Sebuah permohonan

"Aku mohon, tuan" lirih wanita yang kini tengah duduk di ranjang dengan satu bayi digendongnya dan satu bayi yang lainnya berada di samping wanita itu.

"Maafkan saya non—"

"Aku mohon, dia mengatakan bahwa aku harus menebus kebebasanku dengan seorang anak. Dan aku telah memberikannya. Tidak ada alasan lagi untuk tidak membebaskanku" potong Kana frustasi karena tidak mendapatkan izin dari pria didepannya ini.

"Tuan bilang jangan membiarkan anda keluar sebelum dia kembali, saya taku—"

"Demi kemanusiaan! Jika kau tidak mau membebaskan aku karena tuanmu, maka tolong bebaskanlah aku demi rasa kemanusiaanmu!"

"Tap—"

"Aku mohon tuan, aku sudah menderita selama satu tahun dengan kesendirian dan kesunyian yang aku hadapi, anda tidak tahu 'kan, bahwa selama satu tahun ini mencoba mempertahankan kewarasanku?" Kana menangis.

Kepala pelayan itu terdiam sebentar, dia mencoba untuk berpikir mana yang terbaik. Jika dia membebaskan Kana, maka kemungkinan besar dirinya juga akan kehilangan pekerjaannya.

"Baiklah, anda kapan akan pergi?" tanya kepala pelayan itu menatap tubuh wanita yang masih lemas karena beberapa jam yang lalu wanita itu sudah melahirkan, sendiri, dengan rasa sakit yang tidak biasa.

Kepala pelayan itu yakin jika Kana adalah wanita yang hampir kehilangan kewaspadaannya. Dilihat dari dirinya ketika melahirkan tidak ada yang membantunya dan seperti tidak memiliki rasa sakit.

"Besok pagi, sekarang aku akan memilih salah satu dari mereka untukku bawa pulang" ujar Kana mengelus kepala anak laki-lakinya.

"Anda juga membawa salah satu dari mereka, apa sebaiknya anda tetap berada disini? Merawat mereka dengan kasih sayang dari kedua orang tua yang lengkap?"

"Apa sekarang kau sudah merubah keputusanmu?"

"Saya akan kehilangan pekerjaan saya, nona"

Kana yang tengah menunduk akhirnya mendongak. Sudah dia duga sedari awal, dirinya tidak bisa keluar dari kediaman ini dengan mudah.

"Sudahlah, kau pergi saja" ujarnya terkekeh pelan.

Pria paru baya itu terdiam sebentar, lalu dirinya keluar dengan langkah lebar dan wajah yang berwibawanya.

"Besok kumpulan seluruh orang yang berada dikediaman ini, pukul delapan tepat dihalaman depan mansion" ujar pria itu kepada penjaga depan kamar Kana.

Kana menatap mata anak pertamanya dengan lekat, dia memindai seluruh gerak gerik dari sang anak pertama tersebut. Kana tersenyum singkat, ternyata anak pertamanya mewarisi hampir seluruh milik pria itu.

Dari bibirnya yang tipis, alisnya yang sudah nampak tebal, bola mata yang memiliki warna sama persis dengan sang adik— Abu. Sangat langkah dan hidung yang seperti dirinya.

"Ah, kau memiliki hidung ku, boy" ujar Kana mengelus pipi bayi yang belum dirinya beri nama itu. Bayi yang kini tengah meminum asi dari tubuhnya.

"Semoga kau tidak mewarisi sikap pria itu, cukup di fisik saja, sifatnya lebih baik ikut aku" Kana melepaskan sumber asi itu.

Sang adik kini tengah tertidur dengan nyaman disisi tubuhnya.

"Aku bimbang antara memilih kau atau adikmu" Kana terkekeh, melirik sebentar kearah bayi perempuan yang fisiknya tidak jauh berbeda dengan fisik sang Kakak.

perbedaannya hanya ada dibibir. Jika bayi laki-lakinya memiliki hidung yang sama seperti dirinya, maka bayi perempuannya memiliki bibir yang sama persis dengan dirinya, dan rambut yang sedikit keriting di bagian ujungnya.

