Perjalanan

Mobil berpintu dua itu melaju sedang menyusuri jalan yang belum tersentuh aspal,  membelah hutan yang begitu luas dengan irama musik dangdut dari MP3 yang menyala pada head unit double din yang sedikit usang. tetapi jangan dikira sang pria sedang mengendarai mobil mewah. Bukan … mobil yang dikendarainya hanyalah mobil pick up pembawa sayuran. 

Pria berkacamata hitam dan bertopi yang duduk di bangku kemudi itu tengah asyik memperhatikan gundukan indah sang gadis di balik kacamatanya. 

“Hati-hati, Bang! Lubang di jalan tak seindah lubang berjalan,” ujar Mawar tanpa meliriknya.

“Ah, Neng, bisa saja,” balas si pria sambil terkekeh.

“By the way busway, kenapa Neng memakai pakaian aneh seperti itu di tengah hutan?”

“Maklum, Bang. Namanya juga ikut pawai karnaval dari sekolah. Kenapa gitu?”

“Pantas saja, tapi serius, Neng masih sekolah?”

“Nggak, Bang. Kalau aku masih sekolah, pastinya aku ada di kelas, bukan di hutan.”

“Bukan itu maksud Abang.”

“Maksud Abang, beneran, Neng masih anak sekolah?”

“Iya, Bang. Kenapa gitu?”

“Kok gede ya?”

“Apanya yang gede?”

“Duh, a … anu, ah, itu, bukan apa-apa.” 

“Maksud Abang ini?” Mawar menggenggam kedua aset pribadinya dengan gemas.

Begitu melihatnya, si pria menginjak pedal rem dengan keras hingga mobil yang dikendarainya berhenti dengan decit ban yang menggema di udara. Untungnya tidak ada pengguna jalan lain yang terganggu oleh manuver mendadak ini.

Suasana hening dipotong oleh ketegangan di udara. Si pria dengan sorot mata penuh hasrat menelan salivanya dengan berat, sebelum akhirnya mencoba mengatasi rasa gugupnya dengan sebuah pertanyaan berani.

“Boleh Abang pegang nggak?”

Mawar meliriknya dengan tatapan dingin, dan keheningan di dalam mobil semakin terasa berat. Pertanyaan itu menggantung di udara, menciptakan momen ketegangan yang tak terhindarkan. 

“Boleh kok, tapi ….” Suara lembut menggoda menyelimuti atmosfer, menciptakan ketegangan dan ketidaksabaran dari si pria yang mendengarnya.

“Tapi apa, Neng?” tanya si pria dengan antusias, senyum nakal menghiasi wajahnya.

Mawar dengan isyarat misterius, mengedipkan sebelah mata, menggoda si pria yang semakin tegang dan tak sabar mendengar kelanjutannya.

“Aku minta ekor depan Abang,” ucap Mawar dengan nada genit.

“Ah, tentu dong. Nakal juga ya kamu,” jawab si pria dengan senyum penuh makna.

“Iya, Bang. Aku mau tarik ekor Abang sampai putus.”

Si pria tertawa, tidak menyadari maksud tersembunyi dari kata-kata Mawar. Hasratnya yang mendominasi menutupi pikirannya. Dengan nada memelas, ia melajukan kembali mobilnya, membawanya ke suatu tempat terpencil di antara pepohonan.

“Kita menepi dulu ya,” ujar si pria sambil menepikan mobil dan keluar dengan cepat.

“Kok turun, Bang?” tanya Mawar dengan ekspresi heran.

“Kita cari tempat yang nyaman,” jawab si pria memberikan alasan, namun keinginannya yang menggebu tersembunyi di balik senyumnya.

“Di hutan?” Mawar mendelik, memperhatikan area sekitarnya dengan skeptis.

“Tenang saja, Abang bawa tikar,” kata si pria sambil mengambil selembar tikar dari bak mobilnya.

Ia kemudian menggandeng tangan Mawar dan membawanya ke tempat yang menurutnya nyaman untuk berduaan bersama. Suasana gelap dan tersembunyi, serta ketidakjelasan niat si pria, semakin menggantung di udara, menciptakan atmosfer yang penuh ketegangan di antara semak-semak belukar yang harus berkorban demi kedua insan.

“Kita mau ngapain, Bang?” tanya Mawar dengan senyum nakal, menggoda si pria.

“Patnam, patnam,” jawabnya sambil merebahkan Mawar di atas tikar.

“Sabar, Bang. Mending buka dulu celana Abang.”

“Ternyata Neng yang nggak sabar.”

