Ranjang Berdarah

Antoni terus saja menikmati perilaku abnormal tanpa mengindahkan keberadaan sang istri yang terbelalak menatapnya dengan kebingungan yang semakin mendalam. Hanya terdengar suara lenguhan napas yang merayapi udara kamar sang tuan pembunuh.

“Papa!” panggil Lucia mulai tersadar dari lamunannya. Ia masih tidak memahami mengapa suaminya bisa berbuat demikian. Wajahnya mencerminkan ketidakmengertian dan kecemasan atas perilaku suaminya yang semakin lama semakin meresahkan.

Sementara itu, tidak ada reaksi berlebihan dari Antoni yang masih asyik menikmati perilaku abnormalnya dengan memasukkan batang sisir ke dalam lubang pembuangan kotoran miliknya. Sekilas ia melirik sang istri dengan pandangan sayu dan napas yang terengah-engah.  

“Pah, hentikan! Mengapa Papa jadi aneh begini?” Lucia tak bisa menyembunyikan keheranannya.

Antoni tidak peduli pada perkataan sang istri, ia pun berkata, “Ayo, Mah, cobain deh, enak banget, Mah!”

“Tidak boleh lewat belakang, Pah. Itu kotor dan penuh bakteri … hentikan, Pah!” Lucia beranjak dari kasur dan langsung menarik tangan Antoni dengan sekuat tenaga.

Lucia tampak begitu cemas melihat bercak darah di lantai. Namun hal itu tidak disadari oleh Antoni yang dibutakan oleh obsesinya.

“Mama mau coba?” tawar Antoni yang langsung mencengkeram bongkahan bulat Lucia dengan gemas.

“Nggak mau!” tolak Lucia dengan suara gemetar. “Tengkurap, Pah, biar Mama obatin lukanya!”

Antoni mengangguk nurut, lalu tengkurap di atas kasur. Sementara Lucia, sambil terus menggeleng-gelengkan kepala dalam ketidakpahaman dan kecemasan, mulai mengobatinya dengan salep. Ia memperlakukan suaminya dengan penuh kelembutan dan kesabaran. Namun, mendapatkan kelembutan sang istri membuat Antoni menggelinjang keenakan.

“Mama pintar … terus, Mah. Ah!” racau Antoni sambil merem-melek.

“Pah, kenapa Papa melakukan perbuatan tak normal begini? Apa di tempat kerja Papa ada jeruk makan jeruk?” tanya Lucia di sela mengobati sang suami.

“Tidak, Mah. Mereka semua normal. Hanya saja, Papa penasaran bagaimana rasanya ditusuk dari belakang? Kan selama ini Papa yang biasa melakukannya dengan gadis-gadis sewaan Papa,” ungkap Antoni tanpa merasa bersalah.

Lucia nanap mendengar perkataan dari suaminya. Matanya memandang suaminya dengan tatapan nanar, campur aduk antara kebingungan dan keputusasaan. Perkataan Antoni menusuk hatinya seperti duri tajam. Hal itu menjadi pukulan telak bagi Lucia, meruntuhkan citra yang selama ini ia bangun tentang kehidupan suaminya.

Ketidakpercayaan melingkupi dirinya, dan ia merasa kehilangan pegangan dalam hubungan yang telah lama terjalin. Dengan gemetar, ia tak ingin melewatkan kesempatan untuk menyingkap lebih banyak tentang rahasia kehidupan Antoni yang tersembunyi di luar rumah.

“Jadi, Papa selama ini selalu menyewa para gadis?” Lucia menyelidik dengan nada gemetar, matanya mencari kebenaran yang mungkin sulit diterima.

“Iya, Mah. Hebat kan, Papa?” jawab Antoni dengan enteng, seolah tak menyadari dampak dari perkataannya pada hati sang istri.

Detik itu juga, Lucia merasakan dunianya hancur berkeping-keping. Suaminya, sosok yang selama ini ia kenal sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab, kini terbuka menyampaikan sisi gelap kehidupannya. Kebohongan yang begitu lama tertutupi, sekarang muncul tanpa belas kasihan.

“Sejak kapan?” tanya Lucia cepat, suaranya bergetar mencerminkan keguncangan yang ia rasakan dalam hati.

