Gala

Tiga tahun berlalu...

Kini, kediaman yang semula sunyi telah berganti dengan teriakan dan tawa dari seorang balita kecil yang setiap hari selalu membuat satu perkara. Bocah kecil yang mau berusia tiga tahun itu tumbuh lebih cepat dari usianya. Mungkin, jika dibilang balita kecil itu adalah balita jenius.

"Daddy Daddy, Ele mau bermain dengan gala" ujar balita perempuan yang kini tengah merecoki sang Daddy yang tengah berkutat dengan laptopnya.

Sementara pria yang dipanggilnya Daddy itu hanya diam, dia tetap fokus dengan laptopnya meskipun dipundaknya terdapat sang anak yang tengah merengek padanya.

"Daddy~" rengeknya sekali lagi, balita itu tengah bergelantungan dipundak sang Daddy.

"DADDY! ELE INGIN GALA" teriak Ele membuat pria itu menghentikan aktivitasnya, dia menyimpan menjadi berkas elektronik nya menjadi draf lalu menutup laptop yang berharga satu sepeda motor itu.

"Ada apa, Ele?" tanya pria itu mengambil alih tubuh anaknya dan meletakkannya di pangkuannya.

"Aku ingin gala!" ucap Ele merengut imut, bibirnya maju beberapa centi serta kedua tangan yang terlipat didepan dadanya.

"Gala siapa?" tanya pria itu tersenyum melihat tingkah manis sang anak.

"Gala yang besal itu loh, yang walnanya seperti mata Ele" ujar bocah cilik itu geram.

Pria itu nampak berpikir sebentar, memiliki nama gala yang hampir mirip dan mencocokkannya.

"Maksud Ele serigala?" tanya pria itu memastikan.

Ele yang mengetahui bahwa hewan yang dikehendakinya tersebut dengan jelas namak berbinar.

"Iya, sle—sla—slo ih, apa 'sih Daddy namanya" Ele menggerutu centil.

"Seri" pria itu terkekeh, namun tak ayal juga dia membenarkan ucapan sang pewaris satu-satunya itu. "gala" sambungnya.

"Seligala?" beo Ele membuat sang Daddy mengangguk.

"Jadi Seligala," pria itu kembali mengangguk.

"Ayo Daddy, kita ke seligala itu!" pekik Ele bersemangat. Dia mencoba berdiri dari duduknya, lalu mengalungkan kedua tangannya ke leher sang Daddy.

"Serigalanya masih tidur, tidak boleh sekarang" ujar pria itu membuat wajah Ele yang semula sangat bersemangat menjadi lesu.

"Ele mau kesana, ayo Daddy~" rengek Ele mencoba membujuk sang Daddy.

Pria itu bergeming, dia hanya diam dengan kedua tangan yang berada di atas pahanya, membiarkan apapun yang akan dilakukan oleh balita perempuan didepannya.

"Ayo Daddy~" mata Ele mulai berkaca-kaca, bibirnya mulai turun kebawah.

"Ayo Daddy, hiks... Ele mau bertemu dengan Seligala, ayo Daddy... Hiks" tangis Ele pecah, mau bagaimanapun dia adalah seorang bocah berusia tiga tahun yang masih memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi.

"Aku pernah bilang pada Ele 'kan? Jika aku berkata tidak maka akan seterusnya tidak!" ujar pria itu datar, menusuk kehati polos dan bersih milik Ele yang masih sangat sensitif.

Ele tahu itu, namun dirinya sangat ingin bertemu dengan hewan buas itu. Dia ingin bermain dengan hewan itu, namun Ele tidak bisa membantah apa yang diucapkan oleh Daddy nya itu.

Bocah cilik itu merasa sakit diarea dadanya, entah karena apa yang jelas dirinya bertambah ingin menangis dengan sekencang-kencangnya karena ucapan sang Daddy yang berubah menjadi dingin, datar dan seperti menusuk dirinya.

"Baiklah Daddy, maafkan Ele" ujar bocah itu melepas pelukan dileher pria itu dan mulai beranjak turun dengan tangis yang masih tersisa.

Bocah itu menatap pria yang tengah duduk dan memperhatikannya dengan tatapan sendu, "Ele ingin memiliki teman! Ele sama sekali tidak memiliki teman seperti apa yang dilihat Ele di televisi itu!" pekik Ele disela-sela tangisnya.

"Kau tidak perlu teman. Pergilah sebelum aku marah padamu!"

"Daddy jahat! Daddy jahat!" pekik Ele kemudian berlari meninggalkan ruang kerja itu.

Meninggalkan sang pria dengan hati dingin yang dimilikinya. "Tanggu empat tahun lagi Michael, kau akan bisa mencekoki nya dengan pelajaran bisnis yang kau punya" gumamnya memejamkan mata dan bersandar pada bahu kursi dibelakangnya.

Michael tidak salah, dia ingin mendoktrin anaknya menjadi anak yang kuat, anak yang bisa memimpin seluruh perusahaannya. Jika dia tidak mendidiknya dengan keras mulai sekarang, maka kapan? Dia tidak suka dengan orang lemah. Apalagi orang itu adalah keturunan kandungnya.

"Teman? Kata apa itu, tidak berguna!" umpat Michael mengingat salah satu teman yang dipercayainya pernah berusaha mencelakainya.

"Tidak ada teman. Hanya sahabat!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!