menjadi seorang teman bicara Isa sejak kejadian tiga tahun yang lalu.

Meskipun yang aktif berbicara adalah Isa, ia hanya berbicara seperlunya saja.

"Tapi kenapa kau tidak menikah? Berapa umurmu? Kau sudah tua Kana!" peringat Isa.

"Saya normal, dan saya masih mencari seorang pria pas dengan kriteria yang saya inginkan"

"Ah, baiklah, bagaimana jika aku menjodohkan mu dengan para keponakan kenalanku?" tanya Isa memberikan solusi namun bagi Kan seperti memberikan sebuah bom waktu.

"Maafkan saja nyonya, saya akan mencarinya sendiri" tolak Kana datar sembari menggeleng kencang.

Isa mengangguk, "Aku tunggu waktu itu, Kana" ujar Isa menepuk pundak Kana lalu berdiri dan menghampiri sang suami yang sudah berdiri disampingnya yang sedari tadi hanya diam mengamati dan memantau perkembangan perusahaannya.

"Jangan menekannya sayang, kau sudah berkali-kali menanyakan kapan Kana menikah" peringat Geo tersenyum kecil.

"Aku hanya ingin bertanya kapan dia menikah, dia sudah tua, sayang" elak Isa menyerahkan anaknya pada Geo.

"Sudahlah, mari pulang. Kana, pulanglah setelah pekerjaanmu selesai" ujar Geo merengkuh pinggang Isa.

Kana mengangguk, dia berdiri lalu menunduk sebagai penghormatan untuk tuan dan nyonyanya sebelum pergi meninggalkan perusahaan.

Setelah pasangan suami istri itu pergi, akhirnya Kana bernafas lega, dia menghempaskan tubuhnya ke sofa yang di duduki nya baru saja dengan keras.

Menyenderkan kepalanya ke kepala sofa itu dan melihat langit-langit tembok diatasnya.

"Huh, sudah tiga tahun sejak kejadian itu terjadi. Kau begitu menggemaskan hingga membuatku tak bisa melupakan kepergianmu yang berada di gendonganku" lirih Kana menghapus air matanya.

•••

Kana duduk di kursi depan rumahnya, sembari menghisap rokok yang sudah berada dikedua bibinya yang sedikit berisi.

Seperti inilah hidup Kana, sangat membosankan. Setiap malam dirinya selalu menghabiskan waktunya untuk berdiam diri menatap luasnya langit yang bertaburan bintang-bintang dengan asap rokok yang dihisapnya.

Kana kembali menghela nafasnya lelah, tidak ada yang menarik lagi dimata setelah kejadian tiga tahun yang lalu. Dulu, Kana seperti melihat kehidupan barunya ketika melihat seseorang.

Namun ternyata, seseorang itu sudah pergi, meninggalkan ruang tersendiri di hati kakinya itu.

"Sialan, kenapa ku harus pergi!" umpat Kana membuang putung rokok yang sudah habis itu. Lalu berdiri, dan mengambil rokok elektrik  diatas mejanya. Memasukkannya pada kantung hoodie nya dan berjalan masuk.

Dirinya harus segera mengistirahatkan tubuh, agar hari esok jika wanita dari bosnya itu datang, maka Kana sudah siap untuk menerima kecerewetannya.

Kana hendak memasuki kamarnya, namun, suara pintu kembali mengusik dirinya.

TOK....

TOK.....

TOK.....

"Sialan!" umpat Kana kesal. Ia kembali membuka pintunya.

"Siap—"

•••

"Madawa, tuan!" jawab pria yang menjadi tangan kiri dari tuannya.

"Masuk!"

Pria itu masuk dengan wajah yang berseri, bibir tipis itu tertarik dari dua sisi keatas sehingga menjadi sebuah senyuman yang indah.

Dawa membungkukkan badannya kearah sang tuan sebagai sebuah bentuk penghormatan.

"Apa yang membuat mu datang jauh-jauh kesini?Dawa!" tanya pria yang sedang duduk dimeja kerjanya dengan pria lain dibelakang tuahnya.  Dengan segelas kaleng soda ditangannya.

"Bolehkah saya duduk tuan? Saya sangat lelah setelah menghadapi seorang wanita" ujar Dawa langsung mendudukinya kursi didepan sang tuan tanpa persetujuan darinya.

"Apakah aku memperbolehkan mu untuk duduk!?" suara itu terdengar.

"Ayolah tuan, aku lel—"

"Cepat katakan, sialan!"