“Sudah dari dulu, Mah. Sebelum Papa kenal Mama.” Antoni begitu enteng menjawab pertanyaan Lucia tanpa memikirkan perasaan istrinya itu.

“Boleh Mama tahu, sebenarnya proyek apa yang Papa kerjakan selama ini?”

“Papa kan pembunuh bayaran, Mah. Tentu saja proyek yang Papa kerjakan itu membunuh orang. Bonusnya, Papa bisa memperkosa keluarga korban sebelum dieksekusi. Keren, kan, Mah?”

Lucia terpaku, tubuhnya terasa lemah, seolah-olah dihantam badai yang menghancurkan segala harapannya. Dalam sekejap, ia menyadari bahwa suaminya bukan lagi sosok yang pernah ia kagumi.

Antoni, yang selama ini merangkap sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab, kini mengakui dirinya sebagai pembunuh bayaran. Berdebar hati Lucia mendengarnya, dan dunianya runtuh seperti kota yang dihantam gempa bumi. 

“Tunggu sebentar, Pah. Mama minum dulu!” Lucia melangkah dengan langkah gontai, seolah-olah terhempas oleh kenyataan yang begitu melukainya. Ia merasa dunianya runtuh, dan ketidakberdayaannya tercermin dalam setiap langkah yang terasa begitu berat.

“Iya, Mah. Jangan lama-lama. Papa masih ingin enak-enak!” timpal Antoni tanpa beban.

Lucia tidak menanggapinya, hatinya terus berteriak dalam kehampaan. Ia menyingkirkan sejumput rasa cemas yang menyelubungi dirinya, dan dengan setiap langkahnya yang gontai, ia menuju dapur. Di sana, ia meraih sebilah pisau yang disembunyikan di belakang punggungnya, sebagai senjata terakhir dalam pertarungan batinnya.

Kembali ke kamar, Lucia tak dapat menahan gemetar tangannya. Pisau itu bersinar samar-samar di bawah redupnya lampu. Dan di hadapannya, Antoni masih tengkurap di atas kasur, tak menyadari bahaya yang mengancamnya.

Mendekat, Lucia merasa jantungnya berdegup begitu kencang, menciptakan dentuman yang menggema di keheningan malam.

“Mama, cepat puasin Papa!” Antoni mulai tidak sabar untuk mendapatkan pelayanan dari sang istri.

“Papa tengkurap lagi aja, biar Mama naik ke punggung Papa,” kata Lucia memintanya.

Kembali Antoni menurutinya dengan meluruskan badan dan bersiap untuk menikmati layanan istimewa dari sang istri. Senyumnya mengembang bersama ketidaksabaran menanti kenikmatan semu dalam balutan kain bantal yang tertekuk oleh wajahnya. 

Lucia duduk di samping sang suami yang telungkup. Mula-mula, Lucia mengusap lembut kaki sang suami mulai dari telapak kaki sampai ke paha dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya masih menggenggam kuat batang pisau yang disembunyikan di belakang punggungnya. 

Antoni sedikit menggelinjang merasakan sentuhan lembut dari jari-jari lentik sang istri. Napasnya mulai memburu dan semakin tidak sabar menanti kelanjutan aksi dari wanita yang telah melahirkan seorang anak untuknya itu.

Lenguhan halus terdengar merayapi udara, beriringan dengan suara jarum jam yang berdetak secara teratur. Jemari tangan Lucia menjalari bagian membulat dari Antoni, berputar-putar sambil sesekali menyibak lekukan garis lembut dan menelusup ke dalamnya.  

Krak!

Terdengar suara jendela kamar yang sedikit terbuka, dan angin malam menerobos begitu saja memasuki kamar. Seketika, semerbak aroma mawar tercium oleh keduanya. Lucia mendengus lirih menghirup aroma bunga yang begitu memikat hingga tak sadar, kemarahannya pada Antoni semakin menjadi. Ia kemudian menaiki punggung Antoni lalu mengecup tengkuk sang suami dengan lembut.

“Pah!” Lucia berbisik lembut.

“Teruskan, Mah. Papa menyukainya,” kata Antoni membalasnya.