"Ah, tidak, mereka tidak mengizinkan ku untuk perg—"

"Nona, mari saya antar anda keluar gerbang" sela seorang pria yang kemarin tidak memberikannya izin untuk keluar dengan dalih ancaman pekerjaannya akan hilang.

Kana mendongak, "Apa kau serius?" tanya Kana membuat pria itu mengangguk dengan cepat.

"Marilah nona, segera berdiri dan pergi dari sini," ujar pria itu mendekati Kana dengan keringat yang bercucuran.

"Ada apa, kenapa memangnya?" tanya Kana berdiri, dia meletakkan tubuh kecil bayi laki-lakinya disamping tubuh kecil bayi perempuannya.

"Saya mendapatkan kabar, bahwa tuan akan datang siang ini, maka, jika anda ingin keluar tanpa bertemu dengannya, sekarang adalah waktu yang tepat!" jawab pria itu.

Kana terkejut, "Baiklah, tapi,,,"

"Ada apa, nona?"

"Tolong pesankan aku taxi, aku tidak memiliki uang sepeserpun" ujar Kana melas.

"Itu semua sudah tersedia, mari nona, segeralah kebawah dan bawa salah satu dari mereka!" desak kepala pelayan itu.

Kana terdiam, lalu dirinya melihat dua bayi mungil didepannya. Dengan satu bayi yang tertidur dan yang satu lagi menatap dirinya.

Kana mengambil nafasnya pelan, kemudian dirinya mengambil salah satu dari mereka. "Aku akan membawa dia,"

"Nona, pastikan anda tidak berurusan lagi dengan tuan, karena tuan bukan lah orang sembarang" ujar pria yang tengah menggendong bayi itu tersenyum.

"Pasti, aku pastikan itu."

Kana menatap para pelayan serta penjaga yang berada didepannya. "Terimakasih untuk semuanya. Rahasia ini tidak akan bocor jika kalian menutup mulut kalian!" ujar Kana.

Para orang-orang yang melihat Kana dengan tatapan kasihan itu mengangguk. Mereka hanya perlu diam dan semuanya akan baik-baik saja. Mereka masih memiliki hati nurani untuk melihat kebebasan dari nona yang menukarkan seorang bayi dengan kebebasannya.

"Tuan, apa ada yang memegang bagian control Cctv?" tanya Kana ketika tak sengaja melihat cctv didepan ruang besar itu.

"Sudah saya manipulasi, nona, anda tenang saja" sahut pria yang memegang kontrol cctv itu.

"Baiklah, terimakasih, aku akan mengingat kebaikan kalian semua" ujar Kana lalu berjalan masuk kedalam taxi yang sudah dipesankan oleh kepala pelayan itu.

"Ayo pak," Dengan perlahan, taxi yang ditumpangi Kana itu pergi, pergi meninggalkan kediaman yang membuatnya hampir kehilangan kewaspadaannya dan kehilangan salah satu dari anaknya.

"Ke perusahaan Xxx"

"Jangan anggap anak itu ada jika kalian tidak ingin kehilangan nyawa kalian" ujar pria itu membawa bayi digendongnya masuk kedalam mansion.

"Kita telah menyimpan rahasia yang sangat besar, jika salah satu dari kita keceplosan, maka semua kan menanggung akibatnya" lirih seorang pria yang menjadi penjaga gerbang kediaman itu.

"Benar, namun semua demi wanita itu. Bayangkan jika kita yang berada diposisinya. Apa kita bisa tetap waras dengan kesunyian itu?" sahut yang lainnya.

"Sudah sudah! Bubar nanti kepala pelayan itu mengamuk bisa hangus gaji kita!" lerai yang lainnya.

"Bukan lagi gaji! Namun nyawa kita!" sambung yang lainnya.

Mereka tahu, tahu akan kekejaman yang pria itu miliki.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!