Brak....

Dawa menelan ludahnya, sepertinya sang tuan berada pada kondisi emosi yang tidak stabil hingga kaleng soda itu sudah menghancurkan sebuah gucci.

"Maafkan saya, tuan, saya datang jauh-jauh dari negara XXX karena mendapat kabar dari Machu bahwa anda masih belum menemukan tuan muda," ujar Dawa terus terang, dia melirik kearah pria dibelakang sang tuan yang menjadi tangan kanan dari tuannya—Machu.

"Maafkan saya tuan, saya meminta bantuan dari Dawa—"

"Aku tidak meminta mu bicara!" potong pria itu

"Lalu?" tanya pria itu menaikkan satu alisnya.

"Saya minta tolong jangan memotong ucapan saya tuan, sebentar lagi" pinta Dawa menunduk.

"Katakan!"

"Saya sudah menemukan tuan muda tuan, tapi dalam kondisi yang sudah berada didalam tanah. Tuan muda sudah meninggal tiga tahun yang lalu dan meninggal saat berada di gendongan seorang wanita yang saat ini sudah berada dibawah tanah" jelas Dawa singkat namun jelas.

Sementara Machu yang berada dibelakang sang tuan menghela nafasnya karena tuan mudanya sudah diketahui keberadaannya.

"Jadi, maksudnya?" pria itu nampak menahan lagi emosinya ketika mengetahui anak yang dia dapatkan susah payah dan yang selama ini ia tunggu selama tiga tahun telah mati tiga tahun yang lalu.

Jadi, penantian tiga tahun ini hanya sia-sia. Pria itu mengumpat, dia bersumpah akan membuat orang yang terlibat dalam kasus ini mendapatkan balasan yang tak biasa.

"Saya masih menduga bahwa wanita itu telah ikut andil dalam membunuh tuan muda, tuan, karena, setelah saya selidiki, tuan muda meninggal karena meminum darah orang dalam jumlah yang sangat banyak hingga membuat keracunan dan berhentinya sistem jantung" jelas Dawa lagi.

"Tapi, kenapa kau menuduh wanita itu sebagai pelaku yang ikut andil dalam pembunuh itu? Bukankah kau mengatakan bahwa tuan muda meninggal karena sistem jantung yang berhenti sebab meminum darah?" tanya Machu dibelakang pria yang sedang meredam emosinya itu.

"Aku bertanya pada dokter, jika seseorang yang tidak sengaja meminum darah dan segera dilarikan ke rumah sakit, maka kemungkinan besar akan selamat. Akan tetapi, saat tuan muda diletakkan didepan wanita itu oleh penculiknya, wanita itu justru tertidur lalu melihat tuan muda dalam waktu yang cukup lama" jelas Dawa memberikan ponsel yang berisikan rekaman cctv dijalan yang menunjukkan seorang wanita.

"Kenapa dia tidur dijalan?" tanya pria itu setelah mengamati rekaman cctv jalan yang merekam jelas detik-detik dua orang pria meletakkan anaknya didepan wanita yang tertidur itu hingga detik detik ambulans datang dan membawa wanita yang sepertinya tengah pingsan itu.

"Dia mabuk tuan, namun jika dilihat dari gerak-geriknya kemungkinan dia masih sadar dan saya mendapatkan informasi dari salah satu bar yang dikunjungi oleh wanita itu, bahwa, kadar alkohol yang diminum oleh wanita itu hanya 8% dan wanita itu hanya meminumnya satu kali teguk. Dan saya sudah memeriksa latar belakangnya, jika wanita itu sudah sering meminum alkohol dalam jumlah besar dan kadar tinggi di setiap minggunya, dalam bar yang sama. Dan dokter mengatakan bahwa, tubuh wanita itu dapat mentolerir alkohol hingga 90% tuan."

Seperti bocah labil

Kana membuka kedua kelopak matanya. Perlahan cahaya mulai masuk dan memberikan sinyal kepada otak untuk menerima cahaya yang dapat membuat seseorang melihat dengan jelas apa yang terjadi disekelilingnya.

Ia melihat kanan kiri nya, ternyata ia berada disebuah ruangan yang bersih, rapi dan tertata yang memiliki ukuran yang kecil. Ruangan kecil berwarna putih, sangat indah jika orang yang melihat tidak mengalami kecacatan mental.

Namun, hanya satu yang menjadi minus dari penilaian Kana.

Pengap.

Ya ruangan itu sangat pengap.