“Selamat tinggal, Papa,” timpal Lucia dengan suara tegas.

Antoni menoleh dengan seulas senyum yang terukir dari bibirnya yang melebar, pandangan sayu, dan napas yang memburu. Sementara sang istri memberikan reaksi terbalik, menatap Antoni dengan tatapan penuh kebencian. Namun, Antoni tidak menyadari tatapan sang istri merupakan ancaman nyata yang akan mengakhiri hidupnya. 

Antoni memajukan wajahnya mencoba menjangkau bibir merah Lucia yang sedikit terbuka. Akan tetapi amat disayangkan, sebelum bibirnya berhasil menjangkau, tangan kanan Lucia telah lebih dulu melingkari leher Antoni dengan sebilah pisau yang bergerak cepat menyayat sempurna kulit lehernya hingga mengelupas dan mencipratkan banyak darah.

Sayang sekali, ciuman yang diupayakan Antoni tidak terjadi setelah nyawanya memilih pergi meninggalkan tubuhnya. Tragis. Sebagai seorang pembunuh bayaran, ia harus mati di tangan istrinya.

Lucia, setelah berhasil melampiaskan amarahnya, tidak beranjak dari posisinya yang menindih tubuh sang suami. Ia dekap tubuh tak bernyawa itu dengan erat sampai terlelap.

***

Pagi hari menjelang, Gavin tengah bersiap untuk sarapan bersama keluarganya. Ia melangkah dengan semangat yang menggebu setelah kemarin berhasil mengajak Mawar ke rumahnya. Siulan merdu dikumandangkannya sambil menenteng ransel sekolah menuju ruang makan. Sesampainya, ia tidak melihat keberadaan kedua orang tuanya yang biasanya sudah menempati meja makan.

Gavin celingak-celinguk memperhatikan area sekeliling rumah. Heran karena hal demikian tidak pernah terjadi jika kedua orang tuanya berada di rumah. Ia kemudian duduk di kursi makan sambil melingkarkan kedua tangan di dada dan mulut yang mengerucut. Dongkol.

“Mah …!” teriak Gavin, namun tidak sahutan untuknya.

“Aneh, Mama biasanya sudah sibuk dari subuh,” gumamnya sambil berpikir.

Kesal karena tidak ada tanggapan dari ibunya, Gavin bangkit dan melangkah ke kamar orang tuanya. 

Tok, tok, tok!

“Mah … bangun, Mah! Sudah siang kok masih di kamar.” Gavin kembali mengetuk pintu, berharap sang ibu membukanya.

Setelah ditunggu cukup lama, pintu di hadapannya tak kunjung terbuka. Sementara waktu terus berjalan dan membuatnya harus segera beranjak pergi.

“Sudahlah, aku sarapan di kantin sekolah saja,” gumamnya memutuskan. 

Namun, baru saja ia membalikkan badan, terdengar isak tangis dari dalam kamar. Gavin mengernyit lalu berbalik dan menempelkan telinganya di pintu.

“Kenapa Mama menangis? Apa mereka bertengkar?” pikir Gavin, ia terus saja menguping untuk mendengarnya dengan jelas.

Gavin mengerutkan kening menyadari tidak ada suara dari ayahnya. Pikiran buruk muncul di benaknya, khawatir terjadi sesuatu dengan sang ayah. Maka dari itu, ia kemudian mendobrak pintu dengan keras.

Brak!

Begitu pintu terbuka, Gavin membelalang melihat ayahnya terbujur kaku bersimbah darah di atas kasur. Lebih mencengangkan lagi, ia melihat ibunya duduk menekuk dengan sebilah pisau yang tergeletak di depan kaki.

“Mama, mengapa Mama membunuh Papa? Apa salah Papa, Mah?” Gavin terus mempertanyakan alasan ibunya yang tega menghabisi nyawa Antoni.

Terpopuler

Comments

Ridho Widodo

Ridho Widodo

autornya kmn y...

2024-01-09

1

Ridho Widodo

Ridho Widodo

autor nya kemn ya kok g update2...

2024-01-08

1

Claudia Jung 🐻🐰

Claudia Jung 🐻🐰

Fix cerai kalo saya jadi Tante, mah

2023-12-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!