Dengan cepat, si pria membuka celananya, mengeluarkan perkakas yang sudah berdiri tegak menantang. Mawar tak segan meraihnya, lalu menariknya dengan sekali hentakan keras hingga perkakasi itu terputus dari tempatnya dan menyemburkan banyak darah.

“Aah!” teriak histeris si pria, merasakan barang berharganya putus ditarik oleh Mawar.

Mawar dengan cepat mencekik leher si pria hingga membuat jeritan sebelumnya menjadi rintihan kesakitan di dua tempat berbeda.

“Enak nggak, Bang?” tanya Mawar dengan nada mengejek.

Si pria, dalam kondisi kelojotan menahan sakit, hanya bisa melotot sambil berusaha melepaskan cengkraman sang gadis.

“Le … lepaskan!” rintih si pria, kesulitan melepaskan diri dari genggaman Mawar. 

Suasana semakin mencekam, dan ketegangan mencapai puncaknya dalam dominasi sang gadis yang tengah mempermainkan si pria.

Tak lama kemudian, Mawar melepaskan cekikan di leher si pria, lalu menghentikan pendarahan yang dialami si pria dengan sapuan tangannya. Tentu saja Mawar menggunakan kekuatan sihir untuk melakukannya.

“Si … siapa kau?” tanya si pria memberanikan diri. Tidak ada lagi kesakitan yang dirasakannya.

“Aku adalah teror bagi setiap pria mesum sepertimu.” Mawar menampakkan wujud aslinya yang begitu menakutkan. Wajahnya pucat seperti mayat, dengan kedua mata yang terselimuti darah. 

Tidak berhenti sampai di situ, Mawar kemudian menggunakan kekuatannya menyihir si pria hingga membuat si pria bertekuk lutut dalam kendalinya. 

“Antarkan aku pulang!” perintah Mawar, menunjukkan kekuasaannya.

Pria itu mengangguk dengan tatapan kosong, dan keduanya melanjutkan perjalanan menuju kota di bawah bayang-bayang kegelapan dan kekuatan sihir yang mengitari Mawar. Saat memasuki mobil, si pria yang masih terpukul oleh sihir Mawar merasakan kendali tubuhnya terasa ringan dan tubuhnya merespons perintah Mawar tanpa rasa penolakan.

Mengemudikan mobil di bawah pengaruh sihir, pria itu terlihat seperti boneka yang sedang dimainkan anak kecil. Tatapan kosongnya menembus kegelapan, dan tangan-tangannya bergerak di atas kemudi tanpa kesadaran. Meskipun mobil melaju dengan kecepatan tinggi, pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan atau kepanikan, seolah-olah jiwanya telah sepenuhnya tunduk pada kehendak Mawar.

Pria itu terus membisu dan hampir kehilangan akal sehatnya. Ia hanya bisa mengikuti setiap petunjuk tak kasat mata dari Mawar di sepanjang perjalanan.

Matahari perlahan menyembunyikan diri di ufuk barat ketika mobil yang ditumpangi Mawar memasuki area kota. Pemandangan sekitarnya mulai terasa akrab di benaknya, memori tentang hari-hari bahagia bersama keluarga yang perlahan pulih dari bayang-bayang masa lalu yang kelam.

Dalam kegelapan malam yang merayap, Mawar merenung dengan penuh tekad, mata yang bersinar misterius mengandung kepastian bahwa saat pembalasan akan tiba.

“Ayah, Ibu…, aku akan membuat mereka merasakan pedih yang tak pernah terbayangkan,” gumam Mawar sambil memegang sesuatu di dalam genggamannya, sesuatu yang menjadi lambang tekad dan kekuatannya.

Pada malam yang kelam itu, mereka tiba di gerbang utama perumahan elit. Dua satpam yang tengah berjaga langsung mendekati mobil untuk melakukan pemeriksaan dan menanyakan tujuan kedatangan mereka. Namun, Mawar, sekali lagi menggunakan sihirnya, menciptakan aura gaib yang membuat kedua satpam itu terhipnotis, lalu dengan sendirinya kedua satpam membuka portal masuk area perumahan.

Suasana hening di area perumahan semakin memperkuat aura dendam yang menandakan bahwa pembalasan akan dimulai.

Terpopuler

Comments

Nurma Yani

Nurma Yani

Hemmm.... misterius Thor👍mampir y

2024-05-04

1

Wahyuni 87

Wahyuni 87

melon ingin di tukar dengan pisang ya ga sepadan lah 🤭🤭

2024-05-10

0

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Gara2 tergiur melon super,,,,
Hilang dah pisang,pdhl itu buat investasi masa depan beranak pinak 😂😂

2024-02-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!