Kana diam, dia hanya melirik saja ke seluruh ruangan. Kana tidak berontak, meskipun tahu bahwa dirinya telah diculik.  Oh ayolah, dia wanita yang berpendidikan tinggi, ia tidak akan membuang tenaganya sia-sia untuk memberontak yang jelas tidak akan berguna.

Kreeeak....

Kana diam, dia tahu pintu yang berada sedikit jauh dari samping tubuhnya itu terbuka.

"Wanita ini sudah sadar ternyata?" tanya pria itu menghampiri Kana, melihat penampilan Kana yang tengah terduduk dengan mata elangnya.

Hoodie hitam dan celana selutut yang sudah tersingkap karena ia duduk dan kini menampilkan seperlima bagian pahanya.

Kana diam, dia tidak melakukan apapun, mendongak sebentar dan menatap dalam mata pria didepannya dengan wajah yang tetap judesnya.

Pria itu sedikit tersentak melihat mata itu. Lalu dengan cepat ia menoleh, memutar tubuhnya dan menekan sesuatu di telinganya. "Aku ingin duduk sekarang!" ucap pria itu.

Tak lama pintu di buka dan menampilkan Machu yang sudah membawa sebuah kursi kayu dan tanpa berkata-kata ia meletakkan kursi itu disamping sang tuan didepan dimana Kana duduk.

Mahcu keluar, dan pria itu mulai duduk didepan Kana.

"Kau tahu kenapa kau berada disini?" tanya pria itu dengan suara baritonnya.

Kana diam, "Jika aku tahu, aku tidak akan membuka pintu rumahku. Bodoh!" sergah Kana mengumpat dengan lempeng. Dengan suara yang dipakainya sehari-hari.

Pria itu tersenyum simpul. "Kau sangat berani untuk ukuran seorang wanita. And I like that!"

Kana diam, menampilkan wajah yang semua orang takuti dan memanggilnya sombong. Wajah judesnya.

Pria itu memindai wajah yang sedang melihatnya dengan berani. "Bodoh!" umpat Kana lagi. Entah kenapa rasanya dia ingin selalu mengumpati orang yang sok kenal dengan dirinya.

"Hey! Wanita tidak boleh mengumpat!" ucap pria itu dengan sedikit kekehan.

"Persetan dengan itu. Katakan padaku kenapa aku berada disini!" untuk sesaat, pria itu terdiam, lalu ia berdiri menarik kursinya kebelakang.

"Tiga tahun yang lalu, keturunan ku telah mati di gendongan mu" ujar pria itu mulai berjalan memutari Kana.

Kana sangat terkejut, ternyata dia diculik oleh ayah dari bayi menggemaskan itu.

"Apa kau tahu?—

"Ssstttttt..." lirih Kana ketika rambut panjangnya yang terurai ditarik dengan keras hingga kepalanya mendongak hingga dia melihat dengan jelas wajah pria yang menarik rambutnya tepat berada di atas wajahnya, sedang melihat wajahnya.

"Kau akan menjadi wanitaku mulai saat ini!" pria itu langsung menyambar bibir Kana yang tidak tertutup sempurna itu. Melahap bibir bawanya dan  ********** dengan kasar.

Kana tergagap, sungguh sial harinya saat ini, sudah diculik, bibir sucinya dilecehkan dan dirinya harus berusaha meraup udara karena leher pria ini menyentuh hidungnya dan menghalangi masuknya udara di hidungnya.

Pria itu mendesis, lalu ia langsung melepaskan ciuman paksa itu ketika ia merasa bibirnya bawahnya sobek dan mengeluarkan darah karena gigitan dari wanita pemberontak itu.

"Si—"

"BAJINGAN, KAU INGIN MEMBUNUHKU?"  pekik Kana memotong umpatan yang akan dilontarkan oleh pria itu.

"Apa maksudmu wanita pemberontak! Pemberontak yang telah membuat bibirku mengeluarkan darah!"

"Kau memang bodoh sialan!. Leher busuk mu itu menghalangi jalan pernapasanku!" umpat Kana menatap tajam kearah pria itu.

Pria itu tersenyum, dia mengusap darah yang keluar dengan jempol tangannya. "Wanita pemberontak yang sangat manis. Kau akan berada di bawahku mulai saat ini!"

Buhhggg....

•••

Kana menghela nafasnya lelah, lagi-lagi dia terbangun dengan kesunyian yang menerpanya. Jika beberapa saat yang lalu dia terbangun disebuah ruangan pengap berwarna putih kini dia terbangun disebuah ruangan mewah bergaya klasik yang memiliki ranjang besar.

Tak lupa dengan seprei putih serta dekorasi klasik di ruangan yang luas itu.

Kana duduk, tengkuknya masih terasa sakit karena pukulan dari pria itu. 

Kana mengamati ruangan ini. Tidak ada jam untuk melihat waktu dan dirinya, dan tidak ada apapun kecuali dua nakas yang mengapit ranjang besar itu. Dan sebuah rak buku yang membentang disalah satu tembok yang luas itu. Mungkin jika dikira-kira kan seperti sederet rak buku di perpustakaan kota.

Gorden besar yang didepannya ada sebuah kursi dan meja kecil, serta tiga pintu di ruangan itu.

Tok...

Tok...

Tok...

"Nona," Kana menoleh kearah sumber suara. Ternyata sumber itu dari sebuah pintu yang terbuka dan menampilkan tiga pria. Satu pria sedang membawa troli makan dan menghampiri Kana, sementara dua lainnya berdiri didepan pintu keluar dari ruangan itu.

Kana diam, mengamati pria itu.

"Waktunya makan pagi. Jika sudah selesai letakkan saja di troli ini, saja akan mengambilnya ketika sudah waktunya makan siang" ucap pria itu berjalan dua langkah kebelakang.

Kana hanya diam, ia menunduk, mendengarkan pri itu berbicara tanpa adanya pemberontakan. Sepertinya orang yang menculiknya adalah seorang yang berkuasa, dilihat dari semua yang telah Kana lihat ketika diculik.

"Nona, ada dua pintu yang sebelah kiri adalah pintu untuk walk in closed. Dan pintu bagian kanan adalah kamar mandi. Serta, tuan besar berpesan pada saya untuk menyampaikan sesuatu" pria itu nampak terdiam.

Kana mendongak, dia menatap pria itu dengan tatapan tajamnya. "Tuan menyampaikan sebaiknya anda tidak memberontak karena itu adalah hal yang sia-sia. Tetap tenang sampai tuan kembali" ujar pria itu lalu berjalan meninggalkan Kana dengan keheningannya.

"Sial, siapa yang ingin berontak, sungguh sial sekali hidup ku" ujar Kana mengeluarkan rokok elektrik serta charger nya dari saku hoodie nya, lalu mencharge nya diatas nakas yang kebetulan ada tempat untuk mencharge.

•••

Setelah makan dan mandi serta mengabaikan egonya untuk tidak menerima ataupun memakai apapun yang pria itu berikan.

Jika dipikir-pikir, Kana adalah orang yang bodoh karena tidak memakai fasilitas yang bagus yang diberikan oleh pria yang menculiknya itu.

Kana harus memanfaatkan keadaan. Toh dia hanya hidup sebatang kara didunia ini.

Kana mengambil satu buah buku yang memiliki sampul paling menarik dimatanya.

Kana menghampiri sebuah kursi didepan gorden, menyingkap gorden besar itu dan menampilkan pemandangan pepohonan yang masih asri, serta sebuah pagar yang menjulang tinggi.

Kana mendesah panjang, dinding yang diganti kaca yang ukurannya sepertiga dari tembok kamarnya itu tidak ada balkon atau apapun untuk membuka kaca besar itu.

Dia seperti terjebak dalam sangkar seperti Cinderella di kartun Disney.

"Berapa kekayaan yang dimiliki pria itu? Semuanya sungguh dibangun dengan penuh perhitungan" ujar Kana menyentuh kaca itu.

Memandang pepohonan rindang dan burung yang berterbangan. "Aku akan sampai kapan berada disini?" monolognya menghisap rokok elektrik yang di bawanya.

"Ah, bagaimana dengan wanita cerewet itu? Apa dia mencariku?" Kana kembali menghela nafasnya. Dia duduk dan mulai membaca buku.

Kadang kalanya, jika dia merasa beruntung diculik dan mendapatkan fasilitas yang mewah, namun dia juga merasa tersiksa dengan ini. Entahlah, Kana seperti seorang remaja yang labil sekarang.

Kana harus bersabar sekarang, jika pria itu menjualnya untuk dijadikan pelacur, maka dia akan berontak. Jika tidak. Maka ia akan menikmati fasilitas gratis yang mewah ini.

"Sial, aku seperti seorang bocah labil" Kana berkecamuk dengan pikirannya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!